123, Example Street, City 123@abc.com 123-456-7890 skypeid

Jumat, 14 Februari 2014

Happy "Poor" Valentine



“Woi minggir lu, dasar cabe gorengan. Hus..hus..” Ana mengusir segerombolan anak-anak perempuan yang sedang asyik ngobrol di meja kantin.

Ana dikenal cewe yang cantik disekolahnya. Dengan kulitnya yang putih, alisnya lentik, rambutnya dicepol, giginya pun tersusun rapih tanpa goresan jigong satu pun disela-sela giginya, di behel pula hingga membuatnya tampak fashionable. Cewek Metroseksual.

Ana tidak sendirian di kantin. Ia selalu ditemani Ria dan Riri. Mereka selalu digandrungi oleh para cowo-cowok disekolah. Nggak jarang mereka digodain ketika sedang melintas didepan segerombalan anak-anak cowo. Bukan hanya anak cowo yang menggodanya, Pak Toro yang notabenenya adalah seorang penjaga sekolah yang lanjut usia, juga ikut-ikutan menggoda mereka, khususnya Ana.

Munyun yang duduk tidak jauh dari Ana dan genknya, sontak melihat keributan yang dibuat oleh Ana tadi. Ia memandangi Ana dengan tatapan menarik, hayalanya tiba-tiba melambung tinggi, jiwanya beterbangan dilangit cinta, lalu terjatuh. Iya.. Munyun jatuh cinta kepada Ana.

Munyun tidak terlalu tampan bahkan memang tidak tampan. Wajahnya dibawah rata-rata orang jelek. Kulitnya sawo matang, mengenakan kacamata, yang paling membuatnya tampak seperti manusia purba,yaitu rambutnya yang belah tengah (maafkan anak ini tuhan).

Ana dan Genknya langsung memesan pesananannya.Tidak lama kemudian pesanannya datang. Ana dan genknya segera menyantap hidangan yang disajikan oleh Pak Norik, si tukang mie ayam.

Dari kejauhan Munyun masih memandangi Ana sambil menyedot aqua gelas dengan sedotan. Tiba-tiba Ana menengok kearahnya. Sontak Munyun kaget dan pura-pura membersihkan meja dengan dasinya.

Ana melihat Munyun dengan tatapan aneh cenderung jijik.

Munyun yang masih kagum dengan Ana, tak sadar kalo bel masuk sudah berbunyi. Lantas setelah itu dia menengok kemeja yang Ana tadi tempati. Tapi yang dia lihat hanya tisu dan dua botol saus dan kecap. Ana sudah pergi.

Dari belakang, Pak Joni menepuk pundak Munyun. Munyun langsung menengok kebelakang.
“Kenapa pak ?”

Pak Joni menggelengkan kepala sambil melipat tangannya di dada “Sekarang jam berapa ? nggak punya kuping ya ? sekarang udah bel!” Ujar Pak Joni dengan nada membentak hingga membuat Munyun kabur.
---------

Semenjak dua matanya melihat sesosok Ana yang dianggapnya jelmaan dari bidadari surga, ia semakin sering mengikuti Ana kemana-mana. Munyun sudah layaknya seperti psikopat yang haus akan cinta seorang gadis.

Kemana Ana pergi disitulah Munyun akan berada, meskipun tidak dekat. Biasanya kalo Ana kekantin Munyun mencari kesempatan dengan duduk tidak jauh dari Ana. Untungnya Ana belum mengetahui kalo saat ini ia sedang ada yang mengikuti.

Munyun semakin hari semakin gila kepada Ana. Tak kuasa ia ingin menyatakan cintanya kepada Ana. Namun apa yang terjadi jika Munyun akan menembak Ana ? mungkin akan terjadi letusan gunung merapi.
Setelah berpikir-pikir bagaimana yang sebaiknya akan dilakukan olehnya. Akhirnya ia pun bertekad dengan penuh kekuatan hati. Ia akan menembak Ana.

Kalo nggak sekarang kapan lagi ? ujar Munyun dalam hati.

Saat pulang sekolah, bermodalkan rambut klimis plus belah tengah, baju putih yang mulai kusam, dan celana yang masih bermodel cutbray. Ia mengejar Ana yang sedang berjalan menuju gerbang sekolah bersama genknya.

“Ana…Ana” pangilnya sambil melambaikan tangan.

Ana dan genknya yang mendengar suara Munyun dari belakang langsung menengok.

Ana mengernyitkan dahi “Mau apa dia ?”

Ria dan Riri mengangkat bahu dan mengerucutkan bibirnya.

“Eh Ana..” Munyun berhenti didepan Ana sambil menstabilkan napasnya.

“Kenapa ?” jawab Ana judes.

“Ngg… jadi gini” Munyun sangat gugup untuk mengutarakan kata demi kata yang sudah disusunnya semalam suntuk.

Ana memandang Munyun tajam, mau apa sih nih monyong?

Munyun yang mulai blank dan tidak tau mau berkata apa lagi. Dengan cekatan merogoh kantong celananya untuk mengambil lembaran kertas yang dia buat tadi malam. Setelah mendapatkan apa yang dia inginkan. Ia pun melebarkan kertas yang dilipat tersebut. Dengan kondisi kertas yang lecek dan agak rusak, Munyun masih dapat membacanya.

Karna kelamaan menunggu Munyun yang nggak jelas didepannya. Ia melengos pergi dari Munyun.

“Tunggu dulu tunggu aku mau ngomong sesuatu sama kamu” cegah Munyun supaya Ana tidak pergi.

“Apa lu bilang tadi ? KAMU ?! ” Ana menyuruh Munyun mengulang ucapannya tadi sambil menyodorkan 
kupingnya dekat-dekat.

“Iya kamu” ia menunjuk Ana.

“NIH MAKAN TUH KAMU!!” ia mendorong lalu melengos meninggalkan Munyun.
Munyun bengong menatap Ana yang pergi meninggalkannya dan lama kelamaan mulai menghilang dari pandangannya.

Tidak menyerah sampai disitu saja. Munyun masih terus mencari informasi tentang Ana. Dari facebook, twitter, pin bb, dan segala macam media elektronik yang dipunyai Ana. Kerja keras yang pantang menyerah oleh Munyun pun akhirnya berhasil.

Ia mendapatkan akun twitter Ana dan pin bb. Beruntunglah ia dapat twitter Ana karna jika hanya mendapat pin BB, sama saja bohong. Munyun tidak punya hape yang canggih untuk menggunakan fitur BBM. Untuk 
menggunakan hape saja dia masih minjam temannya dirumah.

Tidak mau membuang waktu lagi. Setelah mendapat twitter Ana. Ia folbek Ana. Tapi tidak di folbek oleh Ana. Dua hari secara terus-menerus, Munyun mengecek followernya dan berharap Ana menfolbek dirinya.

Disekolah, ketika baru saja datang dan masuk kelas. Beberapa anak menghampirinya.

“Eh cupu, denger-denger lu abis nembak si Ana ?” ujar salah satu orang dari rombongan tersebut.

“Emangnya kalo iya kenapa ?” jawab Munyun polos.

“Kok lu nggak ngaca si Nyun ?” tanya orang itu dengan intonasi suara yang tinggi “Lu kalo mau pacaran sama Ana, harus lewatin gue dulu”

“Loh emang lu siapanya ?” tanya Munyun.

“Gue calon pacarnya” jawab orang tersebut dengan pedenya.

“ Baru calon kan ? nggak ada salahnya saya mencoba buat pacaran sama Ana” ujar Munyun santai.

“Kok lu jadi nyolot sih ? lu mau gue hajar” Ia mengangkat kerah Munyun.
Munyun pasrah. Dan akhirnya wajahnya lebam-lebam karna tinju dari orang itu.

Selidik punya selidik, ternyata yang memukuli Munyun tersebut adalah Rico. Rico adalah anak dari pak Beni, guru olahraga disekolah Munyun. Pantes tinjunya keras hingga membuat Munyun pengen pingsan.

DATANG! ACARA LOVE IN FEBRUARI OF VALENTINE.

Headline mading pagi ini membuat Munyun berhenti didepan mading dan membacanya. Acara untuk merayakan hari valentine  malam ini disekolah. Cocok untuk orang-orang yang belom punya pacar atau yang mau punya pacar lagi.

Tertarik dengan acara tersebut. Munyun mempunyai rencana lagi. Tidak lain dan tidak bukan, yaitu menyatakan cintanya ke Ana (lagi). Ia berharap dihari valentine malam ini, cintanya akan diterima oleh Ana.
“Woi purba, awas lu ngalangin pemandangan aja” sikutan Ana menyingkirkan Munyun dari depan mading.
Munyun hampir terjatuh namun masih mampu menjaga keseimbangan. Bukannya marah karena diperlakukan seperti itu oleh Ana. Ia malah tersenyum dan bilang eh Ana selamat pagi. Tapi tetap saja, Ana yang hatinya sudah mengeras seperti batu masih tetap tidak mau menganggapnya kalo dia sebenarnya sayang dengan Ana.

“HELOOO… Eh..eh semuanya sini deh” teriak Ana, mengajak para temannya yang berada tidak jauh atau masih disekitar mading, untuk menghamprinya. “Masa si purba ini besok mau ke pesta valentine. Ih…”

Anak-anak mengumpat. Kata-kata yang tidak sedap didengar melantun dari mulut mereka. Munyun lalu beranjak kekelas dengan jiwa yang tercabik-cabik.

Sepulangnya dari sekolah, ia pun meluncur ketoko bunga. Bermodalkan uang celengannya selama satu tahun ia membeli beberapa tangkai bunga mawar. Cukuplah untuk membuat Ana tersenyum (semoga).

Setelah mendapatkan bunga. Ia bergegas ketoko coklat. Valentine tanpa coklat ibarat hujan tanpa payung, masih kurang. Ia pun membeli coklat berbentuk hati dengan tulisan happy valentine. Harga coklat tersebut tiga puluh lima ribu. Dari kantongnya, terdapat uang yang masih pecahan rebuan berjumlah tiga puluh empat ribu rupiah. Ia resah, mencari tambahan uang gope.

Lalu ia bilang ke kasir “Mas duit saya Cuma segini” ia meletakkan uang recehannya diatas meja kasir.

“Ebuseh. Lagian mas kalo nggak punya duit gak usah gaya-gayaan deh beli coklat, mendingan beli coki-coki.” Ujar kasir tersebut.

Munyun memandangi dan masih meraba-raba coklat yang sudah terbungkus rapih itu.

“Gimana nih mas ? kalo mas nggak punya duit. Mendingan balikin aja coklatnya. Terus mas keluar”

“Yaudah saya cari coklat yang murahan lagi ada nggak ?”

“Wah banyak dong mas”

“Dimana ?” tanya Munyun semangat.

“Noh, diluar sana noh. Kan ada warung ibu-ibu disono jual coklat murah. Harganya gope. Mas bisa dapet banyak coklat murah disana” ejek kasir itu seraya menunjuk warung pinggir jalan.

Seiring perdebatan kasir dengan Munyun. Tiba-tiba seorang pria mengenakan jas menghampirinya. Ternyata dia pemilik toko coklat tersebut. Ia menanyakan ada apa yang sedang terjadi, kok kedengarannya ada keributan. Kasir pun menjelaskan kronologisnya.

Merasa kasihan melihat Munyun. Pria itu pun mengambilkan coklat yang lebih besar berbentuk hati yang ditusuk oleh anak panah dengan tulisan Happy Valentine.
Ia serahkan kue tersebut kepada Munyun.

“ Ini buat kamu”

“Ini buat saya ? ” tanya Munyun dengan penuh ketidak percayaan. Apakah ini mimpi ?

“ Iya buat kamu, itu gratis”

“Terima kasih banyak pak terimakasih banyak pak” ia mencium tangan pria tersebut.
Pria itu menepuk pelan pundak Munyun.

Munyun pun keluar dari toko dengan wajah yang sumringah. Hatinya berbunga-bunga, inilah saatnya Ana akan menjadi miliknya. Bunga dan coklat akan membawanya kepada hati dan rasa sayang ke Ana.

Malamnya di aula sekolah, berbalut dress merah, dengan sepatu hak tinggi membuat Ana terlihat cantik bagaikan Breatney Spearsnya sekolahan. Beda lagi dengan Munyun yang gayanya seperti remaja labil tahun 70’an. Mengenakan jas gombrong hingga melewati telapak tangannya, celana yang cutbray dan sepatu pantopel kusam membuatnya menjadi bahan olok-olokan anak-anak satu sekolah. Tidak lupa, style rambut kebanggaannya, belah tengah klimis.

Sambil membawa coklat dan bunga. Ia mengelilingi aula mencari Ana. Tatapan jijik selalu mendampingi Munyun setiap kali ia melewati seseorang. Terlalu hina untuk Munyun.

Akhirnya ia melihat Ana sedang meneguk segelas fanta, sendirian. Cantik sekali Ana, Munyun ngebatin.
Ia pun menghampiri Ana.

“Ana Happy Valentine day” ia menyodorkan bunga dan coklat kearah Ana.

“Buat gue ? ” tanya Ana mesem, dahinya mengernyit.
Iya ini semua buat kamu”

 “Nggak usah deh makasih, mending buat lu makan sendiri aja. Kasian gue sama lu. Hus..hus…jangan ganggu gue gih” tolak Ana mengusir Munyun untuk menjauh darinya.

“Tapi ini aku udah nabung buat kamu loh, masa kamu nggak mau” Munyun berkeras hati supaya Ana mau menerima hadiahnya ini.

“KALO GUE BILANG NGGAK..YA NGGAK EH PURBA !!” Ana membentak lalu menyiram wajah Munyun dengan minumannya, seluruh anak-anak yang datang sontak tatapannya menuju kearah Ana dan Munyun.

Tiba-tiba Rico and the genk datang dengan gaya yang amat sangat metropolitan dibanding Munyun. Rico mengusir munyun untuk keluar dari aula. Munyun yang tidak ingin berkelahi dan menerima tinjuan Rico lagi. 
Munyun menyerah.

Rintik hujan semakin lama semakin deras. Munyun berlari menuju halte depan sekolah untuk berteduh. Tidak lama setelah itu,  ibu dan anaknya (pemulung) datang dengan baju yang basah kuyub. Anak ibu tersebut kedinginan, menggigil hingga bibirnya pucat. Ibunya pun menutupi tubuh anaknya dengan sarung yang bolong-bolong, tidak cukup hangat untuk meredakan suhu dingin ditubuh. Munyun yang tidak tega dengan anak itu lalu menawarkan ke ibu tersebut supaya jas miliknya dipakai anaknya.

Jas Munyun pun dipakai oleh anak tersebut.

“Bu.. laper bu” ujar anak itu rintih membuat hati Munyun terenyuh.

“Sabar ya nak, ibu belum punya uang. Nanti kita dapet makan kok. Sabar ya nak” ujar ibu tersebut menenenangkan anaknya sambil mengelus rambut anaknya.

“Laper bu..” rintihnya lagi.

Tidak tega melihat anak ibu itu kelaparan gue lalu melihat coklat yang tidak berguna bagi Ana ini. Sepertinya amat sangat berguna jika Munyun memberikannya ke anak itu.

“Bu” panggil Munyun.

“Iya nak ?”

“Ini bu saya ada coklat. Kayaknya cukup deh buat ganjel perut adek ini. Meskipun nggak buat adek ini kenyang tapi kayaknya lumayan buat adek yang lagi laper” Munyun mengodorkan coklat itu.

“Nggak usah nak, saya nggak mau ngerepotin kamu nak” ibu itu menolak pemberian Munyun.

“Nggak papa kok bu saya juga nggak suka coklat. Ini sebenarnya buat orang yang saya sayang, tapi karna dia gakmau. Coklat ini buat anak ibu aja” coklat itu disodorkan ke anak ibu tersebut.

“Makasih banyak ya nak. Mudah-mudahan kamu dianugrahi oleh tuhan”

“Iya bu sama-sama. Ini kan saya kasih ikhlas bu buat anak ibu yang lagi kelaparan. Daripada mubazir”
Anak ibu itu dengan lahap mengunyah satu persatu suapan coklat dimulutnya. Sepertinya anak itu belum pernah makan coklat. Bagus lah kalo begitu. Jika benar baru pertama kali makan coklat, berarti ia beruntung. Coklat perdananya yang masuk kedalam mulutnya tepat dihari valentine. Dimana orang-orang ingin sekali makan coklat, ia juga dapat memanjakan perutnya dengan coklat. Nggak kalah dengan yang lain.
Hujan mulai reda. Munyun pun pamit pergi dengan ibu dan anak pemulung itu.

“Bu saya pulang dulu ya” ujar Munyun pergi lalu kembali lagi “Oiya bu, ini ada bunga. Dari pada cuma jadi sampah dirumah mending ini untuk adik ini aja ya ” Munyun menyerahkan bunga itu ke anak kecil itu.
Anak ibu itu terlihat senang mendapat bunga dari Munyun.

Munyun pun segera melengos meninggalkan ibu dan anak pemulung itu.
Meskipun malam ini ,Munyun gagal lagi menyatakan dan memberikan hadiah ke Ana. Tapi ia tetap senang. Karna masih ada yang bisa dia berikan hadiah selain orang yang benar-benar ia sayangi.

Bagi Munyun, valentine nggak seharusnya bersama dengan pacar atau gebetan. Adakalanya valentine itu bersama orang-orang yang lebih membutuhkan, seperti bersama pemulung.


Rabu, 12 Februari 2014

Curhatan ayam penyet

Pagi hari yang cerah dengan suara nan merdu dari paruh ayam negri dari dalam kandang yang agak kusam seperti belum dibersihkan beberapa abad. Cukup lama ya ?  

Pak Tongkir dengan seragam khasnya topi coboy, baju oblong, celana panjang warna ijo gelap berbahan parasut dan juga kakinya dilengkapi dengan sepatu boot.

Ia membuka kandang yang terbuat dari bambu. Hingga ternak ayamnya keluar, berlari kesana kemari seperti habis keluar dari penjara.

Semua ayam pun keluar dari kandang dengan bebas, semau mereka. Terserah mau kemana aja, mau senam, lari pagi, asalkan jangan kabur. Kalo kabur mereka juga nggak mungkin bisa. Apalagi harus melompat dinding yang tingginya sedagu orang dewasa. Itu mustahil karna hanya akan membuat sayap kseleo.

Didalam satu peternakan ayam ini, sekiranya terdiri dari beberapa genk. Tapi genk yang agak terkenal dan 
familiar banget sama ayam-ayam ternak dari peternakan lain tuh, yaitu genk ASEL, kalo disingkat genk AYAM SELON.

Genk ini terdiri dari lima ekor ayam. Dari keturunan, agama, ras, dan kebudayaan yag berbeda juga. Bhineka Tunggal Ayam.

Ketua dari genk ini yang sekaligus merangkap sebagai ayam veteran dalam peternakan, yaitu Kocel. Kocel itu ayam yang udah hampir setahun disini. Ia terlalu lama disini bukan karna gak naek kelas. Bukan.. ia itu karna perkembangannya. Pertumbuhan hidupnya agak lamban. Dua sampai tiga bulan tubuhnya masih sejempol anak bayik. Bayik dinosaurus. Eh nggak deng, maksudnya pertumbuhannya terhambat nggak seperti ayam-ayam lain.

Ada juga Si Petoy. Ayam blasteran dari ayam jago dan ayam negri. Maka dari itu, bentuk badannya rada labil. Terlihat banget dari badannya yang kecil dan kepalanya panjang dengan jengger yang melekat dikepalanya.

Jurnot, ayam gaul. Bisa berbagai bahasa. Bahasa ayam, burung, dan semua unggas lainnya. Ia diberkati angrah ini dari ayahnya yang bekerja sebagai guru agama di university Of Language Bird.

Tarkim, ia ayam yang sering disebut pemakan ayam. Hobinya ia itu suka makan ayam. Karna hobinya yang agak aneh itu, seringkali setiap sedang memberi makanan ke para ayam ternak Pak Tongkir kesulitan dalam mencarikan makanan untuknya. Nggak sedikit juga yang nggak seneng sama dia. Dia termasuk ayam yang tercatat di BlackList oleh para komplotan ayam di peternakan.

Adalagi yang terakhir, si Genius. Suntoyo. Ayam satu-satunya di peternakan yang menggunakan kacamata. Ia nggak pernah lepas dari novel atau berbagai buku lainnya. Novel yang paling dia senangi adalah bukunya Raditya Dika yang sampe sekarang belom selesai ia baca. Usut punya usut. Penyebab ia nggak selesai-selasai baca itu novel karna nggak bisa membalik halaman satu kehalaman dua, sungguh kasihan dia. Sampai sekarang belom bisa-bisa. Denger-denger bukunya udah digantung di depan kandang peternakan. Buat penangkal setan.

Pagi itu suasana masih ramai lancar. Belom ada teriakkan ibu tua yang suka dateng mesen ayam. Setiap kali ia mesen ayam, pada saat itulah para ayam berkumpul dan berdoa (ada juga yang pindah agama) supaya tidak dijual. Karna pada saat ibu itu datang, pada saat itulah riwayat para ayam habis dan akan menjadi ayam penyet.

Pak Tongkir masuk dengan membawa ember hitam yang berisikan pur untuk para ayam. Semua ayam saling selengkat mendapatkan pur ayam. Banyak luka-luka karna kejadian ini. Tapi untungnya masih ada Si Kocel yang bisa mengurusnya supaya tidak terjadi keributan.

Kocel menenangkan semua ayam “Woii..diam !!!” teriakkannya sungguh menggelegar sampai Pak Tongkir yang masih memberikan pur tidak mendengarnya. “ Jangan berantem gitu lu pada, kayak nggak pernah makan pur ajah. Yaudah sana berebutan lagi” Kecol meninggalkan segerombolan ayam yang masih terinjak-injak.

Di pojokkan kandang. Teman-teman genk Kocel sedang asyik melahap pur yang disajikan pak Tongkir tadi. Ia pun langsung lari dengan kekuatan ceker serebu. Berhenti dan melihat kenyataan yang tidak boleh terjadi. Pur-nya abis.

Tidak lama kemudian Pak Tongkir datang dengan membawakan pur ayam lagi dan sekotak kecil air mentah. Asyik banget pak Tongkir hari ini seperti kesambet leak. Ia pun meletakkan pur tersebut ditengah-tengah genk ASEL.

“Makan yang banyak yak, biar cepet gede” ujar Pak tongkir beranjak berdiri lalu pergi.

“Enak..enak tau aja lu pak kalo gue laper” kata Tarkim sambil mengunya pur yang ia santap.

“Kim, tapi lu kan sukanya ayam. Kenapa lu jadi suka pur ? ” tanya Petoy.

“ Sekarang gini deh, pur itu untuk siapa ?” tanya Tarkim balik.

“Ayam” jawab Petoy datar dengan tampang pelongo seperti ayam yang akan di rebus jadi opor lebaran.

“Nah itu tau”

Petoy diam tanpa kata. Tatapannya kosong menatap pur.

Pak Tongkir balik lagi lalu meletakkan pur kembali. Kocel yang emang laper dari tadi, langsung menyantapnya tanpa basa-basi. Sampai-sampai Suntoyo yang sibuk membalik halaman novel belum mendapat jatah sarapan paginya.

Jurnot yang sudah kenyang, menawarkan pur-nya ke Suntoyo “Sun..sun” panggilnya.

“Kenapa not ?” tanya Suntoyo heran.

“You need this pur, Sun ? I am udah kenyang banget.“ Jurnot menawarkan dengan bahasa inggris yang payah “Udahlah baca novelnya, Lu makan dulu. Ntar jadi ayam tiren loh” kalo nggak makan” Jurnot menakut-nakuti.

“Iya tuh Sun, baca buku mulu lu kayak heri poter. Tapi gue liat-liat kayaknya buku yang lu baca, buku baru tuh. Ciee novel Radita Dikanya yang udah setahun dibaca akhirnya selesai” Tarkim nyerocos ikut nimbrung.

“Yaudah ntar gue juga makan kok. Oh..ini ya ? ” ia menunjukkan novel itu ke Tarkim yang membuat Tarkim mengangguk ringan. “ Bukan kok ini novel baru, yang novel kemaren kan udah jadi jimat peternakan”

“Ohiya, jadi, itu novelnya baru lagi ? terus lu udah sampe halaman berapa ?” tanya Tarkim sedikit ngejek.
“Hmm..baru kata pengantar” jawab Suntoyo lemas.

“Woalah”

Ketika sedang asyik mengobrol, suasana kandang mulai hening. Genk ASEL juga bingung. Mereka celingak-celinguk keseluruh penjuru kandang. Pantas. Ternyata ada ibu tua pelanggan Pak Tongkir yang akan memilih ayam yang bakal dibelinya.

Genk ASEL panik. Panik semua. Keringat bercucuran seperti habis lari 2000 km sambil dikejar-kejar macan tutul. Jari telunjuknya yang besar sedang melayang diudara untuk mendeteksi ayam mana yang cocok untuk dibelinya.

Jari tengahnya pun berhenti dan tertuju kepada lima ayam, yaitu Genk ASEL.

JENG…JENG…JENG *suara tegang yang kayak disinetron*

Mereka saling bertatap pandang. Jantung Genk ASEL terasa akan copot. Malah memang sudah copot.

“GIMANA NIH ?!! NGGAK MAU, NGGAK, GUE NGGAK MAU JADI AYAM GORENG” Petoy histeris sambil lari-lari kekanan-kiri.

“Gue juga nggak mau, gue nggak mau jadi santapan orang-orang. Mau bilang apa keluarga gue dirumah nanti. Kalo ngedenger anaknya dimakan oleh salah satu koruptor di Indonesia. Ntar gue jadi ayam yang haram. Nggak, pokoknya gakmau” Tarkim ikut-ikutan histeris.

Mereka berlima panik bukan main. Masalahnya, hanya mereka yang ditunjuk oleh ibu tua itu. Memang sial sekali hari ini buat mereka. Para ayam pun berkumpul menghampiri mereka berlima. Satu persatu mereka bersalaman tidak lupa juga dengan kata-kata “ Digoreng itu nggak enak loh”. SIAL.

Setelah bersalam-salaman dan juga mendapat motivasi dari yang lain. Isi motivasinya nggak banyak, malahan menjurus nakut-nakutin.

Dari ada yang bilang ,

“ Kalo nggak suka pedes, jangan mau dibikin ayam rica-rica”

“Direbus itu rasanya kayak ditenggelemin di aer panas. Hati-hati, bro”

Ada ucapan yang terngiang banget diotak mereka ketika Jeri, si ayam negri keturunan amerika bilang, jaga nama baik peternakkan ini. Jangan biarkan pelanggan disana mengeluh dengan daging kalian. 
Karna daging kalian pait…pait..pait banget kayak pare yang udah busuk !!

Jam 09.08, kira-kira dua jam lagi mereka akan diambil oleh ibu tua. Kehidupan mereka akan berubah. Jangan kan hanya kehidupan yang berubah. Hidup dia pun juga akan berubah menjadi alam barzah.

Kocel yang kayaknya paling tenang dibanding teman-temannya, khususnya Suntoyo yang masih berusaha membalik halaman kata pengantar menjadi halaman Bab 1. Pepatah membalikkan telapak tangan lebih mudah tidak ada artinya buat Suntoyo yang kesulitan ngakalin novel tersebut.

Kelihatan sekali dari wajah Kocel yang pertamanya tenang dan lama –kelamaan menjadi murung. Ia pengen nangis. Namun, Kocel masih kuat dan mengajak kawan-kawannya berembuk.

“Coy, hidup kita udah nggak lama lagi. Kayaknya sekarang gue mau minta maaf sekaligus kalo bisa mau ngungkapin kesalahan dan keluhkesah gue selama kenal sama lu semua” ujar Kecol menahan nangis. (Ayam juga bisa nangis)

Jurnot tak dapat berkata apapun. Paruhnya seperti ada yang menahan untuknya berbicara.

“Iya Col, bener. Gue mau minta maaf sama kalian kalo selama ini gue banyak salah sama kalian. Gue sering buat kalian ngiri sama gue gara-gara gue suka dikasih makan yang porsinya beda dengan kalian ” ujar Tarkim memulai curhatan ala ayam yang akan dijagal.

“Mmm..gue juga mau minta maaf sama kalian kalo selama ini gue terlalu ganteng daripada kalian” Kata Petoy polos, membuat suasana haru menjadi suasana pengen ninju paruh Petoy jadi penyok.

“Itu aja ? ” tanya Tarkim kepada Petoy.

Petoy mengangguk polos.

“Ngg..gue juga minta maaf suka gangguin kalian. Apalagi kalo kalian lagi tidur, sesekali gue nyopotin bulu kalian. Yang paling sering sih, bulunya Suntoyo” Ucap Kecol pelan tapi ucapannya nggak lama setelah itu,langsung terdengar oleh Suntoyo. Mungkin Suntoyo punya indra pendengaran yang agak rawan rusak.

“Mmm.. satu lagi. Gue juga mau minta maaf ke Kecol. Sori ya Col, dua minggu yang lalu gue hampir makan lu hidup-hidup”  Tarkim jujur.

“Wah kampret lu Kim, temen sendiri juga mau dimakan !!” Kecol marah sejadi-jadinya, sambil ingin menonjok batang leher Tarkim. Namun niat itu tidak terealisasi karna Kecol masih ditahan oleh Petoy.
Suasan semakin riuh. Suntoyo yang sudah berhasil membalik halaman kata pengantar menjadi daftar isi pun menghampiri mereka sambil membawa novel lalu bertanya “Ini ada apa sih pada ribut-ribut ?”

“Hah  ?! apa kata lu ? lu nggak liat apa apa atau nggak denger percakapan kami dari tadi ?”
Suntoyo menggelengkan kepala.

“KITA TUH MAU DIJUAL DAN BAKALAN DIMAKAN !!!” teriak Petoy ditelinga Suntoyo.

Suntoyo terlonjak kaget, super kaget hingga novel yang susah payah dibalik halamannya terbang dan menghempas di tanah. Alamat novel tersebut akan tertutup. Itu pun kejadian.

Novel milik Suntoyo pun tertutup rapih oleh cover. Suntoyo memandangi novel tersebut lalu menangis. Agak kasian juga sih sama Suntoyo yang udah susah payah dua hari tiga malem membalik halaman novel tidak bisa-bisa.

 Kecol menenangkan jiwa Suntoyo supaya tidak usah mikirin novelnya itu untuk saat yang genting ini. Saat ini nggak cukup waktu buat kabur dari peternakan keluar kota bawa duit pak Tongkir lalu duit tersebut buat nikah. Mereka udah di pesan dan nggak mungkin mereka bisa kabur. Semua telah terkunci. Inilah kiamat bagi mereka.

“Ini mimpi kan ? ini mimpi kan ? nggk mungkin ge jadi ayam fresto atau ayam penyet. Itu pasti sakit” Suntoyo gertutu, ia seperti bukan Suntoyo yang diam dan gak suka gaul.

“Gue juga minta maaf ke elu Sun, waktu itu gue pernah ngisengin elu. Pas elu lagi minum, waktu itu wadah yang buat minum elu itu gue lempar ke muka elu. Yang tiba-tiba nggak gue sangka malah ketelen ke tenggorokkan elu.” Lanjut Tarkim “Maaf ya”

“Gue juga minta maaf coy,waktu elu lagi tidur, nggak sengaja gue ngelempar novel yang beratnya 12 kg ke kepala elu. Tapi elu nggak gagar otak kan ?”

“Ngg---” Suara Tarkim tersendat ketika melihat ibu tua sudah datang.

“Dia datang !!! kabur sekarang, kabur sekarang” suasana ricuh ruwet nggak beraturan, semua ayam berlarian takut menjadi korban selanjutnya.

Dengan gesit tangan bodyguard ibu tua itu menggenggam leher masing-masing. Rasanya ingin mati saja kalo udah dicekek begini. Mereka satu persatu ditaro didalam kandang. Lalu mereka dibawa ke tempat yang asing bagi mereka. Iya, itu tempat pemotongan ayam.

“Wihh… ayamnya udah pada nggak ada bulunya” ujar Petoy nggak ngerti apa-apa.

“AAAAAAA….” Teriakkan mereka tidak cukup ampuh membantu mereka supaya tidak jadi digodok dan dikulitkan.

Setelah air mendidih, asap juga sudah mulai mengepul dari dalam drum. Mereka pun satu per satu dimasukkan kedalam tong. Perjalanan kematian mereka masih panjang. Umur mereka jadi seekor ayam masih agak lama. Dua harian lagi sebelum akhirnya tiba kerestoran.

Mereka pun sekarang hidup bahagia sentosa tanpa gangguan apapun. Kematian mereka pun juga sama. Jadi, sepiring porsi ayam penyet. Andaikan mereka masih sadar dan sempet hidup sebentar, pasti mereka akan mengubah nama Genk mereka sebagai ANYET (Ayam Penyet).

Ini penampakkan terakhir ketika mereka masih bisa disebut seekor ayam….



 
Semoga mereka indah pada waktunya dan enak, gurih ketika disantap....

Selasa, 11 Februari 2014

Asal usul Jamban

Kita nggak pernah lepas dari orang yang pernah berjasa dalam hidup kita. Contohnya Thomas Alfa Edison., seorang yang agak kurang kerjaan mencoba bereksperimen dan akhirnya membuahkan sebuah bola lampu pijar yang sekarang sering disebut lampu.

Sempet sih gue kasian sama Si Thomas ini. Dia selalu di gembor-gemborkan sebagai seorang penemu bola lampu. Penemu ? gue nggak suka sebutan penemu ini. Permasalahannya, tadi gue juga abis nemu duit ditengah jalan. Apa iya gue disebut penemu duit dan  nama gue bakal ada di buku-buku anak SD sebagai penemu dunia yang paling berjasa ? Dan foto gue dengan satu jari dibibir akan terpampang dibuku itu. 
Namun kalo itu terjadi, gue agak ragu kalo buku itu bakal laku keras. Yang ada bukunya malah distop Kemendikbud dan ditarik lagi dari toko-toko obat.

Nah, disini gue mau membicarakan tentang penemuan yang menurut gue menakjubkan. Kadang-kadang gue selalu berpikir Kok bisa ya ? siapa si yang buat itu pertama kali ?

Pertama kali yang membuat gue agak tercengang lalu berpikir ini siapa si yang buat ? yaitu, Jamban. Terdengar sepele. Apalagi kalo udah disuruh beol disitu, bawaannya mau nyemplung aja ke empang.
Tapi pernah nggak sih kalian berpikir kalo penemu jamban pertama kali itu adalah seorang kontraktor jenius ? pernah nggak ?. Kalo gue sih nggak pernah. Lagi pula pembuat jamban waktu itu kayaknya kurang pandai dalam desain penempatan jambannya. Di atas empang.

Biasanya kalo ngedenger jamban itu pasti langsung berpikir, terbuka, terbuat dari kayu, diatas empang. Kenapa harus diatas empang, coba ? Kayak nggak ada tempat lain aja. Kenapa nggak diatas gedung atau nggak di atas genteng. KENAPA HARUS DI ATAS EMPANG ?!!

Ada asap pasti ada api. Kayaknya pepatah ini yang cukup pantas untuk mengklarifikasi sebuah jamban. Kenapa jamban harus di empang ? dibalik sebuah pertanyaan ini gue mau menceritakan asal-usul pembuatan jamban. Gue agak gelisah dengan diri gue sendiri yang mulai bingung kenapa jamban pernah hidup dan berkembang di dunia ini.

Pada suatu pagi di desa kong-kalingkong, terlahir seorang bayi dari rahim ibunya yang bernama Kartinem. Kartinem ini adalah sosok ibu yang cocok untuk menjadi nenek. Toh sekarang umurnya saja sudah 60 tahun. Dia mendapat keajaiban dari tuhan karna masih bisa melahirkan dan punya anak.

Ia tinggal sendiri dirumahnya. Karna suaminya sudah meninggal dua tahun yang lalu. Bisa tepatnya, dia janda. Julukkannya sebagai janda itulah yang akhirnya membuat warga desa kong-kalingkong menuduh Kartinem ini sebagai wanita penghibur.

Hujatan dan hinaan yang menjurus ke kata-kata kasar selalu di utarakan dari para mulut warga desa. Sampai-sampai pada tengah malam. Seorang laki-laki dengan baju hitam-hitam (sepertinya dia abis nyelawat) bersama dua temannya datang kerumah Kartinem.

Di dalam rumah yang sudah agak reot dan terbuat dari bambu bekas. Kartinem sedang menyusui bayinya. Karna teteknya udah agak kendor sampe ke perut. Ia pun menyerahkan tugas menyusui ini ke kambing peliharaannya. Anaknya itu pun meminum susu kambing. Kasihan bayi Kartinem. Takutnya pas sudah gede dia malah ngakuin kalo kambing itu adalah orang tua aslinya. Dan Kartinem adalah orang yang telah memisahkannya dengan orang tuanya. Yaitu, kambing.

Kembali ke laki-laki dan teman-temannya yang sudah berada didepan rumah Kartinem. Laki-laki ini adalah pak RT yang telah memperkosa Kartinem. Malam ini pak RT mau bertemu dengan Kartinem sekaligus bertemu dengan bayinya.

Dua ajudannya pun menunggu di depan rumah Kartinem.

Diawali dengan ketukan pelan lalu pak RT masuk kerumah Kartinem. Sial bagi pak RT ternyata ia salah masuk rumah. Karna yang dimasukinya itu, rumah tetangganya Kartinem yang lagi nyusuin. Nyusuin suaminya.

“Hehehe.. maaf salah alamat” pak RT cengengesan.

“Iya gapapa, mau juga pak ? ” ujar ibu-ibu menawari.

Pak RT pun segera melengos kerumah Kartinem. Ketika ia masuk dia tercengang melihat kejadian aneh. Yang seharusnya ia tidak melihatnya. Karna ia sedang melihat istrinya dengan laki-laki lain.

“Eh papah, ngapain pah disini ?”

Pak RT langsung mendobrak pintu tersebut. Ia kesal, marah, update “Istriku menghianatiku”. Ia tidak percaya kalo istrinya itu akan menghianatinya. Padahal apa salah dia ? (kayaknya Pak RT lupa deh). Ia pun menangis sejadi-jadinya ditepi empang.

Malam semakin larut. Perut pun menandakan alarm kemulesan. Kebetulan karna sudah malem, pak RT pun bingung mau beol dimana. Saat itu ia mencari-cari pasir, namun tidak ada. Pandangannya mengelilingi kesekitar empang yang dipinggirnya banyak sekali pohon-pohon yang masih rindang sampai akhirnya pandangannya pun terpaku ketika melihat kuntilanak diatas pohon mangga, sedang ngopi.

“Hihihi… mas ngopi mas biar nggak ngantuk”

“Se…se…SETAN POCONG !!!”

“Woii gue bukan pocong” kuntilanak kesel.

Pak RT lari muter-muter mengelilingi empang. Puterannya semakin nggak jelas. Seiring dengan pelarianya dari kuntilanak, perutnyanya pun semakin mules. Ia akhirnya berhenti ditempat yang sama.
Perutnya semakin tak terkendali. Terus menerus mengocok. Seakan perutnya itu berisi berbagai macam makanan dan diblender didalamnya. Semuanya tercampur aduk.

Ia meringis kesakitan sambil mengelus terus menerus perutnya.

Tiba-tiba datang seorang anak muda, namanya zam zam. Sampai dipinggir empang ia langsung menyiapkan alat pancingnya.

“Mas…tolong” suara rintihan pak RT

Zam-zam mencari suara tersebut. Ia panik.

“Siapa disana ? SIAPA DISANA ?!!!” ia semakin panik sambil menebaskan pancingannya ke udara.

“Say…saya pak RT” pak RT bangkit dengan rambut acak-acaknnya dan mulut menganga.

“Wah.. pak RT toh. Bikin takut aja”

Prett….Suara kentut pak RT yang baunya kayak sampah kadaluarsa. Udah sampah kaduarsa pula.

Zam-zam menutup hidungnya “Bapak mau beol yak ?”

“Hehehe, iya Jam, saya mau beol tapi nggak tau dimana”

“Yaudah beol ajah disitu” Zam zam menunjuk kepinggir empang.

Pak RT menggelengkan kepala.

Nggak tega ngeliat pak RT meringis dan kentut-kentut terus. Demi menjaga paru-parunya dari polusi kentut pak RT. Akhirnya zam-zam dengan cekatan melihat kayu. Pada saat itu kebetulan ia membawa peralatan kuproy. Ia pun bereaksi dengan membuat sebuah kotak dari kayu itu.

Selang waktu sepuluh menit lewat 3 detik. Kayu-kayu yang tadi didapatkan zam-zam pun sudah menjadi sebuah kotak alakadarnya diatas empang. Lalu ia pun menyuruh pak RT beol disitu. Setelah lega dan kentutnya juga udah nggak mengontaminasikan udara yang cukup sejuk ini. Pak RT pun berterimakasih dengan zam-zam.

Keesokkan harinya. Pak RT pun meresmikan tempat beol yang dibuat zam-zam tersebut. Warga desa sangat antusias dengan kotak diatas empang tersebut. Tapi sepertinya kurang afdol kalo kotak tersebut belom diberi nama.

Semua warga desa dan pak RT saling bertukar pendapat untuk menamakan kotak tersebut.

“Gimana kalo kotak beol ?”

“Nggak bagus, mendingan square of pup ”

“Jangan, terlalu kebarat-baratan. Kalo nggak nih aja nih. Kan yang buat ini namanya si jam-jam, dan yang 
punya empang ini pak Bandeng, gimana kalo namanya Jamdeng ? ”

“Bagus sih, tapi kayaknya ada yang kurang.” Salah satu warga berpikir sambil bertopang dagu “hmm…jammm…”

“Ban..ban..ban”

“Jam…ban..”

“NAH!! Itu dia” pak RT antusias sambil mengangkat satu jarinya ke udara “Saya tahu, gimana kalo JAMBAN ?!!!” pak RT teriak keras.

Semua warga mengangguk lalu tersenyum riang. Semua senang dan setuju dengan pemberian nama tersebut. Perkembangan jamban pun terus mengalami perubahan. Dari yang sudah ada gentengnya, penggunaan lampu bila ada yang beol malam hari supaya tidak kegelapan. Atau penggunaan spanduk XL dengan gambar ariel menjadi inovasi yang semakin menarik di awal tahun 2000 hingga 2010an.

Namun seiring jalannya waktu dan perkembangan jamban hingga sekarang. Jamban dengan bentuk orisinil sudah hampir lenyap diseluruh empang. Jangankan jambannya yang nggak ada, empangnya aja sekarang sudah kebanyakan ilang. Penyebabnya apa ? pembangunan rumah disana-sini.

Sungguh memilukan. Padahal jamban adalah satu-satunya fitur beol ter-tradional yang pernah ada. Malah sekarang banyak orang yang lebih memilih wc jongkok atau duduk yang terkadang nggak ada gregetnya.
Maka dari itu, mulai lah dari sekarang mencipta. Ciptakan apa saja yang menurut kalian itu bakal berguna buat orang-orang. Jangan Cuma menggunakan. Tapi kalo bisa kalian yang buat. Buat apa kek. Buat masalah atau nggak buat orang marah. Kan gampang tuh ?

Okee at the end, saya tutup dengan quote “Dimana kita menahan semua isi didalam perut, pada saat itulah kita harus cepat-cepat mencari wc umum” Salam Silum !!

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Pages

Super Stars

Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Post

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

Friendzone