123, Example Street, City 123@abc.com 123-456-7890 skypeid

Senin, 04 Januari 2016

Cerpenkal : Sakit yang Sama


Seandainya takdir bisa dirubah, pastinya Lala akan merubah takdirnya untuk bisa lebih jauh dan terlepas dari cowok yang selama ini selalu menjadi biang onar dirumah, disekolah, di jalanan, dan dimana pun dia berada disitu pasti ada kerusuhan. Cowok bernama Ega yang kini hidup satu rumah bersamanyalah yang menjadi beban dalam hidupnya selama dua tahun terakhir ini. Penyebabnya karena permasalahan rumah tangga di keluarga Ega yang mengharuskan Ega tinggal di rumah Lala. Meskipun Lala dan Ega tidak asing dengan satu sama lain, Lala sama sekali tidak menyukai sifat Ega yang arogan, keras, perokok, peminum, suka tauran, sering masuk kantor polisi. Tidak jarang ayah Lala mengeluarkan kocek besar dari sakunya untuk mengeluarkan Ega dari kantor polisi karena terlibat tauran antar sekolah. Itulah alasan kenapa Lala begitu kesal dengan Ega dan selalu menganggapnya tak ada.
-------------
Ega keluar dari kamar dengan menggendong tasnya yang di gantung di bahu kanannya. Seragam sekolah yang ia kenakan tidak dimasukkan kedalam celana, kancing terlepas satu keping dibagian atas memungkinkan baju dalamannya warna merah terlihat, celana abu-abu yang di desainnya sendiri sehingga menjadi lebih ketat juga tak lagi mencerminkan anak sekolahan karena banyak jahitan bekas sobekan benda tajam dan lubang-lubang kecil yang dibuat oleh percikan bara rokok. Tanpa menggubris Ibu Lala, Ayah Lala, dan Lala, Ega langsung melengos keluar rumah tanpa pamit sambil membakar sebatang rokok lalu menghembuskan asap dari mulutnya ke udara. Perilaku kurang ajar yang dibuat Ega membuat Lala menggeram dan menusuk-nusuk roti tawar yang diolesi selai stroberi kesal.
‘Kenapa sih anak itu masih ada disini ?! ’ dengus Lala lalu memandangi kedua orang tuanya.
Ayah dan Ibu Lala saling bertatapan “Ada alasan tertentu kenapa ayah dan ibu mengizinkan Ega tinggal dirumah ini. Untuk itu ayah minta tolong kepada kamu untuk bisa menerima keadaan ini sebentar sampai Ega bisa menghidupi dirinya sendiri “ jelas ayah Lala.
“Tapi kenapa harus dirumah kita ? memangnya dia nggak punya sanak saudara ? Aku muak yah kalo tiap hari harus melihat dia. Belum lagi kalau dia sudah pulang malam dan aku harus membukakan pintu untuknya! Aku pengen dia pergi dari rumah ini cepat atau lambat” kesal lala membanting pisau dan garpu yang ia gunakan untuk melahap roti dipermukaan piring sehingga menimbulkan bunyi dencingan keras.
“Lala, coba kamu mengerti dan dengerin kata-kata ayah. Ibu juga tahu apa yang kamu rasain. Tapi kita tetap harus menjaga Ega sebagaimana Ibu menjaga kamu. Ega memang punya tujuan lain dalam hidupnya, karena tujuannya berbeda dengan tujuan hidup kamu makannya kamu tidak suka dengan keberadaan Ega dirumah ini. Ega sekarang hidup sebatangkara. Nggak punya siapa-siapa lagi di hidup Ega saat ini. Cuma kita, apalagi orang tua Ega dulu sangat baik dengan keluarga kita, sudah sepantasnya kita kasih Ega hidup yang layak seperti anak-anak lain’’ ujar Ibu Lala dengan nada lembut yang mencerminkan sifat keibuannya yang begitu melekat didalam dirinya. Sehingga penjelasan yang dilontarkan Ibu Lala membuat Lala sendiri menjadi sedikit berubah pikiran namun ia tetap tidak ingin akrab dengan cowok begajulan itu.
“Hmm..okelah kalo Ibu dan Ayah masih berpikiran seperti itu. Aku berangkat” Lala menyalimi kedua orang tuanya lalu pergi ke sekolah.
Sebelum beranjak dari ruang makan ayah Lala memanggil Lala. Langkah Lala berhenti lalu menoleh kebalik punggunya dan menatap ayahnya.
“Kenapa ?” Tanyanya.
“Tolong jaga Ega. Dia sebenarnya anak yang baik, setidaknya bukan untuk saat ini. Kamu pasti bisa merubah dia lebih dari yang kamu pikirkan sekarang” ucap Ayah Lala serius dengan tatapan penuh harap.
“Mungkin. Jika dia tidak membuang puntung rokok ke kamarku lagi” ujar Lala dan segera pergi sebelum ayah atau ibunya memanggilnya lagi untuk terus-menerus menyuruhnya menjaga Ega.
-------------------
Bagaimana mungkin Lala bisa bertahan dengan keadaan seperti ini. Dua tahun, waktu yang cukup lama untuk bertahan dalam kehidupan dengan orang yang selalu berbuat onar. Biangkeladi keributan seperti Ega itu. Apalagi disekolah banyak yang menganggap mereka adik kakak, itu yang membuat Lala cukup menahan emosinya dalam-dalam.
Usai bunyi bel pertanda pelajaran hari ini selesai Lala keluar sekolah dengan teman-temannya. Menunggu angkutan umum di halte. Bising klakson mobil dan motor memekakkan telinganya. Meskipun telinganya sudah disumbat dengan kedua telapak tangannya, suara klakson masih tetap mengganggu kedamaian gendang telinganya.
Lala dan teman-temannya mencari penyebab sumber suara bising ini. Keadaan jalan raya tiba-tiba macet. Lala bingung dan juga heran. Ia melihat segerombolan anak-anak satu sekolahnya ramai-ramai berlarian kearah segerombolan anak sekolah yang tidak ia kenal sambil membawa senjata tajam seperti pedang, celurit, gear yang diikat dengan sabuk. Lala panik dan juga teman-temannya. Melihat keadaan yang tidak kondusif, ia dan teman-temannya segera berlarian masuk kedalam sekolah supaya lebih aman. Sampai di depan gerbang, Lala kembali melihat segerombolan anak-anak itu sudah saling beradu ketangkasan dengan senjata yang mereka gunakan. Di bagian depan gerombolan sekolahnya ia melihat cowok yang tidak asing di matanya. Cowok yang membuatnya sering beradu mulut dengan orang tuanya. Cowok yang selalu mengambil uang jajannya jika diletakkan diatas kulkas. Ya, Ega dengan pedang yang ia pegang ditangan kanannya sedang mengadu ketangkasan illegal. Melihat Ega disana, Lala menyukuri supaya Ega kena senjata tajam dari musuh. Supaya kapok.
Lala mendengus kesal. Mengucapkan sumpah serapah kepada Ega yang lagi-lagi berbuat onar.
“Mati aja kek lu sekalian” Dengusnya lalu masuk kedalam sekolah.
Keributan selesai setelah polisi yang dibantu warga setempat datang mengamankan para pelajar yang dianggap sebagai profokator tawuran. Salah satunya Ega, karena kejadiannya tepat didepan sekolah, Ega segera di adili di tengah lapangan dengan telanjang dada. Ia disuruh memutari lapangan basket sambil berjalan jongkok. Bersama-sama dengan musuhnya tadi  mereka malah terlihat akrab. Kemudian mereka dihukum untuk berdiri tegak di depan tiang bendera dan hormat selama satu jam dibawah terik matahari. Tanpa istirahat.
Lala melihat Ega dihukum merasa senang dan puas. “Kapok kan lo!”
Setelah hukumannya selesai Ega dan yang lainnya dipersilahkan pulang dan ia mendapat surat peringatan untuk yang kesembilan kalinya. Tinggal satu surat peringatan lagi Ega harus keluar dari sekolah. Surat yang dimasukkan kedalam amplop putih itu langsung di robeknya kecil-kecil lalu dibuang kedalam tong sampah.
Di halte ia duduk, menyisir rambutnya dengan tangan lalu mengambil rokok yang berada dikantungnya dan menyulutkannya dengan korek gas. Hembusan asapnya membuat Lala yang berada disampingnya terbatuk-batuk.
“Uhuk..uhuk” Lala menutup mulutnya lalu menatap sadis kearah Ega.
Ega melihat Lala yang batuk tidak meminta maaf atau tersenyum. Ia menganggap biasa. Lalu menghisap rokok itu lagi. Dan menoleh kembali kearah Lala.
“Kok lo masih disini ?” tanya Ega.
“Bukan urusan lo!” jawab Lala dengan nada keras.
“Bagaimana mungkin anak rumahan kayak lo mau lama-lama disekolah karena bukan suatu alasan. Gue yakin lo nungguin gue ya ? hahahaha ” Ega tertawa meledek membuat muka Lala memerah malu.
“Dih pede banget lo” dengus Lala.
Sebenarnya Lala memang menunggu Ega sampai Ega selesai dihukum. Ia rela ditinggal temannya untuk melihat Ega selesai dihukum. Lala memang sangat puas ketika melihat Ega dihukum, namun di sisi lain Lala punya perasaan kasihan kepada Ega yang tidak memiliki siapa-siapa lagi di dunia ini. Ega hanya akrab dengan kekerasan. Minuman keras, rokok dan narkoba. Tapi entahlah, Lala tidak tahu pasti apakah Ega menggunakan narkoba. Yang pastinya jika memang Ega adalah seorang pecandu narkoba. Itu bukan sepenuhnya urusan Lala.
Tidak lama setelah itu segerombolan teman-teman Ega datang dengan motor yang menggunakan knalpot racing. Membuat rusak telinga Lala sekali lagi.
Ditengah bising knalpot teman-teman Ega meneriakkan namanya. Ega melambaikan tangannya sambil berdiri. Menghempaskan rokok ke tanah dan menginjaknya. Mengambil kaleng bir yang berada di dalam tas lalu meminumnya. Kemudian Ega menghadap kearah Lala yang sedang duduk memperhatikan Ega dengan teman-temannya yang menjadi sumber bising.
“Kayaknya gue pulang malam. Tolong pastiin pintu nggak lo kunci kayak kemaren. Sampe –sampe gue harus manjat ke kamar lo” Ujar Ega setelah meneguk bir.
“Nggak usah pulang malem kalo nggak mau dikunciin!” Lala menyilangkan tangannya di dada menatap Ega dengan raut wajah kesal serta matanya menyipit.
“Ya terserah lo sih kalo mau dilempar puntung rokok lagi” Ega pergi melompat ke jok motor temannya dibagian belakang. Membanting kaleng bir yang sudah habis ia minum ke jalanan.
“Ishhhh….anak brengsek!” Dengus Lala.
-------------
Kali ini Ega  pulang lebih awal. Suatu rekor yang harus ia banggakan untuk dirinya sendiri karena mampu pulang jam 5 sore dari sekolah. Biasanya Ega pulang jam 12. Harus menyelinap atau memanjat ke kamar Lala untuk dibukakan pintu. Kali ini dengan alasan kepalanya yang pusing karena terkena hempasan batu di dahinya saat tawuran tadi, ia pun beristirahat lebih awal dari biasanya.
Sampai dirumah ia terkejut ketika melihat pot-pot bunga berjatuhan tak keruan. Tanah-tanah berserakan. Ega menuduh kucinglah sebagai pelakunya. Pintu rumah juga masih terbuka. Kali ini Ega mencurigai kalau rumah Lala habis kemalingan. Ia segera masuk kedalam rumah berteriak “Maling dimana lo ?!” namun tak ada jawaban atau bunyi-bunyi yang mencurigakan. Mungkin malingnya sudah pergi. Tidak peduli barang apa yang hilang karena diambil maling, Ega langsung menghempaskan tubuhnya ke sofa di ruang tamu. Menengadahkan kepalanya yang berdenyut-denyut hebat. Membuatnya menggeram sesekali.
Ia renggut remot yang tergeletak bebas di atas meja. Menyalakan saluran televisi dan menonton kartun spongebob. Walaupun sifat yang keras dan selalu akrab dengan perkelahian. Ega tetaplah manusia yang suka dengan hiburan apalagi kartun. Jadi, sebenarnya rada tidak cocok buat Ega.
“Hahaha goblok bat petrik” Ega tertawa dengan tingkah laku patrick yang konyol dilayar televisi bersama spongebob.
Ditengah-tengah film spongebob yang ia tonton. Terdengar suara isak tangis dari balik dapur. Suara perempuan menangis yang membuat Ega merinding. Ega yang penasaran dengan suara itu langsung bergegas menelusuri sumber suara. Dari ruang tamu ia terlebih dahulu mengambil alquran jaga-jaga jika itu makhlus halus dan membawa remot untuk memukul bila itu maling yang pura-pura nangis.
Sampai di dapur tak ada siapa-siapa. Namun suara tangisan itu semakin keras dan jelas terdengar. Ega mendekatkan telinganya ke tembok kamar mandi. Mendapatkan bahwa sumber suara itu dari dalam kamar mandi. Ia mendobrak kamar mandi itu sehingga menimbulkan bunyi “brak”. Ia kaget bukan kepalang. Langkahnya mundur satu langkah melihat Lala yang sedang terpekur duduk menangis tersedu-sedu. Menenggelamkan wajahnya diantara pahanya. Tubuhnya sangat basah berlumuran air. Rambutnya acak-cakan tak keruan.
Ega masuk kekamar mandi mencoba memegangi pundak Lala “ Eh goblok, ngapain lo disini ? Lo mau berenang ? ” ujarnya namun tak didengar oleh Lala. Ega mencoba menggoncang-goncangkan tubuh Lala “Woy sadar woy!! Lo udah gila atau bagaimana sih ?!! Lala!! Jangan bikin gue panik dah lo. Kalo mau mandi buka baju lo, jangan malah nangis!”
“Lala, dengerin gue nggak sih lo?!”
Ega menggelengkan kepala. Menghela napas panjang lalu ia mendapati handuk dan membalut tubuh Lala yang basah kuyub. Lala tidak mau beranjak dari kamar mandi. Terpaksa Ega menggendong Lala lalu membawanya ke kamar dan membaringkan tubuh Lala yang lemah diatas kasur. Ega ke dapur dan membuatkan teh manis. Bodohnya Ega lupa menambahkan gula kedalam teh manis. Ia pun mondar-mandir dari kamar ke dapur.
Lala sudah berhenti menangis namun ia tidak sadarkan diri. Ketika sadar Lala lagi-lagi menangis, Ega semakin bingung dengan Lala. Disuruh minum tidak mau. Disuruh makan juga tidak mau. Akhirnya Ega meninggalkan makanan dan minuman di samping kasur Lala dan meninggalkannya sendiri.
-------------
Ega terbangun dari tidurnya di atas sofa. Ia mengucek-ngucek matanya seraya menyadarkan dirinya yang belum sepenuhnya sadar. Ia melihat tivi saluran sepakbola. Menggantinya ke serial spongebob, dengan mata yang masih ngantuk ia menonton film kartun kesukaannya itu. Tiba-tiba ia teringat Lala. Dengan cepat ia berlari ke kamar Lala. Ia menaik turunkan engkol pintu namun terkunci dari dalam.
“Sial! Maunya apaan sih nih bocah !” dengusnya sambil mengetuk-ngetuk kamar Lala “Lala, buka pintunya ! Jangan sampai gue rusakin ini pintu dan bokap lo beli dengan harga mahal”
Tidak ada jawaban dari dalam kamar Lala. Ega mondar-mandir didepan pintu, mencoba berpikir. Tangannya menggaruk-garuk kepala berharap ide itu datang. Bukan ide yang datang ia malah semakin panik dan lagi-lagi mengetuk-ngetuk pintu kamar Lala dengan keras.
Ega lalu berlari ke kamar orang tua Lala. Namun disana tidak ada siapa-siapa. Kosong. Kasurnya masih rapih seperti dua hari tidak pernah disentuh. Kemana sih nih orang berdua. Ujar Ega dalam hati kesal.
Lagi-lagi Ega harus memutuskan untuk merusak fasilitas dirumah ini. Sudah tidak terhitung berapa banyak bagian dari rumah ini yang Ega hancurkan. Tetapi kali ini meskipun Ega merusak pintu kamar Lala ia punya alasan yang kuat untuk tidak benar-benar merasa bersalah. Dengan ancang-ancang dan ucapan satu, dua ,tiga. Tendangan keras ia hempaskan ke pintu kamar Lala dan terbuka. Bunyi keras ketika pintu itu menggetarkan tembok.
Ia masuk kekamar Lala. Tanpa disadari Lala langsung menodongkan pisau ke tubuhnya. Ia mundur. Mencoba menenangkan Lala.
“Buset! Lala, maksud lo apa ? lo mau bunuh gue ? lo bener-bener udah gila ! Dasar cewek nggak waras!” Ega berteriak sambil mundur berhati-hati jika Lala benar-benar akan menusuknya.
“Coba, tenangin diri lo La. Jangan biarkan kegilaan ini menguasai lo. Lo kenapa sih ? Bilang sama gue bilang” Ega mencoba mengulurkan tangannya ke lengan Lala.
Lala menyodorkan pisau itu ke dada Ega. Ega mundur dan sekarang ia berada di luar kamar Lala.
“Lo nggak akan ngerti” akhirnya keluar kata-kata dari mulut Lala setelah terakhir kali ia dengar satu hari yang lalu.
“Gue ngerti. Gue ngerti kok tapi tolong turunin dulu pisau itu. Bahaya La, itu bisa bunuh gue atau bahkan lo sendiri yang mati”
“Biarin gue mati! Ini yang mereka mau!” Lala menyodorkan sebilah pisau itu ke tangannya berancang-ancang akan menyayat urat nadinya “Kalau ibu dan ayah pergi. Gue juga harus pergi!”
Dengan cepat Ega menahan tangan kanan Lala yang digunakannya untuk memegang pisau. Ia tarik tangan Lala dan memukul pisau itu hingga jatuh ke lantai. Ia tendang pisau itu menjauh dari Lala membuat kakinya berdarah tersayat pisau yang ternyata sangat tajam. Lala terus mencoba melepas ikatan tubuh Ega. Ia uring-uringan dan meraung seperti orang gila. Ega menutup mulut Lala dengan telapak tangannya. Lalu dengan satu gerakan ia mendekap tubuh Lala kedalam pelukannya. Hangat terasa ditubuh Lala. Tak sadar Lala terdiam merasakan nyamannya pelukan Ega yang hangat.
Ega mendekatkan bibirnya ke telinga Lala “Lo nggak sendiri. Masih ada gue disini”

-------------
“Gue lihat ada baygon dikamar lo. Mau coba bunuh diri dengan obat nyamuk ? ” Ega menoleh ke wajah Lala yang tampak kosong memandang pohon-pohon di halaman belakang Lala dari balkon kamar Lala “Wah.wah.wah jadi sekarang lo udah ngerasa baru jadi manusia nyamuk ya ?” Ega tertawa.
Lala menatap pohon rindang yang sudah tumbuh sejak ia kecil yang masih berdiri gagah. Tatapannya kosong. Bibirnya pucat “Seharusnya gue udah mati sekarang”
“Tapi karena ada gue, lo nggak jadi mati sia-sia. Untung aja gue datengnya tepat waktu sebelum gue membaca berita di koran besok. Seorang cewek gila mencoba mencicipi obat nyamuk karena kehabisan air putih dirumahnya” ujar Ega lalu tertawa.
“Gue cuma nggak bisa nerima kenyataan kalau ibu dan ayah bakal cerai. Gue nggak percaya! ini pasti mimpi” air bening menetes di kelopak mata Lala “Lebih baik gue mati daripada harus menerima kenyataan pahit kayak gini”
“Lemah lo!” bentak Ega kemudian menghembuskan asap rokoknya ke udara. “Gue kira lo orangnya kuat. Selama ini gue hidup serumah sama lo, gue pikir lo orang yang tahan banting. Tapi karena masalah kayak gini aja lo langsung pengen bunuh diri”
“Lo tahu apa tentang masalah ini ?” Lala menengok kearah Ega yang sedang menatap langit biru.
“Gue tahu banyak. Lebih banyak daripada apa yang lo tahu saat ini. Lo melihat gue hanya dari pandangan lo. Dibalik keburukan gue ini, gue menyimpan kerja keras buat diri gue sendiri. Itu alasan bokap lo mempertahankan gue disini. ” Ia berhenti sejenak menghabiskan isapan terakhir rokoknya lalu membuangnya ke halaman belakang. Ia hembuskan gumpalan asap itu seraya menatap Lala yang masih tampak kecewa.
“Asal lo tahu, selama ini gue tinggal dirumah lu hanya untuk berteduh. Gue bekerja setelah pulang sekolah. Nyari uang buat makan dan masa depan gue nanti. Gue punya harapan buat nggak mau ganggu keluarga lo. Sampai uang itu terkumpul gue bakal pergi dari sini. Semenjak nyokap gue pisah, dia jadi gila. Bokap pun udah meninggal setahun lalu. Dan gue anak tunggal. Sodara-sodara gue pergi nggak tahu kemana, mereka seperti nggak menganggap gue ada. Mau nggak mau gue harus berjuang kayak gini.”
“Lalu ? Kenapa lo ngerokok, mabok-mabokan, dan tawuran ? pasti itu karena lo frustasi dan pengen ninggalin kenyataan lo” ujar Lala penuh pertanyaan.
“Gue ngerokok karena ini pilihan hidup gue dan gue suka minum bir karena itu yang membuat gue lebih tenang sehingga bisa melupakan sejenak kerasnya hidup. Setidaknya gue nggak pernah berniat buat meminum baygon. Bisa mokat gue, nanti hahaha ” ledek Ega yang disambut tinjuan kecil di lengannya dari Lala “Lalu kenapa gue suka tawuran ? itu sih bukan hobi. Jujur gue nggak suka tawuran sama sekali. Tetapi mereka-mereka yang membuat gue terjun ke dunia itu. Setidaknya dengan gue ikut tawuran bisa membuat mereka tahu rasa jika sekali-kali kena senjata tajam itu rasanya sakit.”
“Gue nggak ngerti jalan hidup lu ? dan lo kerja apa selama ini kok gue nggak tahu ?”
Ega mengambil sebatang rokok dari bungkusnya lalu membakarnya “Gue kerja di bar. Lumayanlah gajinya buat kuliah setelah lulus nanti. Dan jalan hidup gue itu ke depan. Melupakan semua masa lalu yang kelam. Menenggelamkan semua itu ke dasar yang paling dalam. Gue nggak mau keliahatan cemen apalagi di depan orang bodoh kayak lo yang terlalu lemah lalu mencoba bunuh diri”
Lala mengepalkan tangannya, darahnya mengalir begitu cepat ketika sadar ia dianggap lemah oleh cowok onar yang sekarang justru menjadi penenang hatinya “Apa mungkin gue masih bisa ngejalanin hidup gue seperti biasa tanpa kehadiran mereka berdua ?” tanya Lala.
“Pasti. Pasti lo bisa, meskipun tanpa mereka seharusnya lo bisa menjalani hidup ini. Apalagi mereka masih hidup. Lo tunjukkin ke mereka berdua kalo lo bisa jadi anak yang baik dan berprestasi. Nggak jadi anak broken home yang langsung terjun ke dunia gelap. Ngumpung lo masih ada di dunia yang terang tanpa kegelapan, sekarang waktunya lo buat berjuang ”
“Berjuang seperti apa ?” Lala bingung.
“Ya, berjuang. Seperti menghilangkan baygon dari daftar minuman lo hahahaha “ Ledek Ega lagi. Lala mencubit perut Ega kencang-kencang hingga membuatnya mengerang kesakitan

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Pages

Super Stars

Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Post

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

Friendzone