Indah yang Tak Terdeskripsi
Ku kayuh terus kursi
roda ini tanpa mengeluh sekalipun. Ku tak pernah mencoba untuk berhenti, sekali
ku berfikir untuk berhenti berarti ku menyia-nyiakan waktu yang telah diberikan
tuhan untuk ku. Aku tak pernah lelah meski tangan terlalu kasar untuk dikatakan
halus. Lecet, berdarah, kumal begitu lah gambaran telapak tanganku saat ini.
Tapi orang-orang tidak ada yang tahu betapa letihnya tangan ini. Mungkin tangan
ini jika mampu berbicara, dia akan mengeluh dan selalu meminta untuk istirahat.
Tapi aku bersyukur tangan ini tak bisa bicara, jadi aku bisa terus menyuruhnya
membantuku mengayuh kursi roda kumal ini.
Di jalan yang landai dan
berbukit ini aku tak jarang mengalami kesulitan. Apalagi ketika melewati jalan
yang menanjak. Aku sangat butuh bantuan, tapi tak ada seorang pun yang
membantuku. Sepertinya mereka merasa jijik untuk membantu seorang tua seperti
ku ini.
Aku menempuh jalanan beratus
kilo meter dengan kursi roda ini. Memang mustahil jika dipikirkan dengan logika
untuk berjalan menempuh jarak yang sejauh itu dengan kursi roda tanpa seseorang
yang membantu. Tapi itu lah faktanya, ku berjalan jauh demi bertemu sesuatu
yang ku inginkan. Aku tak peduli berapa rintangan yang aku temui dan sesulit
apapun rintangan itu akan aku hadapi. Berhasil ataupun gagal aku akan tetap
menghadapinya. Karna jika tidak mencoba aku tidak akan tahu hasilnya bagaimana.
Sesekali aku berhenti
untuk istirahat, mengisi tenaga supaya lebih kuat lagi. Istirahat ku tak lama,
karna jika sekali berhenti terlalu lama aku akan menjadi malas melanjutkan
perjuangan selanjutnya. Jadi aku memutuskan untuk melanjutkan perjalanan jauhku
lagi.
Hujan tiba-tiba turun ditemani badai yang sangat mengerikan. Petir menggelegar, mengagetkan
jantungku yang rentan sakit jantung ini. Tenang. Itu lah yang kukatakan didalam
hatiku, untuk membuat diriku tidak panik. Kursi rodaku sesekali berjalan
sendiri terdorong angin kencang. Begitu kencang angin ini dan hujan yang deras
membasahi seluruh tubuhku. Aku tak kuasa lagi menahan dingin, bibirku bergetar
hebat, telapak tanganku keriput dan aku terus berharap ada tempat berteduh
untukku.
Belum sempat ku
menemukan tempat untuk berteduh. Hujan mulai berhenti dan hanya menyisakan
rintik-rintik kecil. Aku menatap langit yang gelap untuk memastikan tidak akan
hujan lagi, lalu langit gelap itu mulai tersapu angin dan tergantikan dengan
langit jingga yang begitu elok. Aku tak tahu jam berapa sekarang, tapi aku
mengandaikan saat ini jam setengah 6 sore.
Aku berhenti dipuncak
sebuah bukit yang tak ada sebatang pohon pun yang tertanam disana. Hanya rumput
hijau dan bunga-bunga indah yang ada
dipuncak bukit ini. Sangat luas puncak bukit ini untuk bermain sepakbola dengan
24 pemain sekaligus. Tapi disini aku sendirian ditengah tanah yang sangat
lapang. Tak ada seorang pun. Lalu ku Menatap langit dan berharap muncul pelangi
setelah badai tadi. Aku sangat ingin melihat pelangi. Aku tak pernah melihat
pelangi sejak ku dilahirkan. Aku hanya mendengar pelangi dari percapakan seseorang
kalau pelangi itu sangatlah indah. Dan itu lah alasanku berada disini.
Lama ku menanti pelangi
yang tak kunjung muncul dari sudut langit. Aku pun tertidur. Lalu ku terbangun
saat langit sudah gelap. Aku menatap langit lagi dan berharap pelangi akan
muncul. Tiba-tiba aku terperangah melihat langit tersebut yang begitu indah
sampai mulutku menganga lebar. Untung saja tak ada air liur yang mengalir
saking kagumnya. Apakah ini pelangi ? aku bertanya pada diriku sendiri. Yap aku
yakin kalau butiran-butiran terang yang sangat banyak dilangit ini adalah
pelangi. Karena sama seperti deskripsi orang-orang yang pernah ku dengar kalau
pelangi itu indah. Ini lah keindahan pelangi yang sedang kuliat. Banyak, kecil,
dan bersinar. Ku ingin sekali mengambil pelangi itu untuk menemaniku. Lalu ku
berdoa supaya kelak nanti pelangi itu dapat menjadi milikku.
Pagi tiba dengan sinar
yang begitu menyilaukan mata. Aku langsung melanjutkan perjalanan ku. Untuk
menemukan sesuatu yang lebih indah dari pelangi yang tadi malam aku lihat. Lalu
ku ingat dengan percakapan dua orang minggu lalu kalau ada yang lebih indah
lagi dibanding pelangi. Yaitu bintang.
0 komentar:
Posting Komentar