Nina...bobo
‘Yaampun dimana kuncinya ?’ aku kebingungan mencari kunci rumahku yang tak tahu ada dimana. Aku merogoh seluruh kantong, kantong celana dan bajuku. Tasku juga sudah ku periksa tapi tidak ada kunci itu. Aku cari dibawah alas kaki juga tidak ada. Di pot bunga, diatas pintu juga tidak ada.
Aku duduk bersandar didepan pintu sambil
mengingat-ingat lagi dimana terakhir kali ku meletakkan kunci rumahku. Tas yang
ku pegang lagi-lagi ku periksa untuk memastikan kalau benar seluruh isi dan
kantong di tas tidak ada kunci rumahku. Dan TAP! Benar sekali tidak ada kunci
dan aku lupa dimana terakhir manaruhnya. Pasalnya setiap orang dirumah pasti membawa
kunci cadangan ketika keluar rumah. Tidak mungkin aku tidak bawa, kemungkinan
aku lupa menaruhnya.
Kupijat daguku sambil mengernyitkan dahi. Dimana ya
? gumamku dalam hati. Sepuluh dua puluh menit berlalu. Akhirnya aku terpikir
untuk menelpon mamah. Ku rogoh kantong celanaku dan mengambil handphone.
Layarnya gelap lalu kubuka kunci handphoneku. Sungguh mengecewakan karena
handphoneku lowbet. Tinggal 2%. Mau tidak mau aku pun tetap coba untuk menelpon
nyokap. Berharap sisa-sisa baterai ini masih cukup kuat untuk menelpon mamah.
Tut…tut….tu...... ‘SIAL! Ngapa harus mati sih!’
dengus ku membanting handphone ke teras.
Langit sudah mulai menghitam. Matahari sedang
beranjak pergi ke ranjang untuk terlelap dan beristirahat. Sudah pukul 18.30. Bokap
dan nyokap pulang jam 10. Tidak mungkin aku menunggu selama itu. Aku sendirian
didepan rumah jika mencari kunci rumah itu.
Dimana….dimana…dimanaaaaaa. HAH!! Oh iya jaketku ?
dimana jaketku ? sekolah. Iya disekolah. Jaketku tertinggal di sekolah. Apa aku
harus ke sekolah ? tanyaku pada diriku sendiri. Hmmm… baiklah lebih baik aku
kembali ke sekolah daripada menunggu ayah dan ibu pulang. Lagipula kunci itu
juga pasti ada dikantong jaket. Aku baru ingat saat tadi berangkat sekolah aku
menyimpannya dikantong kanan jaket.
Di sekolah yang jaraknya hanya 600 m dari rumah tidak
ada siapa-siapa. Biasanya ada pak duloh satpam sekolah yang rajin menjaga sekolah
sampai larut malam. Aku teriak dari luar pagar.
‘PAKK DULOHHHHH…PAKKKK…SAYA MAU NGAMBIL KUNCI PAKKK’
Tidak ada jawaban dari Pak Duloh. Jangan-jangan pak
Duloh sudah pulang. Tapi kenapa pak Duloh sudah pulang, biasanya juga pulangnya
pagi-pagi. Berharap ada seseorang didalam sekolah. Aku pun melihat-lihat
keadaan sekolah dari luar pagar amat sangat mencekam suasana didalam sana. Meski disepanjang koridor lampunya menyala,
tetap saja hawa mistis menyeruak dari satu persatu kelas yang lampunya tidak
dihidupkan.
“Ah kelamaan !” Aku memanjat pagar dan menyusuri
koridor. Aku tidak melihat kesamping kanan dan kiri, apalagi belakang. Jujur
saja aku merinding. Tapi demi kunci rumah dan jaket, aku harus ke kelas.
Kelasku ada di lantai 3. Cukup jauh perjuanganku meraih kunci itu.
Koridor di lantai 2, lampunya tidak dihidupkan. Mungkin
pak Duloh lupa menyalakannya. Lalu ku ambil handphone dari kantongku untuk
menyalakan flash supaya menerangi penglihatanku. Sejenak ku ingat kalau
handphoneku batrainya habis. Akhirnya aku mempercepat langkah demi langkah yang
diiringi keringat dari dahiku menyusuri tangga yang seolah banyak sekali anak
tangganya.
Sampai dilantai tiga, tinggal beberapa langkah lagi
aku sampai dikelasku. Ku beranikan diri menengok kanan dan kiri. Sama seperti
keadaan dilantai dua, lantai tiga pun lampunya tidak ada yang hidup. Gelap
gulita. Untungnya bulan sedang bersinar terang yang sedikit membantu
pengelihatanku.
Kususuri koridor, lalu kubuka pintu kelasku. KREK! ‘ANJIR
DIKUNCI!!’
Meskipun sudah tahu dikunci, aku tetep mencoba
membuka pintu. Karena tidak mungkin sudah sejauh ini aku kembali ke rumah. Ku
dorong dengan lenganku mencoba mendobrak pintu supaya terbuka. Aku tendang,
berkali-kali aku naik turunkan engkol pintu sampai copot. PLANG! ‘Ah sialll’
Keringat sudah mulai bercucuran. aku pun pasrah.
Akhirnya aku pulang kembali ke rumah. Saat menuruni tangga, hawa mulai berubah.
Angin seolah berhembus terus tanpa ada hentinya. Ketika menginjak lantai dua,
aku heran ketika melihat disepanjang koridor lampu menyala. ‘loh kok nyala ?’
Merasa suasana sudah tidak kondusif, aku langsung
melangkahkan kaki lebih cepat daripada kecepatan kijang. Ketika dilantai dasar,
aku menyusuri koridor, aku berhenti didepan ruang guru. Aku mengintip dari
jendela, perlahan-lahan aku mulai dengar nyanyian yang membuat bulu-buluku berdiri.
Begitu lembut lantunan setiap lirik yang terdengar.
‘nina…bobo..oh..ninaaa bobo’ suara perempuan itu
sangat lembut tapi aura mencekam sungguh amat terasa.
ITU SIAPAA?!!!! Sumber suara yang ku dengar tertuju ke
ruang guru yang sedang ku pantau dari jendela ini.
‘nina…bobo…ohh…nina bobo’ Suara semakin dekat
memekakan telinga. Mataku mengitari seluruh koridor. Melihat-lihat keadaan
berharap itu pak Duloh yang sedang mengerjaiku.
PLOK! Bahu ku ditepuk dari belakang. Langsung saja
ku melengos kebelakang dan tak ada siapa-siapa dibalik tubuhku. Aku segera lari meninggalkan ruang guru. Sampai di gerbang ternyata ada Pak Duloh sedang mengunci
pagar.
‘PAK DULOHHH DISANA ADA SET….’ Ucapan ku terhenti
ketika pak Duloh menghadap ku dengan wajah yang rata. ‘SETANNNNNNNNNNNNNN’
0 komentar:
Posting Komentar