Cerpen:Perempuan Penjual Bunga
PEREMPUAN
PENJUAL BUNGA
“BADRIIIII….!!”
Teriak ibu Badri dari dapur.
“Apasi
Bu? Pake segala teriak-teriak kayak tarzan ajah” ujar Badri kesal.
“Tolong
Belikan ibu bunga Dri ”
“Dimana
? Badri gatau bu. Ibu ajah napa, Badri lagi mager banget nih”
“di
jl teratai sana. Kalau kamu nggak mau, ibu stop uang jajanmu 1 bulan” ujar ibu
Badri dengan nada mengancam.
“yaelah
Bu iyadah iya . Mana duitnya?” Ujar Badri ketus. “Oia mau beli bunga apa Bu?”
“Bunga
mawar putih Dri”
Ibu
Badri memang sangat menyukai bunga. Wajar saja kalau di setiap sudut rumahnya
selalu di penuhi bunga. Ini kadang membuat Badri risih, Badri paling benci sama
yang namanya bunga. Ia benci bunga karena alergi terhadap tumbuhan indah itu,
setiap kali bunga dekat kewajahnya dia selalu bersin. Oleh karena itu Badri
tadi menolak disuruh beli Bunga, tapi karena ancaman ibunya mau tidak mau dia
harus mau.
Badri
melihat dipinggir jalan samping trotoar perempuan cantik yang menjual berbagai
macam bunga. Bunganya ditata rapih diatas gerobak. Melihat ada penjual bunga
Badri segera memarkir vespanya dekat gerobak bunga itu.
“cantik
cantik ko jualan bunga ya? Dipinggir jalan pula. Awas mba kena polusi ntar
cantiknya ilang” ujar Badri dalam hati.
“Mba,
beli bunganya dong” Ujar Badri sambil memilih milih bunga yang dipesan Ibunya
tadi. Tidak lupa Badri memakai masker untuk antisipasi jika tiba-tiba ia bersin
“iya
mas mau beli bunga apa? ” tanya perempuan itu.
“Bunga
mawar putih mba nih yang ini”Ujar Badri sambil menunjukkan 3 ikat bunga yang
sudah dipilihnya.
“oh
bunga mawar putih yaudah sini bunganya saya bungkus plastik dulu”
“udah
mba nggak usah nih uangnya mba” ujar Badri sambil memberikan uang 20.000.
“uangnya
berapa nih mas?” tanya Perempuan itu.
“loh
ini 20.000 mba” ujar lagi Badri.
“nih
kembalinya mas” Perempuan itu menyerahkan uang sepuluh ribuan dan lima ribuan.
“loh
ko banyak banget kembalinya? Gua kan beli 3. Biasanya 15 rebu” ujar Badri dalam
hati sambil menatap wajah perempuan itu.
“mba..mba
kembalinya kebanyakan nih” Ujar lagi Badri sambil memberikan uang sepuluh
ribunya.
“makasih
mas ya. Saya nggak tau”
“mm..iya
iya mba samasama ” ujar Badri lalu meninggalkan Perempuan itu.
Setelah
membeli bunga Badri langsung menancap gas melaju pulang kerumahnya.
Diperjalanan ia masih menghayalkan wajah perempuan tadi. Sepertinya Badri jatuh
cinta pada perempuan itu. “ah ngapa gue jadi mikirin dia si ?” tanya Badri
dalam hati.
Di
lorong koridor kampus..
“Dan,
lu tau nggak tadi gue ngeliat cewek cantik banget sumpah” Ujar Badri sambil
merangkul Bondan.
“wehh..
tumben nih temen gue yang satu ini ngomongin cewek. Biasanya juga lu ngomongin
cowok ganteng mulu hehe ” Ujar Bondan meledek.
“sialan
lu !! kali ini gue serius Dan. Kayaknya gue suka dah sama dia. Tapi gue masih bingung
kenapa gue tiba-tiba suka sama cewek ituya?” tanya Badri heran.
“mungkin
cewek itu cinta sejati lu kali. Emang siapa si?” ujar Bondan sambil asyik
memainkan pspnya.
“cinta
sejati? Cewek itu penjual bunga Dan. Dia biasanya jalan di jl teratai deket
rumah gue”
“Tukang
bunga? Lu yakin ? aduh Dri, Dri. Gue kira dia anak kampus ini tapi malah penjual
bunga. Lu nggak salah milih kan? Lu ganteng Bro tapi lu bego milih ceweknya.
Mending lu ikut Take Me Out dari pada sama tukang bunga itu” ujar Bondan
panjang lebar dan merasa sok paling bener.
“
Tukang bunga yang ini beda Dan. Dia cantik, manis, dan yang paling gue seneng
dari dia tuh lesung pipinya. Serasa pengen gue cubit tuh pipinya” Ujar Badri.
“Secantik
cantiknya cewek tetep ajah kalo lagi beol tampangnya jelek haha” Ujar Bondan
dengan nada candaan.
“nyesel
gue ngomong sama lu Dan. Gue ke kelas dulu ah males gue ama lu” ujar Bondan
sambil berlari meninggalkan Bondan yang masih asyik dengan PSPnya.
“woii
Dri jangan marah dong. Tungguin Gue” Bondan lari mengejar Badri. Tapi karena
badannya terlalu besar alias gendut baru 5 kali langkah ajah udah capek.
Dikelas..
Badri
asyik menari-narikan tangannya di atas kertas kosong berwarna putih. Dia
menggambar bunga mawar putih. walaupun gambarnya nggak ada bentuknya sama
sekali Ia tetep meneruskan gambarnya. Bisa dibilang masih mending gambar anak
TK al-azhar dari pada gambar bunga yang Badri gambar itu. Badri menggambar
bunga itu karena mengingat kejadian tadi pagi. “ko gue jadi galau gini yaa? Apa
mungkin gue fall in love? ” tanya Badri dalam hati.
*BUUUKK*
“Awww.
Lu ngapa mukul gue Dan ? sakit bego!!” ujar Badri ketus.
“hah
ague lucu ajah sama lu. Dari tadi gue liat lu gambar bunga jelek banget sumpah
kalo gue nila 1-10 Itu gue nilai 5. Berarti lu remed Dri haha” Ujar Bondan
mengejek gambar bunga yang dibuat Badri tadi.
“ah
kampret lu Dan. Gue tiba tiba kangen banget sama itu penjual bunga Dan” ujar
Badri sambil melihat gambarnya yang tidak karuan wujudnya.
“hmm..
kayanya kali ini gue harus bantu lu nih Dra. Gue nggak mau ngeliat lu galau
mulu. Ayok gue temenin lu ke penjual bunga yang lu bilang itu” ujar Bondan
sambil menarik tangan Badri yang sedang memegang kertas hingga kertas itu pun
terjatuh di lantai.
“tunggu
dulu Dan. Kertas gue jatoh” Ujar Badri sambil
mengambil kertas yang tergeletak di lantai.
“kertas
gambar jelek ajah masih diambil. Yaudah ayok cepet”
Mereka
pun segera ke parkiran menjemput motornya masing-masing. Sampai di parkiran
mereka segera menghidupkan motor lalu melaju ke tempat perempuan penjual bunga
itu berada. Badri melaju dengan motornya sangat cepat seakan-akan dia sudah
tidak sabar menunggu pujaan hatinya itu walaupun masih berlabel calon. Badri
sampe lupa kalo Bondan tertinggal jauh di belakang.
Singkat
cerita mereka tiba di tempat jualan bunga yang tadi Badri beli. Tapi hanya
terlihat gerobak yang diselimuti dengan terpal warna biru. Badri melihat
arlojinya. Ternyata sudah jam 5 sore. Badri lalu menanyakan keberadaan
perempuan itu ke abang-abang batagor yang précis berada disamping gerobak
bunga.
Badri
menghampiri abang-abang batagor yang sedang sibuk melayani pelanggannya“Permisi
bang, numpang nanya?” tanya badri.
“boleh
mas mau nanya apa?”tanya balik abang batagor.
“Dri,
lu mau beli batagor?” tanya Bondan berbisik ke Badri.
“Lu
diem dulu Dan gue lagi ngomong sama abang ini nih” ujar Badri dengan wajah
kesal karena mengganggu percakapannya dengan Abang batagor.
“oia
bang, saya mau nanya perempuan yang jual bunga ini kemana ya? Udah pulang dari
tadi?” ujar bondan sambil menunjuk tangannya kearah gerobak bunga.
“oh..
mbak intan. Mbak intan barusan saja pulang mas”
“baru
pulang bang? Tapi abang tau nggak rumahnya dimana?” tanya Badri penasaran.
“iya
baru sekitar 10 menit yang lalu lah. Tapi saya kurang tau rumahnya mbak intan
mas”
“oh
yaudah yak bang makasih” wajah Badri sontak memelas karena intan(penjual bunga)
sudah pulang. Badri segera meninggalkan warung batagor lalu menghampiri motor
yang diparkir tidak jauh dari warung batagor. Badri lalu duduk di tepi trotoar
dengan menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. “kenapa gue jadi nggak
karuan gini? Kenapaa? Kenapaa? Kenapa gue harus begiinii!!!!!” gerutu Badri
dalam hati.
Bondan
datang menghampiri Badri yang sepertinya sangat terpukul “Udahlah Bro besok
juga masih bisa ketemu kan? Kalo emang jodoh ya nggak kemana walaupun lu
tinggal dihutan kalo itu jodoh lu, dia nggak bakal kemana-mana ” Ujar Bondan
menyemangati Badri sambil mengulurkan tangannya untuk membantu Badri berdiri.
“bener
juga kata lu Dan. Besok gue kesini lagi dah” ujar Badri sambil menyambut uluran
tangan Bondan.
“nah
gitu dong. Baru ini sahabat gue ayok kita pulang”
Badri
dan Bondan lalu meninggalkan tempat itu.
***
Keesokan
paginya Badri berangkat kuliah lebih awal yang seharusnya jam 10 dia sudah
berangkat jam setengah 7 karena ingin bertemu Intan di tempatnya berjualan
bunga. Sampai di tempat Intan berjualan. Kehendak berkata lain, kondisinya
masih sama seperti kemarin dengan gerobak yang seharusnya sudah tertata rapih
dengan bunga-bunga yang cantik tapi masih tertutup rapat oleh terpal. Tapi
Badri berpikir positif, kalau Intan belum berangkat atau macet dijalan.
1
jam berlalu. Badri masih setia menunggu duduk di tepi trotoar sambil melihat keramaian
kendaraan yang berlalu lalang.
Badri
melirik arlojinya. Jarum jam sudah menunjuk kearah jam setengah 10. Badri mulai
lelah menunggu Intan. Dia menunggu 5 menit lagi kalau tidak ada dia segera
jalan kekampus. 5 menit pun berlalu, Badri segera menghidupkan motornya lalu
meluncur menuju kampus dengan wajah yang sangat kecewa.
Dikantin
kampus…
“Bro,
gimana tadi udah ketemu penjual bunga itu? “ tanya Bondan sambil duduk
disamping Badri.
“maksud
lu Intan? ” tanya balik Badri.
“iya
Intan Intan itulah. Gimana kata dia? Dia mau jadi pacar lu? ” Tanya Bondan
lagi. Tapi pertanyaan Bondan sepertinya tidak digubris oleh Badri. Badri hanya diam seribu bahasa
sambil memainkan sedotan yang ada di gelas berisi teh manis.
“woiii
Bro jangan diem ajah gue nanya nih!” ujar Bondan membuyarkan lamunan Badri.
“oiaa
iya..iya Dan. Gue lagi mau sendiri dulu Dan sory ya gue nggak mau diganggu
dulu” ujar Badri segera meninggalkan Bondan.
“Badri..Badri
gara-gara cewek lu jadi kaya gini” Bondan menggelengkan kepala sambil meminum
jus mangga yang barusan ia pesan.
Diparkiran..
“Woii
Bro lu mau pulang? Apa mau coba ke tempat jualan si Intan itu?” ujar Bondan memberikan Saran ke Badri supaya
mampir ke tempat Intan jualan.
“nggak
usah Dan, gue mau pulang ajah” jawab Badri
lirih.
“yaudah
kalo gitu. Lu hati-hati Bro, gue nggak mau lu gara-gara cewek jadi nggak ada
semangat begini”
Tanpa mendengarkan saran Bondan, Badri
langsung pulang tanpa pamit kepada Bondan.
***
Seminggu
berlalu..
Sore
itu Badri bersepeda dengan sepeda fixie berwarna merahnya. Saat sedang
melintasi jl kenangan Ia melihat sesosok perempuan memakai sweater merah.
Perempuan yang selama ini Ia cari-cari. Iya itu dia intan. Intan berjalan
sendiri di trotoar dengan tongkat yang membantunya berjalan. Badri segera
mendekati Intan.
“ko
Intan pake tongkat ya? Apa dia nggak bisa liat?” Tanya Badri heran.
“heii
mbak Intan” panggil Badri ramah.
“hei
juga, siapa ya ? ” ujar Intan.
“ini
aku mbak yang kemarin beli mawar putihnya mbak. Ngomong-ngomong mbak mau kemana
? ”
“oh
si mas yang beli bunga aku toh. Aku mau pulang nih mas, emang kenapa ya?” ujar
Intan lagi.
“oh
mau pulang, ikut aku yuk tan ke taman villa enak loh disana danaunya bagus.
Kamu naik sepeda aku nih” Ujar Badri mengajak Intan sambil menunjukkan sepeda
supaya mau ikut dengannya ke taman.
“maaf
mas aku nggak bisa ngeliat apa-apa. Aku nggak bisa naik sepeda, aku pulang ajah
maaf mas ya” ujar Intan menolak ajakan Badri.
Badri
terkejut mendengar pengakuan Intan kalo dia tidak dapat melihat. Tapi Badri
tetap suka dengan Intan walaupun Intan tidak dapat melihat apapun. Badri sangat
menghargai pengakuan Intan tadi kepadanya. Bagi Badri fisik itu tidak penting
yang penting adalah rasa sayang yang tulus. Buat apa fisik sempurna kalo hanya
menyakiti? Iyakan? Lebih baik fisik cacat dari pada hati yang cacat.
“maaf
tan aku nggak tau kalo kamu ngga bisa mel---” ujar Badri tidak melanjutkan
kata-katanya karena tidak enak dengan Intan.
“oh
nggak papa ko mas. Aku pulang ajah ya mas Dahhh!!” Ujar Intan melanjutkan perjalanannya dibantu
dengan tongkatnya.
“Tunggu
tan!!” Ujar Badri menghampiri Intan.
“apalagi
si mas? Aku mau pulang. Kalo mas mau jalan-jalan ketaman sendiri ajah ya mas”
ucap Intan lembut.
“Ayodong
Tan pliss sekali ini ajah ” ujar Badri sambil memegang lengan Intan.
“mm..yaudah
deh aku mau tapi kali ini ajah ya?”
“yess!!
Nah gitu dong”
“terus
kamu naik sepeda? Aku jalan ? jahat ihh” tanya Intan.
“ya
nggaklah ntar sepedanya aku tuntun ” jawab Badri sambil mengulurkan tangannya. “ayok
jalan”
“iyaa
mas”
Ditaman
villa..
Mereka
duduk di pinggir danau. Mereka berbincang-bincang seru hingga Intan curhat
tentang ibunya yang meninggal seminggu kemarin karena sakit stroke. Oleh sebab
itu selama seminggu dia tidak jualan karena harus pulang kekampung halamannya.
Sekarang Intan tinggal dirumahnya bersama adiknya yang duduk dibangku smp kelas
3. Intan juga curhat ke Badri kalau ia ingin sekali bisa melihat seperti
manusia biasa. Dulu waktu intan masih smp, Ia masih bisa melihat tapi karena
matanya alergi dengan cahaya matahari lama-kelamaan matanya pun semakin rusak
dan tidak bisa melihat. Walaupun tidak bisa melihat, ia sangat semangat dalam
bekerja mencari uang untuk menafkai adiknya bersekolah. Karena ia tidak ingin
terbelenggu dengan kebutaanya ini.
Mendengar
curhatan dari Intan. Badri sangat sedih dan tersentuh hatinya untuk membantu.
Tapi Badri bingung harus bantu apa? .
“oia
tan kamu nggak mau operasi mata emang? Biar bisa melihat lagi gitu” tanya
Badri.
“pasti
si mau mas tapi saya nggak punya cukup uang untuk operasi. Boro-boro operasi
makan ajah aku masih sulit” ujar Intan terlihat ia meneteskan air matanya. Ia
sedih karena tidak bisa melihat seperti orang-orang lainnya.
“eh
kenapa kamu nangis tan. Maaf kalo aku salah ngomong ya” ujar Badri sambil
menyingkirkan butiran bening di wajah Intan.
Intan
lalu menyingkirkan tangan Badri yang
berada diwajahnya “ngg.. nggak papa ko ayok kita pulang. Udah lama kita disini
adik aku kayanya udah nunggu dirumah” ujar Intan.
“yaudah
yuk. Nih tongkat kamu. Aku antar ya sampai rumah?”
“nggak
usah ko mas”
“udah
nggak papa ntar kamu nyasar lagi ayok”
“yaudah
deh kalo masnya maksa lagi”
***
Semenjak
Badri jalan jalan dengan Intan ke taman. Ia selalu mampir ke tempat Intan
jualan. Setiap hari ia selalu beli 1 tangkai bunga mawar. Dari benak hati
Badri, ia sangat ingin membantu Intan untuk operasi. Oleh karena itu
akhir-akhir ini Badri sedikit menyisihkan uangnya untuk membantu Intan.
Sampai-sampai Badri rela kerja di sebuah toko makanan menjadi seorang pelayan.
Badri memang sungguh-sungguh ingin membantu Intan supaya dapat melihat kembali.
Singkat
cerita 1 tahun berlalu. Uang yang dikumpulkan Badri dari gaji, jual motor Honda
tigernya dan semua tabungan sudah terkumpul semuanya 20 juta. Badri
dengar-dengar dari teman-temannya kalau ingin operasi mata membutuhkan uang
30juta. Berarti 10 juta lagi yang harus dikumpulkannya. Badri sudah tidak punya
uang lagi, satu satunya cara supaya dapat tambahan uang, dia harus pinjam.
Badri
mencoca meminjam uang 10 juta oleh
ayahnya. Walupun ayahnya pertama sulit untuk dipinjamkan uangnya tapi setelah
dibujuk-bujuk oleh Badri akhirnya ayahnya meminjamkan 8 juta. “masih kurang 2
juta lagi!! Gue harus minjem ama siapa lagi?” tanya Badri dalam hati. “BONDAN!!
Iya si Bondan gue haru minjem sama dia” ujar Badri dalam hati.
Keesokkan
harinya Badri dipinjamkan uang 2 juta oleh Bondan walaupun Bondan ikhlas nggak ikhlas ngasihnya tapi karena temen
Bondan sepertinya ikhlas walupun sedikittttt…
Pagi
ini sebelum berangkat sekolah Badri akan menyerahkan uang yang telah ia
kumpulakan selama ini ke Intan.
Ditempat
Intan berjual bunga…
“Tan,
aku beli bunga ini nih ” ujar Badri sambil menunjukkan Bunga mawar putihnya
walupun Intan tidak melihatnya.
“Bunga
mawar putih pasti? Iya kan?” tanya Intan.
“hehehe
tau ajah kamu”
“iyalah
kamu kesini kan cuman beli bunga mawar putih doang”
“oia
nih aku ada sedikit rejeki buat operasi mata kamu” Badri menyerahkan amplop
coklat tebal berisi uang 30 juta ke tangan Intan.
“buat
apa Dri? Aku nggak mau ngerepotin kamu mulu ah. Nih aku balikin” Intan
menyerahkan amplop itu ke Badri lagi.
“tolong
kamu terima tan, ini uang sudah aku kumpulkan hanya buat kamu. Aku ingin kamu
bisa melihat lagi. Aku ingin kamu seneng tan, kalo kamu nggak terima aku akan
marah seumur hidup sama kamu. Pliss tolong kamu terima uang ini. Aku sayang
kamu tan” Ujar Badri sambil menggenggam tangan Intan.
“tapi
aku ---” Intan tidak bisa bicara apa-apa lagi. Dia terlihat sedih hingga air
matanya pun mengalir.
“udah
dong jangan nangis ya. aku mau berangkat kuliah dulu bye Intan. Oia nanti kalo
udah sembuh kita ketaman lagi ya. Kita ketemu lagi kalo kamu udah operasi oke”
ujar Badri sambil meninggalkan Intan yang masih menangis terharu.
Singkat
cerita 3 tahun berlalu. Badri pulang ke Indonesia setelah melanjutkan studynya
di jepang. Ia ingin sekali bertemu dengan Intan. Sesampainya dirumah ia
menjemput sepedanya lalu bergegas ke tempat Intan berjualan. Ia benar-benar
sudah tidak sabar bertemu Intan. Selama 3 tahun terakhir ia selalu memikirkan
keadaan Intan dan ini saatnya ia bertemu dengan pujaan hatinya itu walaupun
belum jadian.
Tiba
ditempat Intan berjualan. Badri diam tanpa kata melihat tidak ada apa pun di
pinggir jalan yang biasa Intan menjajakan bunganya. Disana hanya terlihat halte
bis yang 3 tahun lalu belum ada. Semuanya banyak pengalami perubahan setelah 3
tahun lamanya. Badri nggak tau harus ngapain lagi. Dia sandarkan sepedanya di
depan halte lalu ia duduk. Badri seperti tidak ada semangat hidup lagi,
sebenarnya ia pulang dari studynya untuk melamar Intan tapi sepertinya bukan
jodohnya.
Badri
pun bergegas pulang karena langit sudah terlihat gelap angin pun bertiup sangat
kencang sepertinya akan turun hujan deras. Diperjalanan ia melihat toko bunga
bernama INTAN FLOWER. Badri pun mampir ke toko itu, ia melihat lihat bunga
bunga yang tersusun sangat cantik di rak-raknya. Seperti biasa Badri mengambil
seikat bunga mawar putih.
“mau
beli bunga mawar putih mas?” terdengar suara perempuan dari balik tubuh Badri.
Badri
menengok kebelakang“intan?” ujar Badri terkejut melihat Intan.
“loh
ko tau nama saya? ”tanya Intan heran.
“Ini aku Bad---” sebelum Badri meneruskan
ucapannya. tiba-tiba pria tinggi putih mengenakan jas menghampiri Intan”Sayang,
ayok kita pulang. Tokonya udah dijaga sama tagor kamu nggak usah capek capek
jaga toko hari ini” Ujar pria itu ke Intan.
Badri
hanya tersenyum menahan sakit hatinya melihat Intan dengan pria itu.
“kamu
kenal pria itu sayang?” ujar pria itu lagi sambil menunjuk ke Badri.
“nggak
ko kita nggak saling kenal. Permisi saya mau keluar” seru Badri sambil
meninggalkan Intan dan pria itu.
Intan
membalikkan tubuh lalu melihat Badri yang keluar dari tokonya. Intan meneteskan
air mata melihat Badri pergi dengan wajah yang sangat kecewa, ia sebenarnya
tahu kalau itu Badri tapi apa mau dikata dia sudah milik orang lain dan nggak mungkin
berpaling dari kekasihnya.
Badri
mengayuh sepedenya dengan cepat. Hati Badri benar benar runtuh hancur
berkeping-keping melihat Intan pujaan hatinya sudah menjadi milik orang lain. Sangking
cepatnya Badri tiba tiba sulit mengendalikan sepedanya.
JEGEERR!!
Badri tidak dapat menghindari lubang ditengah jalan. Badri tergelepak ke aspal dengan tubuhnya yang berlumuran darah
kepalanya pun terbentur hingga bocor. Badri di bawa kerumah sakit, tapi sayangnya
semua itu terlambat. Nyawanya pun tidak dapat tertolong lagi. Badri meninggal
dunia dengan meninggalkan kenangan yang pahit bersama Intan.
0 komentar:
Posting Komentar