123, Example Street, City 123@abc.com 123-456-7890 skypeid

Senin, 14 April 2014

I wanna be to care

DRRTTT…DRRT…

Getaran hape di saku kemeja Alif, sangat mengganggu perjalanannya ke kampus. Disana ia sudah ditunggu oleh Dian--pacarnya. Motornya terus melesat dengan cepat hingga jarum di speedometer berada di angka 80km/jam.

Sesampainya di kampus, Dian memandang Alif dengan wajah penuh kejengkelan.

“Kemana dulu sih kamu ?! Udah aku tungguin dari tadi. Bisa telat aku ntar kesalonnya. Sampe-sampe aku ditinggal temen aku kan tuh disalon. GARA-GARA KAMU NIH !!” ujar Dian dengan nada tak ramah.

“Yaudah aku minta maaf. Yaudah yuk kita pergi” Senyum Alif mencoba untuk mencairkan suasana.

Dian pun duduk diatas motor masih dengan wajah cemberut dan bibir mengkerucut.

Diperjalanan, tak ada sepatah kata pun yang terlontar dari mulut mereka berdua. Mereka saling kaku. Tak enak dengan suasana yang dingin seperti ini, Alif pun lagi-lagi mencairkan suasana yang dingin menjadi hangat kembali.

“Oiya sayang, kamu ke salon mau potong rambut atau keramas doang ?” tanya Alif sambil melihat wajah Dian dari kaca spion.

“Aku cuma mau potong doang kok”

“Potong pendek ?”

“Ya kalo potong pasti di pendek lah, masa di panjangin. Itu mah nyambung rambut”

Percakapan mereka pun terus berlanjut dan sesekali di selingi dengan candaan dari Alif supaya nggak terlalu terkesan serius. Tak terasa perjalanan sudah sampai di salon. Mereka parkirkan motor tepat didepan salon.

“Kamu tunggu di luar aja ya ” pinta Dian lalu mendorong pintu dan masuk kedalam salon.

“Iya sayang”

Alif menunggu di warkop yang tidak jauh dari salon. Kira-kira 20 langkah dari salon. Ia memesan kopi dan menghisap sebatang rokok putih. Disampingnya, duduk seorang pria tua yang juga sedang merokok. Lantas mereka akhirnya ngobrol. Kebetulan sehabis pemilu, mereka membicarakan pemimpin Indonesia yang akan terpilih nantinya. Pria tua itu sangat pandai berbicara apalagi politik. Terlihat sekali gaya berbicaranya yang menggebu-gebu. Pria tua itu bilang “Pemimpin sekarang memang pintar. Tapi ngga punya hati”.

 Obrolan mereka terhenti sejenak karna suara telpon dari hape Alif.

Di ambilnya hape dari saku lalu mengangkatnya.

“Kamu dimana si ? aku udah nih. Pergi-pergi mulu” Dian marah, suaranya sampai menggangu pendengaran Alif.

“Iya, sebentar aku lagi diwarkop. Aku kesana sayang”

Dimatikannya telpon lalu membayar kopi dan pergi. Tidak lupa, Alif berpamitan dengan pria tua tersebut.
Alif menghampiri Dian yang sedang serius dengan smartphonenya. Lalu menepuk pundak Dian.

“Nungguin ya ? hehehe maaf sayang tadi aku dari sono noh” Alif menunjuk warkop yang tadi ia kunjungi.

“Bodo” jawab Dian datar. “Yaudah ayok ah jangan lama-lama aku mau tidur. Tiba-tiba kepala aku pusingnih ” Ujarnya lagi lalu naik keatas motor.

Sampai di depan gang, Dian turun. Seperti biasa, Alif hanya mengantar Dian sampai depan gang. Karna Dian nggak mau hubungannya diketahui oleh orang tuanya kalau Alif mengantarnya sampai rumah. Bagi Dian, mengantarnya sampai depan rumah sama saja kiamat.

Tiba dirumah, Dian langsung menghantam tubuhnya dikasur. Wajahnya pucat. Suhu badannya perlahan semakin panas. Dian menggigil dan tubuhnya harus dibalut dengan selimut berlapis.

Untuk mengangsurkan suhu tubuhnya. Dian diberikan kompres yang diletakkan didahinya.
Tak lama kemudian Alif menelpon. Tak diangkat oleh Dian yang masih menggigil. Sejam kemudian, Dian 
sudah mampu menggunakan hapenya dan membalas sms dari Alif.

Maaf sayang, aku nggak ngangkat telpon dari kamu. Aku sakit, nggak tau kenapa pas  
pulang tiba-tiba pusing. Mungkin karna tadi belom makan,  sama kepala aku kena ujan 
Juga :(
 
 





Sms dari Dian lalu dibalas Alif


Kamu sakit ? ko bisa ? yaudah aku kerumah kamu ya. Aku kerumah kamu nih sekarang.
 

 



Semenit kemudian dibalas lagi oleh Dian. Namun sepertinya kali ini Dian sangat kesal.

Kerumah aku ? kamu gila ya ?! kamu tuh apa-apaan sih mau kerumah aku segala. Yang
 ada malah nanti kita ketauan kalo pacaran. Ada-ada aja kamu!! Nyesel aku ngasih tau 
kamu kalo gini caranya
 
 





Alif sejenak menatap layar handphonenya dengan tatapan berkaca-kaca. Entah apa yang salah dari dia. Ia tak mengerti kenapa hal yang baik dan perhatian kepada orang yang disayanginya malah dianggap kesalahan besar, lebih parahnya lagi. Dian yang ngomong sendiri.

Nggak mau Dian makin marah dan malah berantem lagi. Alif pun mengalah.

Yaudah sayang, maaf aku minta maaf. Aku nggak kerumah kamu kok. AKU JANJI. 
Maafin aku ya sayang. Cepet sembuh ya sayang
 
 



Dibalas Dian.

Iyaaa. Awas aja kamu kalo kerumah aku. Kalo kamu kerumah aku berarti kamu nggak 
nepatin janji. Kamu nggak sayang sama aku juga berarti !!
 

 
Alif membuka pesan  dari Dian. Lagi, dia termenung melihat sms dari Dian. Alif tau kalo pacaran dengan Dian memang nggak gampang. Harus diem-diem dari orang tua Dian. Untuk kerumah Dian saja, harus curi-curi waktu kalau nggak ada orang tuanya.

Sudah beberapa kali juga Alif  berusaha buat ketemu sama orang tua Dian. Namun usahanya selalu terbendung oleh Dian yang selalu melarangnya kerumah.

Maka dari itu, Alif sering kali juga berpikir kalo sebenarnya orang tua Dian tidak melarang Dian berpacaran tapi Dian-nya-saja yang memang tidak membolehkan Alif datang kerumah untuk ketemu keluarga Dian.
Pusing karna terus memikirkan hal yang merusak kinerja otaknya ini. Alif pun langsung mematikan lampu kamarnya dan tidur. Tidak lupa, ia juga menyalakan musik mellow untuk menemani tidurnya malam ini.

***
Siang kali ini begitu terik hingga menyeruak kekantin kampus, cahayanya menyilaukan mata dan panasnya menembus baju hingga menusuk dikulit. Sebatang rokok telah dihisap lalu baranya dimatikan diasbak. Sebatang rokok pun diambil lagi dari bungkusnya. Dibakarnya rokok itu dan asapnya terhembus udara dari mulutnya.

Alif sangat stres. Ia bingung dengan keadaan yang dialaminya ini. Ingin sekali ia menjenguk Dian. Namun apa mau dikata, orang yang dijenguk malah melarangnya untuk datang.

Drrtt…Drrt..
Hapenya bergetar. Dengan cepat ia raih hapenya dari saku celana jeansnya. Ternyata telpon dari Dian. Telpon tersebut tak langsung diangkat oleh Alif. Ia hanya melihat gambar gagang telpon berwarna hijau dengan wallpaper wajah Dian dilayar hapenya.

“Kenapa Dian menelpon ?” Tanya Alif dalam hati.

Tidak enak dengan perasaannya tentang Dian. Alif langsung memencet tombol oke. Namun terlambat. Telpon dari Dian sudah mati terlebih dahulu.

Ia langsung menelpon balik Dian. Tapi sayangnya, pulsa Alif tak cukup untuk menelpon Dian. Sekedar sms pun juga tidak cukup. Hati Alif tiba-tiba sangat resah. Sesekali juga, ucapan Dian di sms kemarin masih terngiang didalam pikirannya. Yang melarangnya datang kerumah Dian.

Dikamarnya ia sedang diperiksa oleh Dokter. Keadaan Dian semakin lama semakin parah. Tangannya pun sudah diberi jarum infus. Ia seperti orang yang tak memiliki tenaga untuk hidup lagi. Tertidur dan mengucapkan nama ALIF berulang kali.

“Alif…Alif..Alif” ritihnya.

“Alif siapa ?” tanya ibu Dian kepada Dian. Namun Dian tak menggubris pertanyaan ibunya itu. “Yaampun Dian kenapa kamu bisa begini” ibu Dian menangis dipelukkan anaknya yang tak berdaya itu.

“Alif itu pacarnya Mba Dian bu, daritadi aku coba menelpon dia pake hape Mba Dian tapi nggak diangkat-angkat” ujar Shila-adiknya-Dian-umur 17tahun ketika masuk kekamar Dian.

“Yaudah coba kamu telpon lagi” suruh ibu Dian sambil tergesah-gesah.

“Iyaa..bu iyaa sabar ini mau aku telpon”

Dering hape berbunyi disaku kemeja Alif. Lalu diangkatnya telpon itu.

“Assalammulaikum, Kak Alif ya ?”

“Waalaikumsalam, kenapa Dian ?”

“Bukan..bukan saya bukan Dian kak, saya adeknya Mba Dian kak. Saya minta tolong kak, tolong banget sekarang kakak kerumah mba Dian. Mba Dian kritis kak. Dari tadi Mba Dian manggil-manggil nama kakak terus”

Jleb. Dada Alif seperti tertusuk pisau dan menembus kepunggungnya ketika mendengar keadaan yang begitu parah yang sedang dirasakan Dian. Sepatah kata pun masih terpendam untuk diutarakan kepada Shila.

“Ngg…Gimana ya ?”

“Kakak nggak bisa ? Yaampun kak, tolong kak demi Mba Dian juga”

“Iyaa.. kakak juga tau ini semua demi Mba Dian. Tapi kakak nggak dateng kerumah kamu juga demi Mba Dian. Kemarin Mba Dian melarang kakak kerumah kamu, dia bilang kalo kakak kerumah kamu berarti kakak nggak sayang sama dia. Kakak mau buktiin ke dia kalo kakak sayang sama Dia”

“Maksud kakak ?”

“Kamu nggak akan ngerti”

“Oke kak oke, terserah apa yang kakak maksud itu tapi tolong plissss… kakak dateng kerumah sekarang!”
Dian, perlahan menggerakkan tubuhnya. Lalu Dian  melihat percakapan Shila dengan Alif lewat handphone.

“Shil..sin..sini hapenya” ujarnya rintih sambil mengulurkan tangannya meminta handphone supaya ia dapat berbicara dengan Alif.

“Mba Dian ? ”

Shila langsung memberikan handphone ke Dian.

“Hal…halo Alif ?”

“Dian ?” Alif bengong.

“Iya aku Dian, Lif”

“Dian, aku minta maaf nggak bisa dateng kerumah kamu. Aku udah janji kekamu kalo aku nggak bakal kerumah kamu lagi. Aku bakal nepatin janji itu, Dian. Aku mau buktiin kekamu kalo aku emang bener-bener sayang sama kamu” ujar Alif tak kuasa menahan air mata dari pelupuk matanya.

“Lif..Alif aku nggak bermaksud seperti itu”

“Aku udah janji sayang. Dan kamu yang menyuruh aku kayak gitu. Semoga cepet sembuh Dian. Aku sayang kamu”

Tuttt…tuttt sambungan telponnya dimatikan oleh Alif.

Dian menangis sejadi-jadinya. Ia menyesal telah berbohong dan menutup-nutupi hubungannya dengan Alif kepada orang tuanya. Dan menyuruh Alif untuk tidak boleh datang kerumahnya. Sambil meringis kesakitan ia terus menangis. Air mata kesakitan dan air mata penyesalan sudah tercampur aduk.

Tiba-tiba tangisannya mulai reda. Rambut panjangnya yang tergerai begitu nyaman dibelai dengan sentuhan lembut tangan laki-laki. Entah siapa dia yang melakukannya. Dian begitu merasakan kenyamanan yang begitu menenangkan hatinya. Seperti seseorang yang tak asing di kehidupannya. Seseorang yang selalu ada ketika ia butuhkan. Seseorang yang ketika berada disampingnya terasa aman lah kehidupannya.

Ia menengadahkan kepalanya. Tatapannya terfokus pada orang tersebut. Air matanya mengalir hingga membasahi pipinya ketika melihat seorang pria tersenyum dihadapannya.

“Gimana kabar kamu ? udah baikkan ?” tanya Alif dengan penuh kasih sayang.
Dian hanya mengangguk bahagia.

“Aku…aku..” Dian mencoba berbicara namun jari telunjuk Alif berada dibibir Dian untuk mengahalangi Dian berbicara.

“Nggak usah ngomong apa-apa”

Alif lalu mencium kening Dian dan memeluk Dian dengan penuh kasih sayang. Kehangatan dalam pelukkannya membuat Dian semakin nyaman dan melupakan segala penyakit yang sedang dideritanya.

“Aku sayang kamu Lif !”

I love you too, ucap Alif dalam hati.

Ceritanya quote nih :
Jangan sesekali membutuhkan orang yang kamu sayangi hanya ketika kalian butuhkan. Coba datanglah ketika dia yang membutuhkan kalian.





0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Pages

Super Stars

Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Post

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

Friendzone