123, Example Street, City 123@abc.com 123-456-7890 skypeid

Selasa, 20 Juli 2021

I am back

 Ini jadi tulisan gua yang pertama dimana sudah 3 tahun, ya mungkin hampir 4 tahun. Semenjak lulus sekolah dan memulai kehidupan nyata, rasa-rasa buat nulis dan baca buku mulai sedikit luntur. Lebih males nulisnnya sih, untuk baca buku sampe saat ini masih, cuma memang kurang intensif seperti dulu. 

Melihat beberapa tulisan yang dulu pernah gua tulis membawa gua mengenang masa-masa awal pertama kali membuat blogger. Saat itu terinspirasi dari Raditya Dika, pengen nulis diblogger biar jadi penulis. Makin dewasa hasrat jadi penulis dan mulai hilang karena terbentur realita kehidupan. 

Dulu gua anggap nulis itu suatu pekerjaan yang keren. Menjadi penulis merupakan impian para pembaca. Nggak mikirin berapa gajinya. Yang penting jadi penulisnya. Karena memang saat masih sekolah yang penting lakukan aja dulu, uang belakangan. Kini semua itu berputar melawan arah jarum jam.

Banyak cerita yang mungkin akan gua curahkan di blog ini. Setidaknya walaupun tidak menjadi penulis, gua masih bisa jadi blogger. Dan kedepannya mudah-mudahan blog ini bisa gua re-design lagi kemudian blog ini bakal berisi apapun dan segalanya yang gua pengen tulis aja. Nggak perlu terlalu mikirin apa yang mau orang baca. 

Prinsip awal blog ini dulu adalah ingin orang baca dengan apa yang orang pengen. Tapi dewasa ini, nggak perlu terlalu berpikir apa yang orang mau. Disatu sisi, perlu ada prinsip. Namun nggak semuanya juga si bisa dikatakan kita nggak perlu dengerin orang, ada sebagian kondisi dimana juga kita harus menerima pendapat dan yasudah dengarkan saja tidak perlu diambil pusing.

Harta Karun

Cukup melelahkan beberapa hari terkahir ini. Makin maraknya berita terkait pandemi yang tidak kunjung berakhir yang justru terus menerus menciptakan polemik. Sudahlah , tidak ada gunanya lagi untuk memperdebatkan ada atau tidaknya corona. Ada ataupun tidak adanya penyakit ini,  tidak akan merubah apapun. Harapan besar satu-satunya adalah doa. Semoga semua ini cepat berlalu.

Hari ini cukup random sampai-sampai gua menemukan blog yang cukup usang dan ternyata masih banyak yang berkunjung. Viewernya bisa dibilang lumayan buat penulis-penulis amatiran. Hampir 98.000 viewer, keren juga. Ternyata blog yang selama ini gua lupakan, masih sering dikunjungi orang-orang, meskipun gua tau  mereka nggak sengaja dan pasti nyasar mau nyari artikel lain yang bukan berada di blog ini.

Tapi ternyata setelah melihat kembali beberapa tulisan yang dulu pernah gua buat, mulai timbul hasrat menulis lagi. Ya, mungkin bakal jadi buat iseng-iseng aja sih. No problem, mungkin kedepannya blog yang gua mulai dari 8 tahun yang lalu bisa jadi jawaban buat jadi peredam keresahan atau setidaknya bisa teriak-teriak kecil lewat tulisan. 

Rasa project buat menulis lagi akan gua coba renncanakan. Blog ini akan gua coba hidupkan lagi setelah mati suri. 

Okey, mari kita coba.




Sabtu, 11 Mei 2019

KAFEIN

Kedai kopi kemarin malam














Kemarin, saat awan sedang diambang langit Jawa Barat.

Menatap kopiku yang masih hangat-hangatnya.
Berpaling kemudian, ke raut wajahmu.
Dulukala, hanya dilayar ponsel.

Cengkraman hangat perbincangan jenaka bersamamu.
Sampai lupa kopiku belum terjamah.
Malam itu angin sedang manja-manjanya memberi perhatian.
Aku tak peduli.

Lantunan musik perlahan menggiringku untuk tetap menangkap korneamu.
Pelan-pelan ada getaran. Entah, petikan gitar, atau deru suara speaker menggema.
Ada sesuatu, sedikit bisikan, untuk menghampiri ruang kosong itu.

Ku,teguk cairan kafein sejenak. Menghilangkan gugup.

Kupasatikan hari ini aku masih menanti, akan.
Singgah menghabiskan sisa waktu pemberian tuhan.
Atau justru hanya mampir sebagai obat.

-2019

Minggu, 21 Agustus 2016

Besok Lusa Aku Nggak Tahu


Besok, lusa, atau bulan depan mungkin aku bukan kamu
Aku lagi di dapur masak air buat bikin kopi
Kamu suka kopi ?
Jangan! Kopi rasanya pahit besok aja aku kasih susu

Sampai malam ini kamu masih kayak dulu
Cantiknya nggak abis-abis
Besok jangan ngilang ya, aku takut nggak bisa nemuin kamu
Soalnya GPS ku rusak,sering aku pake buat maen pokemon

Bulan depan tanggal 27 hari selasa
Kamu pasti sibuk, nyari pulpen di dalem tempat pensil,buat ngerjain tugas
Aku duduk sambil ngerokok, sial banget harga rokok naek
Jadi gocap, hmmm kayaknya aku bakal berenti

Habis gelap terbitlah terang, kata Raden Ajeng Kartini
Abis dapet yang gelap cari yang terang-terang aja
Biar kalo mati lampu masih keliatan

Denger-denger ada yang kangen sama kamu
Aku ? Bukan, tapi dia. Siapa ? anak pak RT, RT 07 kalo nggak salah
Ngomong-ngomong kuota aku abis
Beli 1GB harganya dua puluh ribu, buat chating kamu, buka youtube, tube8, sama instagram.
Sekali-kali update path biar nggak kayak anak rumah aja gitu

Bulan depannya, aku masih sayang sama kamu
Nggak tahu sayang sama pacar orang atau sama anaknya pak RT 07




Selasa, 24 Mei 2016

Hipokrit


Tidaklah kamu ingat sekeping coklat di bulan Pebruari

Berbentuk hati dengan pita merah terikat simpul diatas kemasannya

Penuh harap aku menggapaimu

Walau aku tahu tak mudah, setidaknya itu tanda bukti bahwa coklat adalah simbol
Cinta

Masih teringat senyummu dan harapan yang kau berikan padaku

Setiap dentuman jam hingga berganti hari hanya harum bunga yang kau berikan

Saat hati dimana aku mulai penat menggantung di pusaran angin

Ku suguhkan sebait sajak, seolah itu tanda kalau aku ingin kau melengkapi puzzle hatiku yang kosong

Kemudian kau bilang, “Kau adalah sahabat terbaikku”

Ku ambil sebilah pisau, ku robek-robek lembaran kisah kita yang sebentar itu

Sengaja aku sakit agar tak pedih selamanya

Kini, saat kau telah bertuan, kau coba mendekat dan mempersilahkanku untuk mencurimu

Hei, tidaklah kau ingat ? Kita sahabat, jangan biarkan aku merobohkan dinding yang telah kau bangun dengan tuanmu. Jika itu ku lakukan, panggilku penghianat!

Aku tidak akan mencuri


Sebab, tidak ada alasan terbaik untuk membela pencuri

Kamis, 05 Mei 2016

Terlambat


Aku mengenal waktu saat umurku menginjak lima tahun
Ibuku yang mengajariku untuk paham pada angka di lingkaran jam di tembok kamar yang telah retak
Kelak supaya aku tidak terlambat sekolah
Atau menepati suatu janji

Ayahku yang memberikanku sebuah jam tangan
Agar aku tahu setiap waktu yang terlewatkan selalu kita genggam
Saat ku dewasa, aku tahu bahwa waktu adalah harta paling berharga
Aku pernah menjadi orang pertama datang ke sekolah karna menghargai waktu

Bukan menyembah waktu, tetapi bagaimana cara mengaturnya dengan baik
Saat aku mengerti cinta, waktu itu pun banyak terlewatkan dengan harum aroma kasih sayang
Kemudian saat aku sakit hati, waktu itu hilang menjadi rindu atau berubah menjadi wadah kesedihan paling dalam
Sekali waktu aku mencoba menyusuri hutan penuh pohon-pohon tua

Ditengah hutan tumbuh sangat bijak sebuah pohon apel muda yang kutanam dari bibit di tengah pohon-pohon yang sudah uzur
Mendekatinya tuk menggapai buah apel yang bergantung di pohon itu
Akan sangat manis bila ku makan apel tersebut

Ketika belum sempat menyentuhnya aku terhenti beranjak
Termenung pada sebuah penyesalan
Ku tatap nanar batang pohon yang sudah kosong tanpa apel
Batang itu tergoyang lunglai oleh angin

Kali ini waktu ternyata mendahuluiku
Aku terlambat
Aku tidak datang pada saat yang tepat
Bibit yang ku tanam dan waktu yang kurawat ternyata menghinatiku

Jumat, 29 April 2016

Seperempat Hari Penunggang Peluh


Kala itu pagi sekali. Sepotong matahari belum sempat muncul mengintip fajar. Sedangkan lantunan ayat-ayat al-quran paling merdu di masjid sedang indahnya berkumandang menyambut sang surya. Percakapan antar pagi dengan gelap begitu terdengar di telinga kecilku. Bentuk suaranya yang membangunkanku pada setiap aktivitas.

Mengusap mata kemudian membasuh diri. Mencium sajadah kemudian menyiapkan tunggangan. Ibu sudah bergegas pergi ke pasar. Menyiapkan hidangan hangat pengisi perut penunda lapar.

Tak lama, tunggangan besi membawaku melaju menghempas jalan yang masih gelap. Bersama dengan orang-orang yang memiliki tujuan serupa. Mencari rezeki supaya tidak di patuk ayam.

Memikul kewajiban bukan beban. Kebanyakan orang menyatakan bebannya mereka pikul di pundak. Sedangkan yang ku lakukan adalah menggandeng bebanku supaya tidak menyusahkan setiap kegiatanku. Menggenggam erat beban itu kemudian melepasnya di waktu yang paling tepat.

Seperempat bagian pada dua kali putaran tiga ratus enam puluh derajat di permukaan jam aku isi dengan peluh keras. Kerja keras itu semata-mata bukan untuk mengisi waktu kosong atau sebagai pengganti tidurku ketika menganggur. Melainkan meniti mimpi. Merajut masa depan dengan jutaan pengalaman. Mengenal bagaimana rasanya menjadi babu. Dibayar ketika bulan sudah melambaikan tangan.

Pastinya semua itu hanyalah awal dari sebuah dongeng nyata. Yang di awali dengan kesulitan kemudian bahagia. Halaman masih tebal. Baru saja dua halaman ku buka. Masih ada lembar demi lembar yang akan aku buka. Entah, sampai lembaran berapa akan terus berganti. Intinya aku selalu berharap, ketika aku membuka lembaran terakhir dongeng itu akan menciptakan senyum bagi siapa saja yang membacanya.


Kini, rasanya aku butuh secangkir teh ditambah sepotong biskuit.

Minggu, 06 Maret 2016

Rindu terbayar syukur


Rindu yang membucah sampai ubun-ubun. Meluap hingga membanjiri kenangan. Sudah lama tak bersua dengan hal yang berbau kerja keras, bagi gue itu sangatlah intim. Ada sekeping kebiasaan yang hilang tertelan setiap dentuman detik di jalur waktu.
Senang, ketika akhirnya rindu itu terselamatkan oleh sabar. Memperpanjang kinerja denyut nadi selagi nafas masih mampu menghela oksigen bumi. Telah lama tidak bergelut pada kerasnya dunia. Mencecerkan keringat demi setumpuk uang. Berdarah-darah disetiap pekerjaan. Memekakan telinga mendengar umpatan para petinggi perusahaan.
Rasa syukur tidak pernah luput dari doa saat sujud diantara heningnya malam. Bagi setiap orang malam adalah pupuk terlembut yang menumbuhkan perlahan mekarnya bunga tidur. Menyuburkan mimpi dengan air liur yang mengalir deras di sudut bibir. Namun, ujung bibir yang gue memiliki ideologi apatis, kalimat yang berbentuk sajak terangkai satu persatu yang tanpa sadar ternyata itu doa. Doa keluh kesah, kesehatan, harap, angan, dan segala keselamatan keluarga dan orang-orang terkasih. Dikirimkan oleh bibir ini ditemani sepasang tangan yang menganga lebar menadah di udara, berharap ada ridho yang terjatuh dari langit seperti hujan pelaku banjir.
Tuhan selalu tahu dimana dan kapan rejeki hambanya akan diberikan. Bagaimana cara hambanya untuk berjuang menggapai rejeki tersebut. Bukan dengan tidur atau begadang, merokok sambil menikmati secangkir kopi. Kadang kala beradu debat tentang satu topik tanpa juntrungan yang jelas.
Secercah sinar mimpi akan datang dari mana pun. Entah itu lewat sinar surya pagi atau temaram dikala anggunnya senja jingga. Atau terangnya kerlingan bintang di antara gelap awan kelam.
Gue menunggu berbagai panggilan pekerjaan. Lama menganggur membuat gue seperti manusia tak berguna sedunia. Tak jauh berbeda seperti debu jalanan yang ada hanya untuk mengotori wajah pengendara.
Kehidupan gue menjadi tidak jelas tujuannya. Seperti tersesat di tengah labirin tak berujung. Mondar-mandir kesana kemari tanpa tujuan. Mempikan sesuatu yang direncana tanpa perjuangan. Menikmati malam hingga pagi bersiul mencukil mentari. Atau menadah tangan demi segepok rupiah pada keringat orang tua.
Tak berguna. Bodoh. Bengis. Brengsek. Rasanya percuma terlalu lama mengenyam pendidikan hingga dua belas tahun tetapi hanya berlabuh pada tumpukan kapuk berlapis selimut bermotif batik. Menikmati mimpi di saat orang-orang di dunia nyata sedang berpeluh-peluh menikmati kejamnya dunia fana.
Jangankan orang-orang. Ayam, burung, bebek dan segala macam binatang mungkin akan menertawai kalau tahu gue hanya penikmat kehidupan  perahu kapuk. Mereka tahu hidup tanpa perjuangan seperti lelucon tingkat tinggi yang harus tertawa sampai menangis atau perlu sakit perut.
Setiap sabar akan ada hasilnya. Tuhan sudah menuliskan garis rejeki untuk hamba-hambanya yang memang ingin berjuang. Pada dasarnya berjuang adalah harus. Mimpi adalah cita. Harapan adalah kenyataan. Tak perlu banyak lagi melakukan hal-hal tak berguna. Menyusahkan orang tua atau menghabiskan jatah lauk yang dimasak ibu di pagi buta.
Kini, semua telah berbeda. Ada kesempatan yang dikirimkan oleh sang pencipta alam semesta untuk gue. Tuhan telah memberikan gue istirahat yang cukup untuk menggali uang sendiri. Sepertinya tuhan jengah melihat gue begini-begini saja. Kejengahan itu pun berujung pada pekerjaan yang diberikannya.
Gue bersyukur kesabaran ini ternyata didengar olehnya. Tuhan memang bukan seorang tuli apalagi bisu. Walau tak pernah mendengar suaranya, rasa-rasanya petir pun kalah merdu. Nyanyian tuhan adalah rasa syukur dan berkah bagi kita semua makhluknya. Bersyukur adalah cara satu-satunya menghargai lantunan itu.
 Tak ada yang bisa mengalahkan rasa syukur kepada tuhan. Untuk kedepannya gue akan melakukan yang terbaik. Melakukan segalanya sekuat tenaga. Meski darah dan peluh mengucur deras seperti air terjun, tak peduli. Semua itu adalah tambahan-tambahan ujian yang diberikan tuhan. Kalau jalan hanya mulus saja seperti jalan tol, untuk apa diciptakan kecewa.

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Pages

Super Stars

Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Post

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

Friendzone