Cerpen: Perjuangan Seorang Wanita Tua
PERJUANGAN SEORANG WANITA TUA
Disebuah pelosok desa di daerah jogja yang sangat jauh dengan kata modern. Belum ada listrik yang masuk ke desa ini yaitu Desa bojobangun.
Sebut saja Mbah Inah namanya. Wanita tua berumur 68 tahun dengan rambut putih , tubuhnya agak bungkuk sedikit kurus dengan keriput yang menguliti tubuhnya. Mbah Inah memiliki 1 orang anak yang bernama Tuti dan cucunya yang masih balita bernama Ayu.
Disebuah rumah yang terbuat dari papan dengan di topang oleh bamboo. Atapnya ditutupi oleh genteng-genteng yang sudah tidak layak dipakai dan lantainya pun tidak dibuat seperti rumah kebanyakan yang terbuat dari keramik melainkan hanya lapisan semen yang banyak retakan-retakan karna dimakan waktu.
Mbah Inah hanya bekerja sebagai petani kebun sawo, yang penghasilannya tidak dapat ditentukan. Kadang kalau sedang ada rejeki dapat 20.000 dan kadang hanya dapat 5000 , yang penting bagi Mbah Inah adalah ia, anaknya dan cucunya dapat makan setiap harinya. Mbah Inah juga tidak pernah mengeluh walaupun pendapatan setiap harinya tidak tentu. Tetapi berbeda dengan anaknya si Tuti. Dia selalu mengeluh ke Mbah Inah. Kalo Mbah Inah hanya dapat uang seadanya tak jarang juga Tuti memarahi Mbah Inah karena masalah uang. Tuti sama sekali tidak pernah membantu Mbah inah. Ia hanya berpangku tangan, untuk menjaga anaknya saja dia masih menyuruh Mbah Inah
Singkat cerita karena Tuti sudah tidak kuat lagi dengan keadaan miskin yang dia alami setiap harinya. Ia mencoba mencari keberuntungannya ke jakarta meninggalkan Mbah Inah dan Ayu anaknya. Mbah Inah mencoba melarang Tuti untuk pergi. Karena Mbah Inah kawatir kalau Tuti itu akan kenapa-kenapa di Jakarta. “Kamu nggak usah pergi kejakarta, disini juga banyak pekerjaan untukmu nak” ujar Mbah Inah sambil menggendong Ayu yang masih balita. “pekerjaan? Jadi petani sawo kayak ibu? Hah iya? Tuti nggak mau bu. Tuti tetep mau pergi kejakarta” ujar Tuti dengan nada amarah. “Jakarta itu keras nak, kalau kamu tidak punya banyak keterampilan. Kamu disana hanya ditindas” ujar Mbah Inah sambil memegang tangan Tuti. Tuti tetep keukeh dengan keinginannya kejakarta. ”ibu nggak tau apa apa dijakarta, ibu sekarang nggak usah mikirin Tuti lagi. Tuti pergi dulu bu” ujar Tuti sambil menenteng tasnya yang berisi pakaiannya dan berbalik meninggalkan Mbah Inah.
Semenjak sepeninggalan Tuti. Mbah Inah makin kewalahan dengan pekerjaannya karena harus menjaga Ayu cucunya sekaligus harus bekerja dari pagi sampai siang. Tapi Mbah Inah tetap dengan kegigihannya menjalani hidup tanpa keluh kesah.
Sampai ketika Mbah Inah jatuh sakit. Ia tidak kuat harus beraktivitas yang berat seperti berkebun.Seminggu Mbah Inah istirahat memulihkan fisiknya kembali. Dengan fisiknya yang sudah tua Mbah Inah memang mudah kelelahan. Saat ia sakit, ia menitipkan Ayu ketetangganya yang bernama Bu Narti yang sangat tidak keberatan untuk membantu Mbah Inah.
Setelah seminggu Mbah Inah sembuh. Ia mulai beraktivitas seperti biasanya yang ia lakukan. Pagi pagi gelap Mbah Inah sudah harus pergi berkebun dengan menggendong Ayu di punggungnya. Karena Ayu masih terlalu kecil untuk ditinggal Mbah Inah bekerja.
Hari ini musim panen sawo. Mbah Inah sangat senang dengan ini karena buah sawo musim panennya setahuns sekali. Bagi Mbah Inah ini menjadi rejeki yang besar baginya. Jika musim panen biasanya Mbah Inah setidaknya mengantongi uang 50.000 rupiah yang sangat cukup untuk menghidupi Ia dengan cucunya.
Tengah malam 01:00. Tiba tiba Ayu menangis hingga suaranya sangat keras. Mbah Inah yang terbangun karena tangisan itu segera menghampirinya lalu menggendongnya. Tidak lupa Mbah Inah mengambil botol yang berisikan susu untuk diminum oleh Ayu. Walaupun sudah digendong dan di berikan susu. Ayu masih menangis dan lama kelamaan semakin keras. Mbah Inah mengusap dahi Ayu, ternya sangat panas. Mbah Inah panik karena Ayu sakit, ia tidak tahu harus berbuat apa malam malam begini.
Karena semakin lama semakin keras tangisan Ayu. Mbah Inah tidak tega. Ia pun segera bergegas keluar rumah memeriksa Ayu ke dokter setempat. Mbah Inah berlari ditengah tengah kebun dengan pohon pohon yang rindang sambil menggendong Ayu yang masih menangis.
Sampai dirumah Pak Tarjo. Ia mengetuk pintu yang berada dihadapannya. Lalu keluar seorang pria yang masih terlihat mengantuk dengan mata yang masih belum sepenuhnya sadar. Sepertinya pria itu sangat terganggu dengan kedatangan Mbah Inah tengah malam begini.
“maaf Tarjo saya mengganggu tidur anda, tapi saya harus minta tolong sama pak Tarjo. Cucu saya sakit pak , badannya sangat panas” Ujar Mbah inah tergesah gesah. “oh iya iya Mbah nggak papa sini sini masuk” ujar Pak Tarjo mempersilakan Mbah Inah masuk kerumahnya. “iyaa makasih pak Tarjo saya jadi ngerepotin” ujar Mbah inah sambil berjalan memasuki ruang tengah rumah Pak Tarjo. “coba sini saya periksa dulu” ujar Pak Tarjo sambil mengecek detak jantung Ayu dengan stetoscopnya. “gimana Pak keadaan Ayu? Sakit apa dia?” tanya Mbah Inah panik. “cucu Mbah ini hanya masuk angin ko. Tenang ajah Mbah, ini saya kasih obat supaya panasnya turun” ujar Pak Tarjo sambil memberikan obat yang di sarankannya. “Makasih ya pak dokter makasih banyak, ini uangnya pak dokter” Mbah Inah menyerahkan uang dua puluh ribuan dari kantongnya. “Tidak usah Mbah bawa saja” Pak Tarjo menolak uang yang diberikkan Mbah Inah itu. Mbah Inah pun pergi meninggalkan rumah Pak Tarjo.
Hari demi hari berlalu. Mbah Inah masih sangat giat dengan pekerjaannya berkebun sawo. Mbah Inah juga senang dengan keadaan Ayu yang sudah tidak panas lagi seperti tempo hari yang lalu.
Singkat cerita 6 bulan kemudian. Tuti kembali ke rumah dengan wajah yang sangat sedih. Mbah Inah yang melihat keadaan anaknya itu segera bertanya apa yang terjadi kepadanya hingga membuatnya menangis. “kamu kenapa loh nak? “ tanya Mbah Inah sambil mengelus rambut Tuti. “aku dijakarta hampir dijual bu dengan orang yang baru aku kenal” ujar Tuti sambil menangis. “astagfrulloh nak, kan sudah ibu bilang, kamu jangan kejakarta tapi tetep keukeh. Ini nih akibatnya kan. Untuknya kamu tidak jadi dijual kamu harus bersyukur kepada Allah yang masih melindungi kamu” ujar Mbah Inah sambil memeluk tubuh Tuti. “iyaa bu Tuti minta maaf,Tuti udah durhaka sama Ibu” ujar Tuti masih memeluk Mbah Inah.
“WOOIII TUTI KELUAR KAMU!! SAYA TAU KAMU DIDALAM!!” teriakkan seorang pria dari luar rumah. Mbah Inah dan Tuti yang terkejut mendengar teriakkan itu sontak melepaskan pelukannya lalu segera menuju kepusat suara teriakkan itu.
Seorang Pria pria paruh bayah dengan kedua bodyguardnya berdiri didepan rumah. Tuti kaget, ternyata itu Pak Ardo. Pak Ardo yang akan menjual Tuti keluar negri. Tuti heran kenapa Pak Ardo bisa sampai disini dan tahu letak rumahnya.
Pak Ardo segera menyuruh kedua Bodyguardnya membawa Tuti pergi. Tapi Mbah Inah mengelak dan melepaskan genggaman tangan kedua Bodyguard itu yang akan menarik Tuti. “LEPASKAN ANAKKU!!” teriak Mbah inah sambil menarik tangan kedua Bodyguard itu. Tapi sayang, Mbah Inah malah terhempas jatuh kebelakang setelah didorong oleh salah satu Bodyguard pak Ardo. Mbah Inah yang kesakitan, tidak dapat berbuat apa apa lagi hingga Tuti dibawa oleh Bodyguard Pak Ardo secara paksa. Mbah Inah hanya bisa melihat Tuti berusaha melepaskan genggaman Bodyguard itu, hingga Tuti sudah menghilang dari pandangannya.
Diperjalanan Tuti ditarik tarik secara paksa. Ia tetap melawan hingga akhirnya Ia lepas dari genggaman bodyguard itu. Tuti lalu segera berlari sangat cepat. Begitu juga dengan Bodyguard Pak Ardo dan Pak Ardonya sendiri.
Tuti terjatuh tersandung batu bata. Kakinya yang tanpa alas, terluka parah hingga Tuti tak sanggup lagi berlari. “Mau kemana lagi kamu Tuti?” tanya Pak Ardo sambil menjulurkan pistolnya kearah Tuti. Tuti hanya diam tidak bicara, Tuti pasrah jika saat itu ia akan mati ditembak Pak Ardo. “Aku sudah geram dengan kamu Tuti!!” Pak Ardo lalu menekan pelatuk pistolnya.
DOORRRR!!!
Pandangan Tuti gelap. Ia mulai membuka matanya perlahan dan dipandangannya terlihat seorang wanita tua terbaring tak berdaya di dihadapannya dengan dadanya penuh dengan darah. Akibat peluru yang ditembakkan Pak Ardo tadi. Kepala Mbah Inah segera ditengadahkan di pangkuan paha Tuti. Pak Ardo segera lari melihat Mbah Inah yang tertembak oleh pistolnya.
Tuti mengoyak ngoyak tubuh Mbah Inah supaya sadar tapi Mbah Inah tetap menutup matanya. Tuti pun menangis hingga air matanya jatuh di wajah Ibunya itu.
Tidak lama kemudian, tangan Mbah Inah mulai bergerak, lalu Ia berusaha membuka matanya pelan pelan. Ia melihat Tuti yang sedang menangisi dirinya. “kamu kenapa menangis toh ndo?” tanya mbah Inah tertatih. Tuti terkejut melihat ibunya tiba tiba bangun “Ibu! ibu jangan pergi bu!! Ibu harus kuat ya, Tuti bakal gendong Ibu kerumah sakit sekarang. Ayok bu” ujar Tuti sambil mulai mengangkat tubuh Mbah Inah Inah yang tak berdaya “ nggak usah Ndo, ibu nggak bisa lama lama lag, ibu pesan ke kamu jaga dirimu baik baik dan anakmu juga ” ujar Mbah Inah lalu menghembuskan napas terakhirnya dipangkuan Tuti.. “ibuuuuuuuuuuuuu!!!!!!!” teriak Tuti menagis dan memeluk Mbah Inah…
0 komentar:
Posting Komentar