123, Example Street, City 123@abc.com 123-456-7890 skypeid

Senin, 18 Januari 2016

Tentang Pencarian


Pencarian bukan sebatas  lewat google atau media social. Selalu ada perjalanan yang kerap penuh dengan tantangan yang akan selalu menghadang di depan mata.

Setiap kali mencari barang-barang yang gue lupa terakhir kali meletekannya. Pasti gue selalu melancarkan pertanyaan ke nyokap “Mak, anuan paskal dimana ?” dan nyokap akan menjawab dengan ketus sedikit berteriak “Cari dulu pake mata!”. Terus-menerus begitu sampai gue benar-benar nggak mendapatkan barang yang gue cari, lalu nyokap akan memeriksa tempat pencarian gue. Ajaibnya, nyokap selalu menemukan barang yang gue cari. Entah, apakah memang setiap emak-emak memiliki kemampuan pencarian barang diatas rata-rata dari makhluk hidup lainnya atau guenya aja yang nggak benar-benar mencari dengan teliti.
Kejadian seperti itu tidak terjadi sekali atau dua kali. Tapi bisa berkali-kali sampai gue nggak tahu berapa kali nyokap harus menembus telinga gue dengan umpatannya “Makannya, cari tuh pake mata! Jangan pake dengkul!” Kalau sudah begitu gue hanya bisa cengengesan sambil garuk-garuk pantat (FYI, gue suka lupa kalau abis berak itu harus cebok).
Seperti halnya tadi siang sebelum sholat jumat. Setelah mandi dan memakai perlengkapan anak masjid seperti baju koko, sarung, dan uang dua rebu rupiah buat dimasukin ke kotak amal. Ketika becermin di depan kaca, penampilan gue seperti ada yang kurang dari tempatnya. Rasanya ada yang hilang dari kedudukannya. Gue mikir sambil meneliti seluruh bagian tubuh gue yang kurang. Rambut ? udah di semir pake pomade, muka ? udah begini aja nggak bisa dirubah-rubah lagi. Kuku ? udah rapih di warna-warnain pake kutek. Bibir ? ya, boleh lah poles lipstick sedikit. Buset apaan ya yang kurang. Gue masih menekuri tubuh gue yang masih kurang dengan perangkat solat jumat ini.
Sekedar melupakan perangkat yang sepertinya tidak terlalu penting-penting amat, gue segera meluncur keluar rumah. Saat menutup pagar, tetangga gue lewat mau berangkat solat jumat juga. Dia menyapa gue kemudian gue menyapanya balik. Gue memandangi dia dari belakang. Kendati bukan memandangi bapak-bapak itu karena cinta, gue mulai paham dan tahu bahwa dari tadi yang gue lupain adalah kopiah. Nah, kopiah hitam kesayangan gue.
Gue masuk lagi kedalam rumah. Membuka lemari dan mencari-cari kopiah yang telah tertinggal itu. Maafkan aku kopiah karena ku telah melupakanmu. Gue mencari ditumpukkan baju yang tersusun rapih setelah di setrika dua hari yang lalu. Gue mengobrak-abrik sampai tumpukan baju itu benar-benar menjadi berantakan. Tidak ada. Semua baju, celana, kancut, dan bh di lemari gue sudah dipisahkan di luar lemari. Sayangnya kopiah itu nggak bisa gue temukan. Merasa gagal dalam pencarian seonggok kopiah. Akhirnya gue mengambil insiatif terakhir yang seharusnya gue hindari jauh-jauh. Karena gue akan menjadi bahan maki-makian nyokap kalau sampai dia tahu kalau gue lagi-lagi lupa meletakkan barang pada tempatnya. Belum lagi kalau nyokap yang menemukan kopiah gue yang hilang itu, pastinya gue akan dicincang-cincang dengan kalimat mautnya. Ah, bodoamat. Pilihan terakhir pun gue putuskan. Tanya nyokap. Sebenarnya pilihan ini lebih sulit daripada memilih duluan telor atau ayam.
“Mak, ngeliat kopiah aku nggak ?” tanya gue dengan suara agak keras pada nyokap yang sedang asoy tiduran sambil megang remot dan nonton film india. Kalau gini sih sama aja kayak bangunin singa tidur.
“Cari dulu pake mata!” kalimat itu lagi-lagi keluar dari mulut nyokap dan menerjang kuping gue tanpa permisih.
“Udah dicari tapi nggak ada mak” kilah gue.
“Cari dulu pake mata!” ujar nyokap lagi dengan ketus.
“Beneran dah, ini udah aku bongkar seisi lemari tapi nggak ada juga kopiahnya. Udah mau adzan jumat nih. Dipake bapak kali ya ?”
Nyokap berdiri dari tapuk singgah sananya. Melempar remot ke sembarang tempat. Dengan muka garang secantik Sofiala Jubah lagi marah lalu menghampiri gue.
“Lupa mulu sih! Awas lo” nyokap menyibak gue dari depan lemari. Mencari dengan gesit. Tangannya menari-nari ganas didalam lemari. Sepertinya nyokap cocok jadi tim SAR nih.
Gue hanya bisa menunggu nyokap mendapatkan kopiah. Sembari berharap kopiah itu ditemukan. Tetapi disisi lain dalam benak gue bilang, “Mudah-mudahan nggak ketemu. Kalo ketemu, habislah gue”
Nyokap tampaknya nyerah. Terlihat dari wajahnyanya yang menampakkan kegagalan. Kemudian nyokap mendongak ke atap lemari. Wajahnya melukiskan seringai kejam. Ada pesan kengerian dibalik senyuman itu. Dan tampaknya nyokap sudah menemukan kopiah yang gue cari. Betul saja, ketika mata gue tertuju pada atap lemari, dengan kampretnya kopiah itu bertengger terbalik. Penuh debu dan tampak usang. Nyokap merenggut kopiah itu sebelum gue mendapatkannya lalu kabur sebelum nyokap mengatakan hal-hal yang nggak ingin gue denger.
Nyokap menyibakkan debu di kopiah dengan tangan kirinya. Lalu menyodorkannya kearah gue. Matanya sedikit nyalang. Lalu kata-kata itu pun muncul tanpa gue persiapkan mental terlebih dahulu.
“Ini apaan ?” tanya nyokap seperti pertanyaan dari polisi ketika sedang menilang ‘anda tahu kesalahan anda ?’
“Kopiah mak” gue merenggut kopiah itu pelan dari genggaman tangan nyokap, tidak melihat kedua mata nyokap yang mulai berapi-api.
“Makannya!---” dengus nyokap lalu melanjutkan kalimat yang kurang penjelasan ngeri itu “Makannya nyari tuh pake mata! Jangan pake dengkul! Bisanya mak-mek-mak-mek doang”
“Iya mak. Iya maaf” gue menyalimi tangan nyokap. Mencium punggung tangannya lalu pergi secepat mungkin dari rumah ke masjid sebelum nyokap menambah kalimat-kalimat yang sedikit demi sedikit menyayat gendang telinga gue.
“Assalammulaikum” teriak gue seraya menutup pagar hingga menimbulkan bunyi gemeletuk keras.

Sampainya di masjid, gue duduk bersila menyalimi bapak-bapak yang berada di samping kiri kanan gue. Untaian senyum mengiringi jabat tangan gue pada mereka. Setidaknya meskipun senyum gue rada senikmat asam kecut cuka bakso, bapak-bapak ini merasakan hangatnya telapak tangan gue yang seringkali gue gunakan sebagai  penggaruk pantat saat menemani gue untuk tidur nyenyak.
Gue duduk sambil memainkan kuku yang panjang pendeknya tidak beraturan. Membersihkan kotoran hitam dari sela-sela kuku lalu menciumnya. Jijik sih, tapi enak sih. Kemudian serangkaian penghilang bosan dilanjutkan dengan mengelupas kulit samping kuku yang menimbulkan efek perih yang sangat amat dahsyat. Sial berdarah, gue ambil wudhu lagi lalu duduk di tempat yang berbeda. Menunggu adzan dan khotbah, gue duduk tepekur memandangi ka’bah yang tersulam indah di lembaran sajadah. Memandanginya seraya mengingat sedikit memori ketika kopiah gue nggak bisa ditemukan tetapi nyokap mampu menjadi penyelamat dari pencarian tersebut.
Ternyata ketika pencarian kita harus benar-benar detail dan nggak gampang putus asa. Tidak hanya sekedar mencari, nggak ketemu, lalu menyerah begitu saja. Semua yang berkaitan dengan mencari kadang-kadang memang menyusahkan. Terutama mencari pasangan. Sial, lagi-lagi gue mengaitkan ini dengan cinta.
Begitulah, cinta sama kayak bola. Harus dikejar bukan ditunggu. Harus dicari bukan didiamkan. Perlu aksi pencarian yang cermat dan teliti dalam prosesnya. Meski akan memakan waktu yang panjang, percayalah pencarian nggak akan membohongi kita. Akan ada hasil yang melegakan dibaliknya. Akan ada jiwa yang senantiasa mengisi hati kita jika benar-benar mencari dengan tulus. Pentingnya ketulusan ketika mencari adalah supaya tidak ada kata lelah yang menghalangi.
Segala sesuatu di dunia ini butuh pencarian. Untuk mendapatkan nilai  dalam soal matematika seorang professor yang kepalanya botak sampai mengkilap kaya bodi mobil Porsche sekali pun perlu menggunakan pencarian yang kongkrit untuk mendapatkan hasil yang absolut. Cinta itu absolut. Mutlak pada sebuah kesan bernama kasih sayang. Jika pencarian kita sukses pada seseorang yang menurut kita pantas untuk mengisi ruang kosong dihati. Mulai saat itulah kita harus benar-benar berhenti mencari. Berhenti berkilah bahwa kita membutuhkan cinta ini dan itu. Berhenti pula membutuhkan kasih sayang ini dan itu. Pencarian adalah proses. Hasil adalah harta karunnya. Jadi, carilah yang ideal dengan detail sehingga harta karun itu akan menjadi keindahan dan kenyamanan di dalam kebersamaan yang biasa disebut cinta.

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Pages

Super Stars

Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Post

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

Friendzone