Sekilas Ungkapan Sepi
Bukan
salahnya tidak mengungkapkan. Namun, kitanya saja yang tak mau bersabar untuk
menikmati panjangnya jalan yang akan membawa kita ketempat yang indah disana.
Akhir-akhir ini gue
jadi sering nongkrong di kafe yang menyediakan beragam susu aneka rasa. Mulai
dari susu yang benar-benar murni sampai susu yang di mix dengan minuman bertenaga. Setelah minum susu yang bertenaga
rasanya tubuh dirasuki ribuan tenaga kuda. Wow sekaleh. Bukan hanya susu yang
mereka gembor-gemborkan dan menjadi tema kafe. Bermacam variasi kudapan yang
mereka suguhkan tak kalah gokil dan nikmat. Jangan ragu, karena lidah kita akan
dimanjakan dengan roti bakar, pisang bakar, sosis bakar, dan masih banyak lagi
yang nggak mungkin gue sebutin, mau aja sih gue nyebutinnya tapi gue dapet
apaan nih kalo nyebutin semuanya ? hahaha
Gue datang bersama
beberapa teman. Biasanya kami datang pukul sepuluh malam. Kafe ini tutup jam 12
malam, namun faktanya sampai jam satu pagi orang-orang masih asik menikmati
kafe ini. Memang bukan kafenya yang menarik atau desain interior dan eksteriornya
yang membuat orang-orang betah untuk menempelkan pantatnya di kafe ini.
Melainkan, hidangan non makanan dari kafe ini berikan kepada pelanggan yang
memaksa gadget dan hati tak mau
berpisah. Yap, kafe ini secara cuma-cuma menyuguhkan kami dengan wifi-nya yang super kencang. Sekencang
tali BHnya Nikita Mirzani yang kuat menahan teteknya sehingga menjadi pengap.
Sumpeh, nggak tahu bagaimana ceritanya kafe ini bisa punya wifi sekencang ini. Mungkin motor rossi masih kalah jauh dari kencangnya
jaringan yang di miliki kafe susu ini. Meski puluhan bahkan ratusan orang
mengaktifkan fitur wifi-nya. Nggak
pernah sinyal berubah lemot malahan terus menerus menguat.
Gue duduk di area
lesehan. Kafe ini menyediakan dua opsi tempat duduk. Ada lesehan yang
ditempatkan di dalam kafe dan disediakan juga bangku kayu panjang yang bisa di
tempati dua atau tiga pantat diluar kafe. Kafe ini berada dipinggir jalan,
memudahkan menarik pelanggan yang sedang berada di jalan raya.
Melihat kedatangan kami dan duduk di salah satu meja yang kosong. Salah satu mas-mas datang ke meja
kami.
“Selamat datang di susu
murni uuuweiidan tenan” ujar pelayan tersebut dengan nada kental dengan aksen
jawa.
Mas-mas pelayan itu berbalut
kemeja hitam berpadu garis orange di kerah dan bagian kancing, serta gambar
sapi di bagian dada kiri. Karena mas-mas pelayan ini badannya bongsor dan
dadanya cukup besar untuk di grepek, membuat sapi yang bertengger disana
terlihat seperti sapi glonggongan. Gendut-gendut gembrot. Ia memberikan bill
dan daftar menu. Setelah memilih susu dan makanan yang sudah kami tulis di bill. Gue secepat kilat mengeluarkan laptop
dari dalam tas, mencari colokan untuk mengisi baterai laptop yang sudah 1%, dan
meletakkan fan coller dibawah laptop
supaya menjaga laptop tetap dalam keadaan dingin saat digunakan.
Meyakinkan bahwa wifi sudah tersambung kedalam laptop,
barulah gue berselancar didunia maya. Mengunjungi berbagai link yang menyediakan dengan gratis film dan lagu. Gue menikmati
gratisnya layanan internet sambil mengudap roti bakar keju dan susu yang
dicampur dengan ekstrajoss.
Berada di dunia maya
memang melupakan sejenak perputaran jarum jam di dunia nyata. Sampai-sampai
tidak terasa kafe susu ini hanya menyisakan kami dan satu orang cowok yang
sepertinya sedang mengerjakan tugas kampus. Tatapannya begitu serius mengarah
ke layar. Wajahnya bersinar tersorot sinar laptop. Tangannya begitu lincah
mengetik satu persatu huruf di keyboard. Gue sudah merapihkan laptop.
Teman-teman masih sibuk bermain game barunya di hape. Kami keluar dari dalam
kafe, meminta bill lalu membayarnya di kasir kemudian kami duduk di luar kafe.
Cowok yang tadi mengerjakan tugas masih ngebut mengetik, gue berpikir kalo dia
ini adalah orang yang punya kafe. Alih-alih mengira dialah owner kafe, ketika satu per satu lampu kafe dimatikan ia langsung
menutup laptopnya. Kepalanya menggeleng kecewa. Wajahnya melukiskan kegelisahan.
Ah, ternyata dia bukan pemilik kafe dan gue yakin tugasnya belom kelar. Dasar
lo penikmat wifi gratis! Sama kayak
gue.
Kami duduk di depan
kafe. Pelayannya pulang setelah menggembok rolling
door. Gue mengambil satu batang rokok dari dalam bungkus lalu membakar dan
menghisapnya. Menghembuskan kepulan asap ke dinginnya malam. Lalu kami
menyalakan motor dan pergi dari kafe. Ditengah jalan yang sepi gue menikmati
hempasan angin yang menerpa wajah. Berharap angin itu tidak merusak wajah gue
yang telah kacau balau tata letaknya ini. Ditambah setiap hisapan rokok yang sedikit
menenangkan jiwa meski asap yang keluar tidak setebal ketika duduk didepan kafe
tadi.
Kami berpisah ditengah
jalan. Menyisakan gue sendirian. Gue menatap lurus jalan raya sesekali menengok
spion, jaga-jaga ada orang berbahaya atau kuntilanak yang nebeng sampai kuburan.
Diantara tarikan gas yang gue genggam, dan hujan sinar lampu kuning jalan,
tiba-tiba gue melamun. Sial, lagi-lagi keadaan ini membawa gue ke ruang hampa
yang isinya hanya kegagalan.
Ternyata
untuk mendapatkan cinta yang kita impikan perlu menikmati jalan panjang yang
bernama proses
Proses percintaan gue
datar-datar aja. Nggak ada yang special. Gue pernah mencoba untuk memberikan
yang special, tapi hasilnya nihil. Hanya kecewa sebagai hadiahnya. Meski senyum
dari dia tersungging, itu nggak menjamin kalau sayatan hati ini membaik.
Gue pengin sekali
menjadi sebuah kafe. Menyuguhkan menu makanan dan minuman yang gue punya, meski
bertajuk free wifi, setidaknya kita
tetap perlu membeli salah satu kudapan. Seperti halnya gue, gue punya rasa
sayang, perhatian, dan peduli untuk dia yang gue inginkan. Gue memberikannya
secara gratis, tapi tidak mutlak gratis. Harus ada yang ia ambil dari gue.
Yaitu, hati. Sedihnya disitu, hati gue nggak pernah diambilnya. Malah didiamkan
begitu saja tergeletak hingga kotor diterpa becekan kubangan air jalan.
Jelas tertera di kafe
itu, buka 12.00-00.00. Namun banyak pelanggaran yang dilakukan sampai harus jam
1 pagi baru tutup. Begitulah cinta bergulir. Sampai 24 jam penuh pun ia tetap
tak mau singgah bahkan sekedar menikmati nyamannya hidup bersama gue. Dia justru
pergi untuk memilih hati lain yang ia anggap lebih baik.
Gue melirik jam tangan.
Pukul 00.36. Udara malam semakin menusuk menembus sweeter. Angin membelai
rambut gue sampai acak-acakan. Poni gue berkibar, memberontak di dahi hingga
menimbulkan geli-geli dimata. Gue tersadar dari lamunan. Lebih berkonsentrasi
kearah depan. Melirik sekali lagi ke kaca spion. Aman.
Jalan sepi. Hati gue
sepi. Jalan kosong. Hati gue kosong. Lampu jalan mulai redup. Semangat gue redup.
Gue berhenti sejenak dipinggir jalan, menatap bulan yang membelah malam.
Melirik kerlingan bintang yang bertaburan seperti butiran mesis diatas donat. Senyum
merekah di wajah gue. Tak lama gojek lewat tanpa membawa penumpang, truk tronton menyusul, beberapa
anak motor lewat dengan rapih beriringan. Gue menghela napas panjang, menghirup
udara dingin ini. Memejamkan mata lalu membukanya. Kemudian gue menarik gas
secepat mungkin meluncur ke rumah.
Sepi
bukanlah fenomena yang abadi. Kalau ingin merasakan yang abadi, pegang tangan
ini dan jangan ragu menerimaku. Bolehkah aku bersandar dihatimu hingga
kekosongan ini menjadi keramaian yang indah ?
0 komentar:
Posting Komentar