Selamanya
Kamu tau nggak, sekarang aku lagi ada dimana ? pasti
kamu nggak tau kan ? iyalah kamu nggak tau. Jangankan kamu tau keberadaan aku
disini, chat aku dari dua hari yang lalu aja kamu nggak tau. Kamu nggak tau
kalo aku nungguin balesan chat dari kamu
kan? Coba liat dulu deh hape kamu. Kalo udah diliat, nggak usah kamu
bales. Aku juga udah tau kok kalo kamu bakal bales apa.
Oiya, aku mau ngasih tau nih. Kalo aku sekarang lagi
ada disuatu tempat. Tempatnya indah loh, apalagi kalo ada kamu disamping aku.
Pasti tambah indah deh. Disini aku hanya beratapkan bintang dan alasnya hanya
rumput. Aku nggak berdiri, aku duduk. Duduk ditengah-tengah lapangan yang luas.
Cukup luas kalo disamakan dengan seluasnya harapan aku untuk terus mengejar
kamu.
Aku kedinginan loh disini. Kamu nggak ngerasain sih,
angin malem dingin banget. Aku takut masuk angin. Aku butuh sentuhan
kehangatan. Aku pengen deh hangatnya itu dari pelukkan kamu. Tapi nggak mungkin
ya. Yaudah deh, dingin angin malam ini cuma aku halau dengan tolak angin yang
aku beli di warung sebelah rumah kamu tadi siang. Kenapa aku beli diwarung
sebelah rumah kamu ? Tau nggak, kamu ? Kamu nggak tau ?!! Aku beli disana karna
aku tadi ingin melihat serpihan hati aku sedang apa dirumahnya. Eh tapi kamu
nggak ada. Kayaknya kamu lagi ngerjain PR ya ?
Hmmm… aku bingung disini harus ngapain. Aku mau
ngobrol tapi cuma ada rumput. Aku ajak ngobrol dia, tapi dia nggak jawab. Dia cuma
bergoyang lunglai dihembus angin. Aku tetep nggak mau diem aja, aku coba
ngobrol sama batu kerikil. Eh ternyata dia juga nggak jawab. Kok sifat mereka
sama ya kayak kamu ? aku tanya berkali kali namun nggak pernah menggubris aku.
Ohhh.. aku tau ! Mungkin ini bukan sifat buruk kamu. Tapi memang kamunya yang
ingin bersifat seperti alam ya ? Pasif. Iya kamu pasif, sama kayak batu.
Yaudah lah aku capek. Aku tiduran aja. Saat ini aku
menatap hamparan langit yang gelap. Aku lihat dari bawah sini, betapa indahnya
bercak-bercak bintang itu. Indahnya bintang membuat aku semakin bingung. Aku
bingung kenapa bintang sekecil itu mampu membuat langit tidak kesepian.
Kelihatannya langit senang-senang aja tiap malem ditemenin bintang. Tapi kenapa
kamu setiap aku ingin menemani hari-hari mu, kamu malah menolak. Apa kamu nggak
kesepian ? apa sudah ada bulan yang lebih indah dibanding bintang ? Oalah ada
apa dengan aku ? aku selalu mencoba jadi bintang dilangit kehidupan kamu, tapi
sinar ku lama kelamaan malah meredup. Apa aku bukan bintang ? siapa aku ? Dan
siapa rembulan yang mampu mengalahkan terangnya bintang ?
Sekali lagi aku mencoba untuk jadi bintang, bukan
jadi rembulan. Bintang punya sinarnya sendiri untuk menerangi buminya. Tidak
seperti rembulan yang perlu matahari untuk terlihat gemerlap.
Sedangkan saat ini rembulan tak begitu sempurna
bulatnya. Bintang pun lama-kelamaan memudar dan menghilang. Aku masih
menyandarkan pundakku diatas rumput. Mereka semua menghilang. Siapa mereka ?
Bulan dan bintang. Yang terlihat hanya lah gelap dan awan merah. Diteruskan
dengan rintik-rintik air yang membasahi dahiku. Kenapa ini ? awan menangis ?
Apakah awan menangis karna kehilangan bulan dan bintang ? Entahlah, aku tak
mengerti semua omong kosongku ini.
Aku hanyalah jiwa sebatangkara yang
terbelenggu dalam gelapnya asmara. Merasakan dinginnya rintik hujan ini justru
membuatku semakin nyaman. Aku rasakan satu persatu butiran-butiran air
menyentuh wajahku. Aku pejamkan mata dan mengatakan. “Aku akan menjadi bulan
dan bintang. Eh..tidak..tidak..mereka tidak indah. Aku ingin jadi diriku
sendiri. Meski tak pernah kamu anggap. Toh, matahari nggak perlu pengakuan
untuk mengakui seberapa terang sinarnya. Meski jauh dari bumi, ia tetap ada
selama bumi itu masih berada disekelilingnya. Yap ! meskipu
0 komentar:
Posting Komentar