Cerpenkal : Sakit yang Sama
Seandainya
takdir bisa dirubah, pastinya Lala akan merubah takdirnya untuk bisa lebih jauh
dan terlepas dari cowok yang selama ini selalu menjadi biang onar dirumah,
disekolah, di jalanan, dan dimana pun dia berada disitu pasti ada kerusuhan.
Cowok bernama Ega yang kini hidup satu rumah bersamanyalah yang menjadi beban
dalam hidupnya selama dua tahun terakhir ini. Penyebabnya karena permasalahan
rumah tangga di keluarga Ega yang mengharuskan Ega tinggal di rumah Lala.
Meskipun Lala dan Ega tidak asing dengan satu sama lain, Lala sama sekali tidak
menyukai sifat Ega yang arogan, keras, perokok, peminum, suka tauran, sering
masuk kantor polisi. Tidak jarang ayah Lala mengeluarkan kocek besar dari
sakunya untuk mengeluarkan Ega dari kantor polisi karena terlibat tauran antar
sekolah. Itulah alasan kenapa Lala begitu kesal dengan Ega dan selalu
menganggapnya tak ada.
-------------
Ega
keluar dari kamar dengan menggendong tasnya yang di gantung di bahu kanannya.
Seragam sekolah yang ia kenakan tidak dimasukkan kedalam celana, kancing
terlepas satu keping dibagian atas memungkinkan baju dalamannya warna merah
terlihat, celana abu-abu yang di desainnya sendiri sehingga menjadi lebih ketat
juga tak lagi mencerminkan anak sekolahan karena banyak jahitan bekas sobekan
benda tajam dan lubang-lubang kecil yang dibuat oleh percikan bara rokok. Tanpa
menggubris Ibu Lala, Ayah Lala, dan Lala, Ega langsung melengos keluar rumah
tanpa pamit sambil membakar sebatang rokok lalu menghembuskan asap dari
mulutnya ke udara. Perilaku kurang ajar yang dibuat Ega membuat Lala menggeram
dan menusuk-nusuk roti tawar yang diolesi selai stroberi kesal.
‘Kenapa
sih anak itu masih ada disini ?! ’ dengus Lala lalu memandangi kedua orang
tuanya.
Ayah
dan Ibu Lala saling bertatapan “Ada alasan tertentu kenapa ayah dan ibu
mengizinkan Ega tinggal dirumah ini. Untuk itu ayah minta tolong kepada kamu
untuk bisa menerima keadaan ini sebentar sampai Ega bisa menghidupi dirinya
sendiri “ jelas ayah Lala.
“Tapi
kenapa harus dirumah kita ? memangnya dia nggak punya sanak saudara ? Aku muak
yah kalo tiap hari harus melihat dia. Belum lagi kalau dia sudah pulang malam
dan aku harus membukakan pintu untuknya! Aku pengen dia pergi dari rumah ini
cepat atau lambat” kesal lala membanting pisau dan garpu yang ia gunakan untuk
melahap roti dipermukaan piring sehingga menimbulkan bunyi dencingan keras.
“Lala,
coba kamu mengerti dan dengerin kata-kata ayah. Ibu juga tahu apa yang kamu
rasain. Tapi kita tetap harus menjaga Ega sebagaimana Ibu menjaga kamu. Ega
memang punya tujuan lain dalam hidupnya, karena tujuannya berbeda dengan tujuan
hidup kamu makannya kamu tidak suka dengan keberadaan Ega dirumah ini. Ega
sekarang hidup sebatangkara. Nggak punya siapa-siapa lagi di hidup Ega saat
ini. Cuma kita, apalagi orang tua Ega dulu sangat baik dengan keluarga kita,
sudah sepantasnya kita kasih Ega hidup yang layak seperti anak-anak lain’’ ujar
Ibu Lala dengan nada lembut yang mencerminkan sifat keibuannya yang begitu
melekat didalam dirinya. Sehingga penjelasan yang dilontarkan Ibu Lala membuat
Lala sendiri menjadi sedikit berubah pikiran namun ia tetap tidak ingin akrab
dengan cowok begajulan itu.
“Hmm..okelah
kalo Ibu dan Ayah masih berpikiran seperti itu. Aku berangkat” Lala menyalimi kedua
orang tuanya lalu pergi ke sekolah.
Sebelum
beranjak dari ruang makan ayah Lala memanggil Lala. Langkah Lala berhenti lalu
menoleh kebalik punggunya dan menatap ayahnya.
“Kenapa
?” Tanyanya.
“Tolong
jaga Ega. Dia sebenarnya anak yang baik, setidaknya bukan untuk saat ini. Kamu
pasti bisa merubah dia lebih dari yang kamu pikirkan sekarang” ucap Ayah Lala
serius dengan tatapan penuh harap.
“Mungkin.
Jika dia tidak membuang puntung rokok ke kamarku lagi” ujar Lala dan segera
pergi sebelum ayah atau ibunya memanggilnya lagi untuk terus-menerus
menyuruhnya menjaga Ega.
-------------------
Bagaimana
mungkin Lala bisa bertahan dengan keadaan seperti ini. Dua tahun, waktu yang
cukup lama untuk bertahan dalam kehidupan dengan orang yang selalu berbuat
onar. Biangkeladi keributan seperti Ega itu. Apalagi disekolah banyak yang
menganggap mereka adik kakak, itu yang membuat Lala cukup menahan emosinya
dalam-dalam.
Usai
bunyi bel pertanda pelajaran hari ini selesai Lala keluar sekolah dengan teman-temannya.
Menunggu angkutan umum di halte. Bising klakson mobil dan motor memekakkan
telinganya. Meskipun telinganya sudah disumbat dengan kedua telapak tangannya,
suara klakson masih tetap mengganggu kedamaian gendang telinganya.
Lala
dan teman-temannya mencari penyebab sumber suara bising ini. Keadaan jalan raya
tiba-tiba macet. Lala bingung dan juga heran. Ia melihat segerombolan anak-anak
satu sekolahnya ramai-ramai berlarian kearah segerombolan anak sekolah yang
tidak ia kenal sambil membawa senjata tajam seperti pedang, celurit, gear yang
diikat dengan sabuk. Lala panik dan juga teman-temannya. Melihat keadaan yang
tidak kondusif, ia dan teman-temannya segera berlarian masuk kedalam sekolah supaya
lebih aman. Sampai di depan gerbang, Lala kembali melihat segerombolan
anak-anak itu sudah saling beradu ketangkasan dengan senjata yang mereka gunakan.
Di bagian depan gerombolan sekolahnya ia melihat cowok yang tidak asing di
matanya. Cowok yang membuatnya sering beradu mulut dengan orang tuanya. Cowok
yang selalu mengambil uang jajannya jika diletakkan diatas kulkas. Ya, Ega
dengan pedang yang ia pegang ditangan kanannya sedang mengadu ketangkasan illegal.
Melihat Ega disana, Lala menyukuri supaya Ega kena senjata tajam dari musuh.
Supaya kapok.
Lala
mendengus kesal. Mengucapkan sumpah serapah kepada Ega yang lagi-lagi berbuat
onar.
“Mati
aja kek lu sekalian” Dengusnya lalu masuk kedalam sekolah.
Keributan
selesai setelah polisi yang dibantu warga setempat datang mengamankan para
pelajar yang dianggap sebagai profokator tawuran. Salah satunya Ega, karena
kejadiannya tepat didepan sekolah, Ega segera di adili di tengah lapangan
dengan telanjang dada. Ia disuruh memutari lapangan basket sambil berjalan
jongkok. Bersama-sama dengan musuhnya tadi mereka malah terlihat akrab. Kemudian mereka
dihukum untuk berdiri tegak di depan tiang bendera dan hormat selama satu jam
dibawah terik matahari. Tanpa istirahat.
Lala
melihat Ega dihukum merasa senang dan puas. “Kapok kan lo!”
Setelah
hukumannya selesai Ega dan yang lainnya dipersilahkan pulang dan ia mendapat
surat peringatan untuk yang kesembilan kalinya. Tinggal satu surat peringatan
lagi Ega harus keluar dari sekolah. Surat yang dimasukkan kedalam amplop putih
itu langsung di robeknya kecil-kecil lalu dibuang kedalam tong sampah.
Di
halte ia duduk, menyisir rambutnya dengan tangan lalu mengambil rokok yang
berada dikantungnya dan menyulutkannya dengan korek gas. Hembusan asapnya
membuat Lala yang berada disampingnya terbatuk-batuk.
“Uhuk..uhuk”
Lala menutup mulutnya lalu menatap sadis kearah Ega.
Ega
melihat Lala yang batuk tidak meminta maaf atau tersenyum. Ia menganggap biasa.
Lalu menghisap rokok itu lagi. Dan menoleh kembali kearah Lala.
“Kok
lo masih disini ?” tanya Ega.
“Bukan
urusan lo!” jawab Lala dengan nada keras.
“Bagaimana
mungkin anak rumahan kayak lo mau lama-lama disekolah karena bukan suatu
alasan. Gue yakin lo nungguin gue ya ? hahahaha ” Ega tertawa meledek membuat
muka Lala memerah malu.
“Dih
pede banget lo” dengus Lala.
Sebenarnya
Lala memang menunggu Ega sampai Ega selesai dihukum. Ia rela ditinggal temannya
untuk melihat Ega selesai dihukum. Lala memang sangat puas ketika melihat Ega
dihukum, namun di sisi lain Lala punya perasaan kasihan kepada Ega yang tidak
memiliki siapa-siapa lagi di dunia ini. Ega hanya akrab dengan kekerasan.
Minuman keras, rokok dan narkoba. Tapi entahlah, Lala tidak tahu pasti apakah
Ega menggunakan narkoba. Yang pastinya jika memang Ega adalah seorang pecandu
narkoba. Itu bukan sepenuhnya urusan Lala.
Tidak
lama setelah itu segerombolan teman-teman Ega datang dengan motor yang menggunakan
knalpot racing. Membuat rusak telinga Lala sekali lagi.
Ditengah
bising knalpot teman-teman Ega meneriakkan namanya. Ega melambaikan tangannya
sambil berdiri. Menghempaskan rokok ke tanah dan menginjaknya. Mengambil kaleng
bir yang berada di dalam tas lalu meminumnya. Kemudian Ega menghadap kearah Lala
yang sedang duduk memperhatikan Ega dengan teman-temannya yang menjadi sumber
bising.
“Kayaknya
gue pulang malam. Tolong pastiin pintu nggak lo kunci kayak kemaren. Sampe –sampe
gue harus manjat ke kamar lo” Ujar Ega setelah meneguk bir.
“Nggak
usah pulang malem kalo nggak mau dikunciin!” Lala menyilangkan tangannya di dada
menatap Ega dengan raut wajah kesal serta matanya menyipit.
“Ya
terserah lo sih kalo mau dilempar puntung rokok lagi” Ega pergi melompat ke jok
motor temannya dibagian belakang. Membanting kaleng bir yang sudah habis ia
minum ke jalanan.
“Ishhhh….anak
brengsek!” Dengus Lala.
-------------
Kali
ini Ega pulang lebih awal. Suatu rekor
yang harus ia banggakan untuk dirinya sendiri karena mampu pulang jam 5 sore
dari sekolah. Biasanya Ega pulang jam 12. Harus menyelinap atau memanjat ke
kamar Lala untuk dibukakan pintu. Kali ini dengan alasan kepalanya yang pusing
karena terkena hempasan batu di dahinya saat tawuran tadi, ia pun beristirahat
lebih awal dari biasanya.
Sampai
dirumah ia terkejut ketika melihat pot-pot bunga berjatuhan tak keruan.
Tanah-tanah berserakan. Ega menuduh kucinglah sebagai pelakunya. Pintu rumah
juga masih terbuka. Kali ini Ega mencurigai kalau rumah Lala habis kemalingan.
Ia segera masuk kedalam rumah berteriak “Maling dimana lo ?!” namun tak ada jawaban
atau bunyi-bunyi yang mencurigakan. Mungkin malingnya sudah pergi. Tidak peduli
barang apa yang hilang karena diambil maling, Ega langsung menghempaskan
tubuhnya ke sofa di ruang tamu. Menengadahkan kepalanya yang berdenyut-denyut
hebat. Membuatnya menggeram sesekali.
Ia
renggut remot yang tergeletak bebas di atas meja. Menyalakan saluran televisi dan
menonton kartun spongebob. Walaupun sifat yang keras dan selalu akrab dengan
perkelahian. Ega tetaplah manusia yang suka dengan hiburan apalagi kartun.
Jadi, sebenarnya rada tidak cocok buat Ega.
“Hahaha
goblok bat petrik” Ega tertawa dengan tingkah laku patrick yang konyol dilayar televisi
bersama spongebob.
Ditengah-tengah
film spongebob yang ia tonton. Terdengar suara isak tangis dari balik dapur.
Suara perempuan menangis yang membuat Ega merinding. Ega yang penasaran dengan
suara itu langsung bergegas menelusuri sumber suara. Dari ruang tamu ia
terlebih dahulu mengambil alquran jaga-jaga jika itu makhlus halus dan membawa
remot untuk memukul bila itu maling yang pura-pura nangis.
Sampai
di dapur tak ada siapa-siapa. Namun suara tangisan itu semakin keras dan jelas
terdengar. Ega mendekatkan telinganya ke tembok kamar mandi. Mendapatkan bahwa
sumber suara itu dari dalam kamar mandi. Ia mendobrak kamar mandi itu sehingga
menimbulkan bunyi “brak”. Ia kaget bukan kepalang. Langkahnya mundur satu
langkah melihat Lala yang sedang terpekur duduk menangis tersedu-sedu.
Menenggelamkan wajahnya diantara pahanya. Tubuhnya sangat basah berlumuran air.
Rambutnya acak-cakan tak keruan.
Ega
masuk kekamar mandi mencoba memegangi pundak Lala “ Eh goblok, ngapain lo
disini ? Lo mau berenang ? ” ujarnya namun tak didengar oleh Lala. Ega mencoba
menggoncang-goncangkan tubuh Lala “Woy sadar woy!! Lo udah gila atau bagaimana
sih ?!! Lala!! Jangan bikin gue panik dah lo. Kalo mau mandi buka baju lo,
jangan malah nangis!”
“Lala,
dengerin gue nggak sih lo?!”
Ega
menggelengkan kepala. Menghela napas panjang lalu ia mendapati handuk dan
membalut tubuh Lala yang basah kuyub. Lala tidak mau beranjak dari kamar mandi.
Terpaksa Ega menggendong Lala lalu membawanya ke kamar dan membaringkan tubuh
Lala yang lemah diatas kasur. Ega ke dapur dan membuatkan teh manis. Bodohnya
Ega lupa menambahkan gula kedalam teh manis. Ia pun mondar-mandir dari kamar ke
dapur.
Lala
sudah berhenti menangis namun ia tidak sadarkan diri. Ketika sadar Lala
lagi-lagi menangis, Ega semakin bingung dengan Lala. Disuruh minum tidak mau.
Disuruh makan juga tidak mau. Akhirnya Ega meninggalkan makanan dan minuman di
samping kasur Lala dan meninggalkannya sendiri.
-------------
Ega
terbangun dari tidurnya di atas sofa. Ia mengucek-ngucek matanya seraya
menyadarkan dirinya yang belum sepenuhnya sadar. Ia melihat tivi saluran
sepakbola. Menggantinya ke serial spongebob, dengan mata yang masih ngantuk ia
menonton film kartun kesukaannya itu. Tiba-tiba ia teringat Lala. Dengan cepat
ia berlari ke kamar Lala. Ia menaik turunkan engkol pintu namun terkunci dari
dalam.
“Sial!
Maunya apaan sih nih bocah !” dengusnya sambil mengetuk-ngetuk kamar Lala “Lala,
buka pintunya ! Jangan sampai gue rusakin ini pintu dan bokap lo beli dengan
harga mahal”
Tidak
ada jawaban dari dalam kamar Lala. Ega mondar-mandir didepan pintu, mencoba berpikir.
Tangannya menggaruk-garuk kepala berharap ide itu datang. Bukan ide yang datang
ia malah semakin panik dan lagi-lagi mengetuk-ngetuk pintu kamar Lala dengan
keras.
Ega
lalu berlari ke kamar orang tua Lala. Namun disana tidak ada siapa-siapa.
Kosong. Kasurnya masih rapih seperti dua hari tidak pernah disentuh. Kemana sih
nih orang berdua. Ujar Ega dalam hati kesal.
Lagi-lagi
Ega harus memutuskan untuk merusak fasilitas dirumah ini. Sudah tidak terhitung
berapa banyak bagian dari rumah ini yang Ega hancurkan. Tetapi kali ini
meskipun Ega merusak pintu kamar Lala ia punya alasan yang kuat untuk tidak
benar-benar merasa bersalah. Dengan ancang-ancang dan ucapan satu, dua ,tiga.
Tendangan keras ia hempaskan ke pintu kamar Lala dan terbuka. Bunyi keras
ketika pintu itu menggetarkan tembok.
Ia
masuk kekamar Lala. Tanpa disadari Lala langsung menodongkan pisau ke tubuhnya.
Ia mundur. Mencoba menenangkan Lala.
“Buset!
Lala, maksud lo apa ? lo mau bunuh gue ? lo bener-bener udah gila ! Dasar cewek
nggak waras!” Ega berteriak sambil mundur berhati-hati jika Lala benar-benar
akan menusuknya.
“Coba,
tenangin diri lo La. Jangan biarkan kegilaan ini menguasai lo. Lo kenapa sih ?
Bilang sama gue bilang” Ega mencoba mengulurkan tangannya ke lengan Lala.
Lala
menyodorkan pisau itu ke dada Ega. Ega mundur dan sekarang ia berada di luar kamar
Lala.
“Lo
nggak akan ngerti” akhirnya keluar kata-kata dari mulut Lala setelah terakhir
kali ia dengar satu hari yang lalu.
“Gue
ngerti. Gue ngerti kok tapi tolong turunin dulu pisau itu. Bahaya La, itu bisa
bunuh gue atau bahkan lo sendiri yang mati”
“Biarin
gue mati! Ini yang mereka mau!” Lala menyodorkan sebilah pisau itu ke tangannya
berancang-ancang akan menyayat urat nadinya “Kalau ibu dan ayah pergi. Gue juga
harus pergi!”
Dengan
cepat Ega menahan tangan kanan Lala yang digunakannya untuk memegang pisau. Ia tarik
tangan Lala dan memukul pisau itu hingga jatuh ke lantai. Ia tendang pisau itu
menjauh dari Lala membuat kakinya berdarah tersayat pisau yang ternyata sangat
tajam. Lala terus mencoba melepas ikatan tubuh Ega. Ia uring-uringan dan
meraung seperti orang gila. Ega menutup mulut Lala dengan telapak tangannya.
Lalu dengan satu gerakan ia mendekap tubuh Lala kedalam pelukannya. Hangat
terasa ditubuh Lala. Tak sadar Lala terdiam merasakan nyamannya pelukan Ega
yang hangat.
Ega
mendekatkan bibirnya ke telinga Lala “Lo nggak sendiri. Masih ada gue disini”
-------------
“Gue
lihat ada baygon dikamar lo. Mau coba bunuh diri dengan obat nyamuk ? ” Ega
menoleh ke wajah Lala yang tampak kosong memandang pohon-pohon di halaman
belakang Lala dari balkon kamar Lala “Wah.wah.wah jadi sekarang lo udah ngerasa
baru jadi manusia nyamuk ya ?” Ega tertawa.
Lala
menatap pohon rindang yang sudah tumbuh sejak ia kecil yang masih berdiri gagah.
Tatapannya kosong. Bibirnya pucat “Seharusnya gue udah mati sekarang”
“Tapi
karena ada gue, lo nggak jadi mati sia-sia. Untung aja gue datengnya tepat
waktu sebelum gue membaca berita di koran besok. Seorang cewek gila mencoba
mencicipi obat nyamuk karena kehabisan air putih dirumahnya” ujar Ega lalu
tertawa.
“Gue
cuma nggak bisa nerima kenyataan kalau ibu dan ayah bakal cerai. Gue nggak
percaya! ini pasti mimpi” air bening menetes di kelopak mata Lala “Lebih baik
gue mati daripada harus menerima kenyataan pahit kayak gini”
“Lemah
lo!” bentak Ega kemudian menghembuskan asap rokoknya ke udara. “Gue kira lo
orangnya kuat. Selama ini gue hidup serumah sama lo, gue pikir lo orang yang
tahan banting. Tapi karena masalah kayak gini aja lo langsung pengen bunuh diri”
“Lo
tahu apa tentang masalah ini ?” Lala menengok kearah Ega yang sedang menatap
langit biru.
“Gue
tahu banyak. Lebih banyak daripada apa yang lo tahu saat ini. Lo melihat gue
hanya dari pandangan lo. Dibalik keburukan gue ini, gue menyimpan kerja keras
buat diri gue sendiri. Itu alasan bokap lo mempertahankan gue disini. ” Ia
berhenti sejenak menghabiskan isapan terakhir rokoknya lalu membuangnya ke
halaman belakang. Ia hembuskan gumpalan asap itu seraya menatap Lala yang masih
tampak kecewa.
“Asal
lo tahu, selama ini gue tinggal dirumah lu hanya untuk berteduh. Gue bekerja
setelah pulang sekolah. Nyari uang buat makan dan masa depan gue nanti. Gue
punya harapan buat nggak mau ganggu keluarga lo. Sampai uang itu terkumpul gue
bakal pergi dari sini. Semenjak nyokap gue pisah, dia jadi gila. Bokap pun udah
meninggal setahun lalu. Dan gue anak tunggal. Sodara-sodara gue pergi nggak
tahu kemana, mereka seperti nggak menganggap gue ada. Mau nggak mau gue harus
berjuang kayak gini.”
“Lalu
? Kenapa lo ngerokok, mabok-mabokan, dan tawuran ? pasti itu karena lo frustasi
dan pengen ninggalin kenyataan lo” ujar Lala penuh pertanyaan.
“Gue
ngerokok karena ini pilihan hidup gue dan gue suka minum bir karena itu yang
membuat gue lebih tenang sehingga bisa melupakan sejenak kerasnya hidup.
Setidaknya gue nggak pernah berniat buat meminum baygon. Bisa mokat gue, nanti hahaha
” ledek Ega yang disambut tinjuan kecil di lengannya dari Lala “Lalu kenapa gue
suka tawuran ? itu sih bukan hobi. Jujur gue nggak suka tawuran sama sekali.
Tetapi mereka-mereka yang membuat gue terjun ke dunia itu. Setidaknya dengan
gue ikut tawuran bisa membuat mereka tahu rasa jika sekali-kali kena senjata
tajam itu rasanya sakit.”
“Gue
nggak ngerti jalan hidup lu ? dan lo kerja apa selama ini kok gue nggak tahu ?”
Ega
mengambil sebatang rokok dari bungkusnya lalu membakarnya “Gue kerja di bar.
Lumayanlah gajinya buat kuliah setelah lulus nanti. Dan jalan hidup gue itu ke
depan. Melupakan semua masa lalu yang kelam. Menenggelamkan semua itu ke dasar
yang paling dalam. Gue nggak mau keliahatan cemen apalagi di depan orang bodoh
kayak lo yang terlalu lemah lalu mencoba bunuh diri”
Lala
mengepalkan tangannya, darahnya mengalir begitu cepat ketika sadar ia dianggap
lemah oleh cowok onar yang sekarang justru menjadi penenang hatinya “Apa
mungkin gue masih bisa ngejalanin hidup gue seperti biasa tanpa kehadiran
mereka berdua ?” tanya Lala.
“Pasti.
Pasti lo bisa, meskipun tanpa mereka seharusnya lo bisa menjalani hidup ini.
Apalagi mereka masih hidup. Lo tunjukkin ke mereka berdua kalo lo bisa jadi
anak yang baik dan berprestasi. Nggak jadi anak broken home yang langsung terjun ke dunia gelap. Ngumpung lo masih
ada di dunia yang terang tanpa kegelapan, sekarang waktunya lo buat berjuang ”
“Berjuang
seperti apa ?” Lala bingung.
“Ya,
berjuang. Seperti menghilangkan baygon dari daftar minuman lo hahahaha “ Ledek
Ega lagi. Lala mencubit perut Ega kencang-kencang hingga membuatnya mengerang
kesakitan
0 komentar:
Posting Komentar