Cerpen- Trimasteng : Nahan Ah Nahan
Kembali lagi dengan 3 orang masteng yang menyebut
dirimereka TRIMASTENG. Kali ini ceritanya tentang penyakit Jenskol yang suka
nahan. Nahan ? ngomongin nahan. Pikiran kita pasti langsung terbayang ada sesuatu
hal yang dihambat. Dan itulah yang dilakukan oleh Jenskol. Mau tau cerita
menahannya ala Jenskol ?. Menarik untuk dibaca dibawah ini.. Cekidot !!
Bel lonceng berbunyi merdu memekakkan telinga. Semua
siswa SMA delapan belas serempak masuk kedalam kelas. Begitu juga dengan Jenskol,
Leo, dan Pengki. Mereka saling susul menyusul memasuki kelas untuk mendapatkan
bangku paling belakang. Walaupun mereka akhirnya mereka dapat bangku paling
depan.
Pelajaran pertama untuk hari ini merupakan pelajaran
yang dianggap mereka bertiga sangat khiller. Yaitu PLKJ. Kenapa PLKJ khiller ?.
Mana gue tau. Tanya ajah sama mereka kenapa ?.
Walaupun pelajaran ini PLKJ. Leo yang duduk sendiri
dibelakang Jenskol dan Pengki justru mengeluarkan
buku matematika. Ia mengeluarkan buku matematika karna tugas PR-nya belum
selesai. Ia buru-buru mengerjakan PR. Ia sama sekali tidak mendengarkan apa
yang dijelaskan Bu Peso. Kenapa dinamakan Bu Peso ?. Karna ia berojolan
keturunan dari darah belanda dan Indonesia. Nyambung nggak sih ?. Kalo nggak
nyambung anggap ajah nyambung ya. Biar cepet selesai nih cerita.
Kembali lagi ke Leo. Ia merenggut dengan cepat
pekerjaan rumah (PR) milik Tito ( ketua kelas nih) tanpa izin terlebih dahulu.
Pekerjaan rumah disini bukan nyapu atau ngepel ya. Inget tuh. Tugasnya pun
akhirnya selesai. Berbarengan dengan itu, bel istirahat pun berbunyi. Leo
segera beranjak dari kursinya. Lalu ia melihat Jenskol dan Pengki yang sedang
tertidur pulas. Ia kira hanya dia yang tidak memperhatikan Bu Peso. Leo pun
senang karna ada temannya. Bukannya membangunkan kedua temannya itu. Ia justru
hendak meluncur kekantin.
Leo dengan lahap menyantap mie ayam rebus. Sampai ia
tidak sadar kalau ia sudah habis 5 mangkok. Mangkoknya yang dimakan bukan
mienya.
Sedang nikmat-nikmatnya menyantap mie mangkok ke
enam. Jenskol dan Pengki datang dengan sempoyongan. Diwajahnya sampai menjiplak
garis-garis bekas tidur. Iler dan tai mata masih nyantol ditempatnya
masing-masing. Lalu mereka berdua duduk menengahi Leo.
Jenskol yang masih amat ngantuk langsung meletakkan
kepalanya di meja kantin. Pengki justru bertingkah sangat aneh seperti orang kesurupan.
Ia tiba-tiba ketika mendengar musik ala Cesar ‘ yuk kita sahur ‘ ia langsung
joget sampai lagunya habis. Setelah lagunya habis ia kembali melanjutkan
tidurnya dilantai kantin tepatnya dikolong meja.
Leo yang sedari tadi memperhatikan tingkah
teman-temannya itu sama sekali tidak menggubris. Ia terus melahap Mie ayamnya
yang sudah hampir habis. Setelah mie ayam yang dipesannya sudah ditelan semua.
Ia langsung kabur dan lupa bayar. Bukannya lupa sih, memang dilupa-lupain. Toh
Leo lagi nggak megang duit. ( jangan dilakukan dirumah kelakuan si Leo ini).
Leo pun kembali kekelas karena bel sudah berbunyi.
Begitu juga dengan Jenskol dan Pengki yang terbangun karena mendengar suara bel.
Dikelas, Leo dimaki-maki oleh Jenskol dan Pengki karna tidak membangunkan
mereka. Jenskol sangat marah dengan Leo. Ia menyalahkan Leo karna ia tidak
dapat jajan saat istirahat. Beda dengan Pengki, ia hanya diam dan mengangakan
mulutnya lebar-lebar. Kalau sudah dihitung-hitung. Sekitar 20 lalat sudah
tersarang bahkan berkembang biak di mulutnya.
“ Woii.. bengong ajah lu. Kesurupan lu yak ?.”
Jenskol memukul pundak Pengki hingga cukup membuat Pengki kaget dan kencing
dicelana.
“ ssstttt.. ” Pengki menoleh kearah Jenskol lalu
menyuruh Jenskol melihat kedepan kelas.
“ Kenapa ? ” Jenskol menoleh kedepan kelas lalu
kencing dicelana.
Raut wajah Jenskol yang sebelumnya memerah karna
kesal dengan Leo. Sekarang sudah bereviolusi menjadi ceming ( apa itu ceming ?
tanya temen lu yang tau. Toh maaf gue nggak tau ). Didepan kelas Pak Kardus
sedang berkacak pinggang dengan raut wajah memerah seperti buto ijo sedang
marah.
Oh iya kenalin dulu siapa itu Pak Kardus. Ia itu
adalah guru bahasa Indonesia bersarjana S1 jurusan ekonomi. Dia sempat merantau
keluar negri tepatnya di singapura selama setahun. Ngapain dia disana ? jadi
TKI ( Tukang Kredit Internasional ). Dia bergelut dibidang kredit selama 2
tahun. Lalu ia menjadi guru. Guru TK. Itupun tidak tahan lama karna ia dipecat
secara paksa dengan gugatan pelecehan anak dibawah umur. Ia pun sempat menetap
dipenjara 5 tahun. Hingga akhirnya menjadi guru sampai saat ini. Dan asal usul
kenapa namanya Pak Kardus ?. Kenapa ya ? kasih tau nggak yaa? Nggak deh .
Kembali ke Jenskol yang sedang keringet dingin
menanti tindakan Pak Kardus kepadanya.
“ Jenskol, sini !!” ujar Pak Kardus dengan nada
membentak.
Kakinya gemeteran saat menghampiri Pak Kardus yang
wajahnya seperti hitler dengan kumis hanya segaris. Leo dan Pengki menahan tawa
melihat Jenskol yang sebenarnya daritadi menahan BE’ol. Jadi kesimpulannya ,
Jenskol keringat dingin bukan karna panic tapi karna ia naber ( nahan be’ol).
“ Kenapa Pak ? yaudah pak saya keluar ajah pak. Saya
belajar diluar ajah. Saya bener bener udah nggak tahan nih pak. Buruannnn pak
keluarin saya !!.” ujar Jenskol seperti
dikejar setan. Ngomongnya cepat banget. Sambil memegangi perut dan bokongnya
lalu lompat-lompat seperti kera.
“ Nggak , kamu nggak boleh keluar. Kamu disini ajah.
” larang Pak Kardus.
“ Yaampun pak, ini saya sudah nggak tahan lag-- ” “
TUTTTTT… BREET BRETT ”
“IH Jenskol berak dicelana , Jenskol berak dicelana
, jenskol berak dicelana.” Ejek teman-temannya sambil tepuk tangan seperti anak
SD kelas 1. Tidak Cuma teman-teman Jenskol yang meledek. Pak Kardus juga ikut
ikutan, malah dia yang paling seneng.
Tanpa pikir panjang lagi Jenskol langsung melesat
lari ke toilet dengan cepat seperti tuyul yang kesetanan. “ SUINGGG..”
Inti
cerita yang bisa diambil dari cerita ini adalah jangan nahan berak saat pelajaran
bahasa Indonesia karna pasti nggak tahan. Terima kasih udah membuat diri anda
menyesal untuk membaca cerita ini. BYE * CIPOK BASAH*
0 komentar:
Posting Komentar