123, Example Street, City 123@abc.com 123-456-7890 skypeid

Selasa, 29 Desember 2015

Cerpenkal : Hati Dalam Dusta



Berpura-pura untuk cinta sama saja membunuh hati secara perlahan

“ Gue pembunuh! Gue pembunuh! Gue Pembunuh!” Kia memukul-mukul gundukan tanah yang bertaburan bunga di bawah rintik hujan yang kian lama membasahi tudung hitam yang membalut rambutnya.

“Seandainya gue tahu akhirnya bakal begini. Gue nggak akan melakukan perbuatan keji ini. Sial! Gue pembunuh, Maafin gue, gue emang bangsat!” Kia menghempaskan tubuhnya ke gundukan tanah yang kotor. Memeluk gundukan tersebuat sehingga membuat wajahnya yang cantik seketika berubah coklat karena tanah liat. Air matanya begitu deras mengucur mengalahkan kecepatan air hujan yang semakin deras.

Tito berdiri tegak sambil memegang payung dibelakang Kia  melihat cewek itu yang terus-menerus meraung tak keruan menyesali perbuatannya. Ia sangat mengerti dan tahu bahwa Kia bukanlah seorang pembunuh. Kia hanyalah seorang cewek yang tak mengerti apa artinya sebuah keberadaan.

“ Selama lo menangis dan meraung kayak orang gila begitu, Dia nggak akan bangun lagi. Lo buang-buang waktu disini. Lo justru menyulitkan dia untuk pergi menghadap tuhan. Gue yakin dia akan tersenyum jika melihat lo menerima kepergiannya. Tapi kalo lo terus-menerus menangis dan menyalahkan diri lo sendiri, gue yakin, dia sangat marah pada lo!” Ujar Tito tegas memberikan keyakinan kepada Kia untuk berhenti meratapi kepergian sahabatnya.

“ Tangisan lo sama saja penderitaannya. Dia sayang sama lo. Dia nggak mau ngelihat orang yang disayangnya menangis apalagi sampai meraung seperti serigala kayak gini. Lo ngaca deh, muka lo udah nggak keruan, mata lo sembab, merah, kantung mata lo hitam, kayak monster!! Lo mau dia nangis di dalam kubur karena melihat lo begini ? Hah ?!” dengus Tito lalu membalikkan tubuhnya berancang-ancang untuk pergi “ Kalo lo masih mau disini. Silahkan. Tapi gue nggak tega ngelihat dia menderita karena sifat lo yang kayak gini” Tito melangkah pergi meninggalkan Kia yang masih sesak menangis di atas gundukan tanah, tempat bersemayamnya orang yang dicintainya

----------
Malam pergantian tahun yang sudah ditunggu-tunggu Iko kini telah hadir. Betapa senangnya Iko menyambut pergantian tahun 2015 ke tahun 2016. Resolusi di tahun 2015 yang belum tercapai kini menjadi lanjutan resolusi di tahun yang baru. Serta harapannya ingin bermalam tahun baruan bersama Kia kini segera terealisasi.

Iko begitu antusias menyambut malam spesial ini. Setelah mandi, memakai kemeja kotak-kotak berwarna dominan biru serta kombinasi putih dan hitam, celana jeans, rambut disisir lalu diacak-acak lagi, dan tidak lupa memakai parfum. Sebelum beranjak dari kamar, Iko pastikan sekali lagi di depan cermin, menatap sekujur tubuhnya dari ujung kaki hingga kepala, lalu tersenyum miring.

Sambil menyisir rambutnya dengan jari dan memiringkan alis sebelah kanan Iko mengucap “Ganteng juga gue”

Iko menekan bel yang berada di samping gerbang. Lalu Iko berjinjit di depan gerbang  berharap cewek yang ditunggunya segera keluar dari balik pintu. Tak ada jawaban selama Iko tiga kali menekan bel, sebelum bel ke empatnya di tekan, cewek yang ditunggunya akhirnya keluar dengan cantik seperti cinderalla di cerita dongeng. Meski tidak memakai gaun dari bidadari dan kendaraan labu atau apalah, Ika keluar rumah disambut dengan senyuman Iko.

Dengan stelan hoodie merah marun, celana jeans yang dilipat diujungnya dan sepatu converse abu-abu, membuat Kia terlihat casual. Ini lah yang disukai oleh Iko dari penampilan Kia yang tidak terlalu ribet. Karena Iko tidak suka dengan perempuan yang penuh dengan gaya bak ratu tidur. Pakai gaun panjangnya sepanjang tol jagorawi atau mengharuskan cowoknya memakai jas. Itulah alasan kenapa Iko nyaman dan sangatlah suka dengan Kia.

“Maaf ya gue kelamaan dandannya hehehe” Kia tersenyum merasa bersalah.

“Nggak apa-apa kok selow aja kali. Mau lima puluh tahun lamanya juga gue jabanin hahahaha”

“Ah bisa aje lo” Kia menodorong bahu Iko seraya tersenyum melihat tingkah Iko yang kian lama membuat hatinya berdegup kencang.
Dengan motor matic milik Iko, mereka berdua menyusuri jalanan Ibu kota yang gemerlap cahaya lampu jalan serta tingginya gedung-gedung pencakar langit. Sorot lampu jalan menerangi mereka berdua, seakan mereka berdua adalah pemeran romeo dan Juliet di sebuah drama panggung yang ditonton oleh halayak ramai.

Perjalanan mereka berujung di sebuah pancuran yang menjadi ikon metropolitannya Jakarta. Yaitu, bundaran HI. Dipinggiran jalan HI mereka duduk di atas motor bercengkrama, tawa selalu menyertakan di setiap obrolan mereka, sambil menikmati jagung bakar mereka menanti waktu yang telah ditunggu-tunggu oleh orang-orang di seluruh dunia. Tepat pukul 00.00 hari pergantian tahun.

“Tahun depan resolusi lu apa ? “ Tanya Kia lalu mengigit biji-biji jagung yang berwarna hitam dan kuning.

“Hmm..rahasia” ledek Iko.

“Yeee dasar. Jawab nggak lo!!” Paksa Kia sembari membuat gaya seakan ingin memukul Iko dengan jagung yang sudah dimakannya

“Iyaa..iyaa gue jawab. Baperan sih weeee” Iko menjulurkan lidahnya lalu ia memalingkan tatapannya kearah pancuran air di bundaran HI. Tatapannya fokus ke aliran air tersebut lalu ia tersenyum dan menyodorkan wajahnya ke wajah Kia. Kini wajah mereka berjarak hanya sejengkal “Resolusi gue tahun depan cukup lo jadi pacar gue hahahahaha”

Ucapan Iko yang terkesan bercanda justru membuat Kia terdiam seribu bahasa. Tak ada senyum yang terlukis di wajahnya. Hanya ada raut wajah yang datar tanpa warna disana. Tatapan Kia kosong tak berisi apapun, Kia seperti terisi oleh makhluk halus di acara Dunia Lain. Sikapnya yang tiba-tiba berubah seperti orang kesambet, membuat Iko panik. Ia pun menghentak-hentak tubuh Kia.

“Ki..Kiaaaa..Lu nggak apa-apa kan ?” tanya Iko risau.
Kia tersadar dalam goncangan tangan Iko di lengannya “Gue nggak apa-apa kok hehehe. Ihh lihat tuh kembang apinya bagus banget” Kia menunjuk kearah langit yang dihiasi warna warni kembang api. Senyum lalu tergambar di wajahnya, Iko pun demikian. Mereka saling tersenyum melihat riuh rendahnya ledakan dan lukisan kembang api di langit gelap malam ini.  Dibalik semua itu ada sebuah rahasia yang membuat Kia bimbang dalam menjalani hidupnya saat ini. Sebuah kesalahan yang seharusnya tidak ia lakukan. Kesalahan besar. Hatinya seperti meledak-ledak layaknya kembang api. Sama tapi beda, ledakan kembang api yang indah sangat lah berbeda dengan ledakan kekawatiran hati Kia yang carut marut tak keruan.

------------

“Hah ? lo jalan sama Iko ? Gue pikir lu cuma nggak enak sama dia gara-gara dia sering nembak lu terus nggak lu terima-terima” Ujar Reni kaget setelah mereka keluar dari toilet.

“Gue sih sebenarnya emang nggak suka sama dia, tapi mau gimana lagi ya, ren. Dia tuh orangnya udah baik banget ke gue, guenya juga nggak enak kalo harus ninggalin dia tiba-tiba apalagi harus bilang kalo gue emang terpaksa jalan sama dia” Sahut Kia sambil mengikat rambutnya dengan karet berwarna merah pemberian Iko.

“Terus..terus gimana dong kalo dia bener-bener jatuh cinta sama lo. Jangan bikin orang sampe tergila-gila sama lo, Ki. Ntar kalau lo tinggal, bisa gila tuh Iko”

Kia menepuk pundak Reni. Mereka berdua berhenti sejenak “Tenang aja Reni ku sayang. Gue nggak sejahat itu kok. Setelah selama ini gue jalanin kepura-puraan gue dengan Iko, ternyata Iko tuh orangnya asik dan gue---” Kia membisikkan kata-katanya ditelinga Reni yang membuat Reni awalnya kaget lalu berubah menjadi kepanikan setelah menengok kebelakang tubuhnya ternyata Iko sudah berada di balik tubuh mereka berdua selama percakapan mereka tentang cowok itu berlangsung.

Iko berdiri gagah disana dengan tatapan bengis. Hatinya hancur ketika mendengar pernyataan Kia barusan. Padahal semua harapan dan cintanya sudah di letakkan tepat di hati Kia selama ini. Cewek yang diharapkannya kan menjadi pacarnya ternyata menyimpan sebuah kepura-puraan selama ini. Selama ini ternyata hanya semu yang dirasakan Iko. Semua kasih sayang, kata-kata cinta yang terlontar dari Kia ternyata hanya bayangan bukanlah nyata. Harapan yang diinginkan Iko kepada Kia ternyata palsu, semua tak akan terwujud.

“Gue udah tahu semuanya” Iko tersenyum, menjadikan senyumannya sebagai topeng kemarahannya terhadap Kia.

“Iko, kok kamu disini ?” Kia bingung harus berkata apa lagi tapi dia mencoba menjelaskan “Ini nggak seperti yang kamu dengar tadi, sebenarnya aku say----” ucapannya terpotong oleh Iko.

“Cukup!!” Teriak Iko membuat Kia dan Reni mundur satu langkah karena takut “ Lo nggak usah takut begitu, Ki. Gue cuma mau ngasih tahu ke lo kalo gue bukan orang yang haus akan cinta. Gue nggak butuh keberadaan orang yang nggak benar-benar mencintai gue. Selama ini gue memang sayang sama lo, gue cinta sama lo, dan bahkan dengan bodohnya gue berharap lo akan menjadi milik gue”

Iko menghela nafas panjang menahan sesak yang mendera hati. Iko mencoba menyeimbangkan kemarahannya dengan ketenangannya dalam berbicara “Ternyata selama ini gue mencintai orang yang salah. Orang yang berpura-pura dengan sandiwaranya membuat adegan dengan sempurna di hadapan gue. Gobloknya gue adalah gue sebagai penonton sangatlah terkesima melihat adegan bodoh lo itu. Gue terhipnotis dengan kemampuan lo saat berdrama” Iko bertepuk tangan, Kia hanya bisa menunduk melihat lantai “ Selamat Kia, drama lo selesai disini. Gue sebagai penonton cukup kagum dengan penampilan lo selama ini. Semoga tuhan memberi berkah dengan kemampuan drama lo ini. Mungkin setelah lulus nanti, lo bisa gantiin Luna Maya di dunia sandiwara hahahaha” Ujar Iko sarkas lalu pergi meninggalkan Kia. Sebelum langkahnya menjauh dari Kia, Iko berhenti lalu berbalik menatap lekat mata Kia yang tak lagi menunduk,  “Brengsek!

Iko pergi, langkahnya tak sadar ditemani air bening dari pelupuk mata. Ia tak mau dilihat seseorang kalo dia sedang menangis hanya karena cewek brengsek yang mempermainkan hatinya. Disisi lain, Kia salah. Waktu dan tempat tidaklah tepat baginya. Sesungguhnya apa yang dikatakan Kia tadi benar adanya, ia sangatlah tidak ingin di dekati ataupun ingin menolak kehadiran Iko. Namun, hati berkata lain. Semakin lama hati bertemu, semakin banyak butir-butir cinta yang tumbuh membentuk rasa sayang. Begitulah yang dirasakan Kia, dalam lubuk hatinya yang paling dalam, Iko lah bagian dari hatinya. Sayangnya, Iko sudah terlanjur marah kepadanya.

----------
Dua hari Iko tidak masuk sekolah membuat Kia risau. Dia fikir mungkin Iko sedang sakit atau cabut sekolah karena tidak ingin bertemu dengannya. Namun, Iko bukanlah orang yang sangat bodoh dan gila karena cinta sampai tidak sekolah karena ingin menghindari Kia.

Setelah bel masuk berbunyi, siswa-siswi memasuki kelas dengan teratur. Sebelum pelajaran dimulai, terdengar suara ketukan mic dari speaker di ujung ruang kelas.

“Tes.Tes.” suara guru BK dibalik speaker hitam yang bergantung “Innalillahi wa innaillahi rojiun. Kabar duka cita bagi kita semua atas meninggalnya salah satu keluarga kita ananda Federiko Kalama tadi pagi-----”

Suara dari speaker tersebut seketika senyap di telinga Kia. Dia tidak bisa percaya dengan kenyataan ini. Kenapa ? Kenapa ? Kenapa ? Pertanyaan tersebut terus bertubi-tubi mengerubungi otak Kia. Dia seperti orang gila yang kacau. Wajahnya ia benamkan ke permukaan meja, rambutnya ia gosok-gosok dengan telapak tangannya hingga membuatnya kacau balau.

Hatinya hancur seketika berkeping-keping seperti pecahan gelas.

“Nggak mungkin! Nggak mungkin Iko meninggal. Iko nggak boleh meninggal!! Iko jangan tinggalin gueeeeee!!” Tiba-tiba Kia berteriak uring-uringan di kursinya. Ia berdiri lalu berlari keluar kelas. Reni yang duduk disampingnya dan dibantu teman sekelasnya dengan sigap mengejar Kia yang berteriak seperti orang tidak waras.

Dengan kekuatan dari lima anak laki-laki dikelas, Kia akhirnya berhenti meraung-raung. Dia dibawa ke ruang UKS untuk meredam kekacauan hatinya yang kalut karena ditinggal Iko.
Bunyi decikan pintu mengalihkan perhatian Reni yang sedang menjaga Kia. Sumber suara tersebut ternyata diciptakan oleh Tito, teman baik Iko.

“Iko nitipin ini” Tito menyodorkan gelang yang bertuliskan Iko ke Kia.

“Makasih ya, to” Kia menerima gelang yang diberikan Tito itu, lalu dipakainya di tangan kanannya.

Tak kuasa air mata Kia lagi-lagi berjatuhan membasahi tangan dan gelang pemberian Iko.

“Gue yakin, Iko pasti seneng ngelihat gelang yang dibuatnya udah dipake sama orang yang disayanginya” ujar Reni seraya tersenyum ke arah Kia. Kia pun tertunduk menatap lekat gelang yang bertuliskan nama IKO. Tak sadar tatapannya membuahkan senyum yang indah diwajahnya.

Rabu, 23 Desember 2015

Review Buku Revered Back


Berbagai macam cara manusia menunjukkan rasa cintanya kepada orang lain. Salah satunya, dengan cara yang tak manusiawi bahkan harus menjegal satu sama lain demi mendapatkan sosok cinta kasihnya itu. Sendiri, ya, harus berjuang sendiri demi melancarkan segala keinginannya. Tak luput pula berbagai cara curang, tragis, bahkan anarkis harus dilakukan.

Itulah realita percintaan yang tak terbalas yang justru harus dipaksakan dengan kehendak jahat. Masa lalu yang kelam dan menenggelamkan ke dasar laut paling dalamlah tempatnya  untuk bersembunyi. Ironis, jika kita hadir diantara terang benderangnya cahaya namun kita menjadi titik gelap ditengah-tengahnya.

Sakit hati yang terpendam terus menerus menguasi jiwa, hati, dan raga. Tak bisa terbendung lagi apabila orang-orang yang seharusnya berada di samping kita justru pergi menjauh ke ruang dimensi yang tak kasat mata. Rangkulan yang harusnya meredamkan amarah, justru berganti menjadi letupan emosi. Kecaman selalu terselip diantara emosi tersebut.

Kini, disaat keputusasaan membimbing untuk menyudahi cerita hiduop. Datang lah sebuah cahaya baru dari balik kelamnya masa lalu. Terlihat sama namun berbeda. Rasa baru. Jiwa baru. Semangat baru. Cinta baru. Sampai kehidupan yang gelap gulita berubah menjadi terang benderangnya bulan malam. Cahaya itu hadir untuk menyelimuti hati dan jiwa yang pudar.

Datanglah sebuah bias sinar yang kini perlahan merubah pandangan hidup tentang kejamnya kesendirian. Perihnya hidup dibalik kebencian dan kesalahpahaman. Hadirnya cahaya itu cukup menenangkan meski tak menghentikan rasa pedihnya sendiri. Perjuangan dan kesalahan seseorang dimasa lalu kian lama berganti menjadi raut senyum yang merekah. Karena hidup harus diperjuangkan meski mengorbankan diri sendiri. Memang itu lah seharusnya, karena di dunia ini masih ada yang membutuhkan kita. Siapa pun dia, diri kita lah yang pantas untuk diperjuangkan.

Jana dan Dimi adalah bayangan dan benda. Tidak pernah terpisah, juga tak pernah bersama. Dimi tak pernah mau menganggap Jana ada. Selalu menolak hingga Jana menjadi gelap mata.
Jana lalu rela melakukan segalanya agar selalu terlihat di mata Dimi. Termasuk menyingkirkan Gwen----perempuan yang disukai Dimi.
Ketika akhirnya Jana tahu Dimi tak akan pernah memilihnya, Cakra hadir.
Hidup yang sama kelam, luka yang sama dalam, membuat Cakra menjadi orang yang paling mengerti.

Dan Cakra juga yang membuat Jana sadar….sebenarnya siapakah dia selama ini ?

Saat gue baca buku ini, setiap membalik lembar demi lembar halaman sama seperti menonton sebuah film di layar bioskop. Kalimatnya berubah menjadi scene film yang nyata. Nggak bisa sedetik pun untuk menutup buku itu, jangankan menutup untuk meninggalkannya ke kamar mandi saja perlu perjuangan yang kuat. Novel ini sangatlah recommended untuk kalian yang demen novel romance, meski menyangkut banyak tentang cinta, novel ini tidak melulu pada sebuah drama yang menjijikkan ketika kita membacanya. Kita akan dibawa kepada suasana yang bengis, kejam, menyenangkan, kesedihan, tantangan, dan segala macamnya tentang realita hidup.

Senin, 21 Desember 2015

Review #CurhatSambilGalau

19 Desember 2015 Hari sabtu pagi, Jakarta diguyur hujan. Dingin. Basah. Butuh kehangatan. Kangen mantan. Kangen kamu. Kangen kenyamanan di bonceng gojek. Yaampun..Ngapa jadi nggak jelas gini. Udah kelamaan tenggelam di muara kejomloan gini nih!!

Sabtu siang sorotan sinar matahari begitu terik usai hujan di pagi hari yang masih gelap tadi sangat menyilaukan mata. Gue meluncur ke Kebayoran Baru dari rumah mengunakan motor di temani fitur google maps di smarphone gue. Gue menghadiri pertemuan yang diadakan oleh penulis buku GALAU PASTI BERLALU yaitu Nadia Wow. Wow sekalehhhh.

Kehadiran gue ke Coffe Institute melainkan bukan hanya nongkrong-nangkring biasa seperti anak-anak sevel yang suka gadoin slurpee pake sambal. Gue datang kesini berkat undangan karena gue berhasil terpilih sebagai salah satu dari tiga pemenang lomba yang diadakan oleh Nadia Wow sendiri. Meski awalnya rada tidak percaya dengan kenyataan bahwa tulisan gue terpilih, akhirnya gue mulai yakin kalau Nadia lagi sakaw pas baca tulisan gue sampai bisa khilaf milih tulisan gue untuk duduk di tiga besar.



Berkat tuntunan yang pasti dari google maps, gue diarahkan dan dibimbing selama perjalanan ke Coffe Institute. Meskipun gue sudah tahu daerah kebayoran baru tempat Coffe Institute berada, gue belom yakin keberadaan pastinya Coffe Institute berdiri.

Tak perlu waktu lama. Jalan yang tidak macet, cuaca yang mendukung, dan sekali lagi tidak lepas dari andil keahlihan google maps menjadi Tour Guide dadakan, gue pun tiba dengan ganteng di lahan parkir Coffe Institute.

Gue masuk ke dalam cafe. Sebelum ke ruangan utama cafe, gue diharuskan menyusuri tangga lalu mata gue jelalatan melihat desain interior yang gokil abis. Dengan konsep atap rumah, beberapa rak buku, dan mural bergambar buku disalah satu bagian dinding membawa gue kedalam suasana perpustakaan di atap rumah. Pelayannya ramah serta kursi yang ditata rapih, sofa-sofa yang empuk kayak kue bantal, dan mainan-mainan yang disediakan untuk pelanggan yang datang menambah keasikan café ini. Dari semua kegokilan desain, konsep, dan tambahan fitur yang disediakan oleh Café Coffe Institute yang paling penting untuk jomlo seperti gue hanya satu. Cukup dengan FREE WIFI. 

Wifi pun merubah pandangan gue terhadap cafe ini. Yang awalnya gue tampak takjub melihat-lihat keseluruhan cafe, karena adanya Free Wifi akhirnya gue memutuskan lebih asyik menatap layar handphone sejenak sampai acara dimulai.

Gue bersapa salam dengan Kak Nadia yang sudah sampai terlebih dahulu dan sedang santai bersandar di sofa sambil membaca buku. Gue juga tidak sengaja datang berbarengan dengan Qincus, salah satu pemenang #CurhatSambilGalau

Tak lama gue datang. Iir menyusul dengan kegirangan lalu cipika-cipiki dengan Nadia. Gue lihatin. Gue pikir-pikir. Nih orang girang amat yaa hahaha. Disusul lagi kedatangan Kak Any (Editor Gagasmedia) dengan pacarnya yang penampilannya Vintage klimis  dengan kostum hitam seperti abis nyelawat dan membawa bunga.

Setelah semua berkumpul, gue disodorkan daftar menu. Mata gue menelusuri segala macam nama yang semuanya terasa asing di otak gue. Biasa juga makan nasi uduk, sekarang gaya-gayaan ke café beli makanan yang harganya sama dengan sepuluh bungkus nasi uduk. Sekali lagi gue perhatiin satu per satu nama makanan dan minuman. Berharap ada salah satu tulisannya Nasi Goreng Pete. Harapan gue sirna setelah melihat bahwa tidak ada makanan semacam itu di café sekelas Coffe Institute ini. Akhirnya tidak berlama-lama lagi karena kalau dituruti bisa sepuluh abad gue milih makanan di daftar menu ini. Pilihin gue akhirnya tertuju pada Coffe Latte anget dan Chicken Wings. Bukan karena gue memang suka dengan makanan yang gue pilih itu, melainkan itu semua berkat nama menu yang gue anggap paling keren daripada nama-nama makanan dan minuman lainnya.

Serangkaian #CurhatSambilGalau dimulai dengan membahas secara lisan tulisan yang dilombakan. Dimulai dari gue, gue menceritakan secara detail satu per satu kronologis kegalauan gue dengan seseorang, mulai dari kenalan, coba deket, ngerasa deket, udah mulai baper, sampai ditolak gue paparkan secara gamblang dengan beberapa kali gelak tawa terselip di tengah-tengah kalimat. Dilanjutkan lagi oleh Iir dan Qincus.

Bukan hanya para pemenang yang membagi cerita galau-galau rianya. Nadia juga membeberkan secara asik dan gokil cerita-ceritanya yang sarat akan kesedihan. Penuh kesendirian, kesakitan, dan kegalauan yang sangat dalam seperti tenggelam di tengah lautan antartik Nadia amat sangat galau di kisah percintaannya. Jadi nggak tega ngedenger cerita-ceritanya.
Dalam pertemuan tersebut, gue lah yang paling muda dan paling cute. Cute meski terlihat Beast. Dibalik kedewasaan mereka gue mendapat banyak pelajaran tentang menyikapi galau di dunia percintaan. Yang paling gue antusias mendengarnya adalah ketika mereka pernah ditinggal nikah sama mantan. Seperti tidak di undang atau pun di undang untuk datang ke pernikahan mantan. Gue yang sewajarnya masih anak piyik baru lulus sekolah, sama sekali belum pernah merasakan hal yang katanya perih itu. Mereka bercerita secara bergantian. Gue doang yang kurang pengalaman dalam hal nikah-nikahan. Gue cuma bisa diem dan dengerin kegalauan mereka yang di tinggal kawin.

Ditengah curhatan mereka tentang sakitnya "tidak di undang" atau "di undang" mantan untuk datang ke pernikahannya. Kata Nadia,  Di undang nggak di undang rasanya sama-sama sakit. Tiba-tiba secara mendadak terbesit di pikiran gue, jika nanti gue udah punya pacar lagi, kayaknya gue harus buru-buru nikah. Jangan sampe kejadian pahit seperti mereka itu juga ikut gue rasakan. Jangan sampe!!!

Selain curhat dan ketawa-ketawa bareng. Gue juga dapet banyak pelajaran berharga yang nggak bisa gue dapetin di sekolah. Mungkin ada di sekolah, tapi gue kebetulan lagi nggak merhatiin saat itu. Gue nanya-nanya tentang teknis penulisan. Bagaimana cara membuat outline yang baik dan benar ataupun dari segi non teknis saat penulisan. Kak Any pun memberi beberapa penjelasan yang langsung gue simpan baik-baik di otak untuk kemajuan penulisan gue. Selain menulis, banyak-banyaklah membaca. Baca.Baca.Dan Baca.

Serangkaian pertemuan ini terus berlalu sampai senja cemburu lalu menangis. Hujan turun begitu deras. Memaksa gue, Kak Nadia. Iir dan Qincus yang masih berada di Coffe Institute untuk menunggu tangisan senja mereda. Hujan berlalu, kita akhirnya menyudahi pertemuan berharga yang diselimuti romansa melankolis hari ini. Meskipun singkat banyak cerita galau dan pelajaran yang bisa gue arsipkan dalam otak gue. Menjadi pengalaman gue ngumpul bareng penulis sekaligus editornya. Seneng ? Banget. Sampai gue sempat berfikir ingin sekali berada di posisi Kak Nadia dan membuat acara seperti ini juga. Mungkin nanti. Nanti ketika gue sudah siap. Dan waktu yang akan membuktikan itu semua. Thanks buat semuanya, Kak Nadia, Kak Any, pacarnya Kak Any yang gokil abis klimis gileeee (Beli dimana pomadenya ?) , Iir dan Qincus. Mudah-mudahan bisa ketemuan lagi dengan cerita yang lebih menyenangkan tanpa harus melupakan kegalauan.

Weitts… Pepatah mengatakan Tak ada pertemuan tanpa berfoto. Jadi, pastinya kami nggak akan lupa dengan ritual mainstream ini. Selain foto-foto yang digunakan untuk menjadi stok dp bbm, Line, dan WA. Sekaligus sedikit pamer sama nyokap dirumah kalo anaknya abis ngongkow-ngongkow di cafe. Norak bat dah ah Hahahay. 

Jangan heran dan jangan kaget jika kebanyakan foto gue tidak terlihat karena gue perlu menyesuaikan arah sinar dengan wajah gue yang hitam legam kayak semiran sepatu

Empat manusia yang berfikir jadi jomblo harus yang tawakal. Jomlo yang banyak akal.









Jumat, 18 Desember 2015

Merelakan Luapan Banjir


Hujan. Hujan. Hujan!

Fenomena alam yang paling labil dari segala fenomena alam lainnya. Orang akan minta hujan ketika musim kemarau. Setelah hujan datang mengganti posisi kemarau yang sedang asik mengikis asupan air tanah, justru beberapa orang meminta untuk hujannya berhenti dan kembali ke musim panas. Maunya apa sih nih ?

Serba salah. Apalagi buat orang yang tinggal di pinggir kali. Lebih tepatnya mepet sama kali percis. Pastinya nggak kaget lagi kalo rumahnya bakal berubah jadi Samudra Hindia pas musim hujan. Contohnya gue, rumah gue percis banget di samping kali. Makannya setiap kali temen-temen gue datang ke rumah pas musim hujan, gue pastikan mereka bisa berenang. Minimal bawa pelampung dari rumah untuk mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak diinginkan. Seperti tenggelam atau ketelan hiu.

Beberapa hari yang lalu gue nonton film Thailand yang keren abis ceritanya. Selain alur ceritanya yang ciamik dan lucunya merusak rahang, film ini menurut gue menggambarkan kehidupan gue banget sebagai panitia tetap pelanggan banjir meskipun realitanya nggak terlalu banyak mengandung romantika. Setidaknya film ini mengingatkan kembali dengan kejadian banjir yang sudah lama nggak melanda rumah gue. Film yang berjudul Love At First Flood menggunakan latar banjir sebagai tema ceritanya. Entah kapan mereka bisa syuting pas di tengah banjir saat itu. Pastinya mereka akan terus berharap banjir nggak surut-surut saat melakukan proses produksi film.

Nih fimnya, recommended buat yang suka banjir-banjiran


-----

Wahai hujan, kenapa kamu menciptakan banjir ?

Gue teringat saat banjir parah melanda rumah gue lima tahun yang lalu. Seinget gue sih, lima tahun yang lalu nih ya. Mudah-mudahan bener kek lima tahun yang lalu. Saat itu diluar rumah hujan sangat deras ditambah angin bertiup begitu ganasnya menerpa segalanya yang tidak menyukai kehadirannya. Pohon di depan rumah menukik tajam ke tanah, seperti terkena osteoporosis karena salah duduk sewaktu muda. Hewan-hewan seperti kucing, tikus, belalang dan burung berburu tempat yang dapat menyelamatkan mereka dari rintik hujan. Nggak jarang mereka malah masuk kerumah gue, kalo udah gini nyokap pastinya sudah siap dengan sebilah sapu ijuk di tangan kanannya. Siap kapan saja mengusir mereka para hewan yang ingin mengungsi di dalam rumah.

Gue di dalam kamar ketakutan kayak anak kucing kehilangan induknya di tengah pasar. Gue meringkuk di atas kasur sambil menutupi kepala dengan bantal berusaha supaya suara geledek yang menggelegar itu tak tertangkap oleh telinga. Nyokap di depan pintu memantau aliran air yang semakin lama meluap ke jalanan depan rumah. Gawat. Banjir!

Sekedar informasi, nyokap gue selalu tahu kapan akan terjadi banjir atau tidak. Tandanya kalo tidak terjadi banjir, nyokap akan biasa-biasa saja dengan tiduran di depan tivi sambil nonton film india. Tetapi kalau intensitas hujan sudah tidak bisa dibendung lagi oleh sungai di samping rumah gue, akan ada teriakan seperti sirine dari nyokap ‘Naikin semua barang-barangnya buruan! Air udah masuk!’ Kalau udah denger suara peringatan itu pastinya dengan cepat gue akan mengikuti perintah beliau.

Barang-barang yang dianggap penting akan lebih dulu di letakkan ke tempat yang lebih tinggi. Biasanya di atas lemari. Sialnya, rumah gue tidak ada tingkat dua yang mampu menampung barang-barang penting di sana. Rumah gue yang tidak memiliki tingkat mau tidak mau harus lebih bervariasi menggunakan ruang yang lebih tinggi sebagai tempat yang aman dari air. Selain diatas lemari, bokap pernah bikin tempat khusus untuk menyimpan barang-barang seperti dvd, tv, kipas angin dll diatas tembok. Tempat itu dibuat dari papan yang ditopang dengan sebuah besi yang berbentuk siku-siku dan ditempel di tembok. Memang harus kreatif kalo tinggal di pinggir kali mah. Untungnya nyokap dan bokap juga sudah membuatkan meja untuk kulkas supaya tidak langsung berdiri diatas lantai. Disini gue menyadari kalo kreatifitas ternyata bisa juga tercipta dari  keadaan terdesak. Ya, seperti banjir ini.

Nyokap yang menjadi leader kala menyuruh gue dan bokap mengangkat segala barang ke tempat yang lebih tinggi, wajahnya mulai mengerut melihat air yang lama-kelamaan perlahan mengalir ke dalam rumah. Bendungan yang dibuat dari kain dan kayu tepat di depan pintu tidak mampu menahan aliran air yang membludak. Byur…byurr..byurr. Air kecoklatan itu akhirnya masuk tanpa permisi. Beruntung, semua barang-barang telah diselamatkan.

Air semakin lama semakin tinggi hingga sebetis kaki gue. Nyokap menyarankan gue gue untuk mengungsi ke rumah tante yang tidak jauh dari rumah. Beruntung sekali tante gue karena rumahnya berada di daratan yang jauh dari kali. Awalnya gue tidak mau mengungsi karena ingin menjaga rumah sampai banjirnya surut.

‘Nggak mau. Dirumah aja’ sahut gue menolak.

‘Kerumah tante aja sono kamu disini malah nyusahin, adek kamu udah disana’ nyokap gue menarik tangan gue. Sekilas terdengar sakit sekali ketika gue dibilang nyusahin, padahal sebandel-bandelnya gue ke nyokap palingan cuma berak di depan kamar mandi karena nggak bisa nahan. Udah itu doang kok.

‘Iyaudah deh’ gue nggak bisa ngelawan lagi. Mungkin disini nyokap nggak mau ngeliat anak tertuanya hanyut disapu air dan berenang-renang ria dengan tokai.

Gue digendong bokap melewati jembatan yang sudah tidak terlihat wujud aslinya karena sudah tertutup oleh genangan air yang keruh. Setelah mengantar gue ke rumah tante, bokap balik lagi kerumah. Di rumah nyokap sudah menunggu.

Sebenarnya gue nggak mau ngungsi di rumah tante. Memang sih lebih nyaman tinggal di rumah tante. Gimana nggak nyaman, AC ada, TV LCD ada, kasur empuk ada, kipas angin merk jepang ada, lemari juga terbuat dari kayu jati. Kurang apa coba ? Udah kayak apartemen. Kalo dibandingin sama rumah gue jauh banget perbedaanya. Kayak perbedaannya Manchester United dan Manchester City dah. MU punya 20 gelar liga inggris, sedangkan City ? Ah..sudahlah nggak enak nyebutinnya.

Di rumah tante, gue berbaring di atas kasur yang dibalut sprei bermotif Lighning Macqueen di film cars. Menatap langit-langit lalu memindaikan pandangan kearah AC yang menunjukkan angka 18. Buset ! Pantesan dingin banget daritadi! Gue menyergap remot AC itu lalu mematikannya. Gue suka kasian sama nyokap dan bokap kalo lagi banjir begini. Gue nggak bisa bantu sama sekali. Bukannya nggak bisa bantu, tapi nyokapnya yang selalu nganggep gue anak kecil. Padahal gue udah 13 tahun. Sial, apa gue masih terlalu imut ?! Gue mendengus kesal.

Gue selalu merasa tidak enakan sama nyokap dan bokap kalau mengungsi dirumah tante, karena disini gue bisa merasakan fasilitas yang mewah dan makanan yang enak. Bisa tidur ditemani AC dan TV. Sedangkan Bokap sama Nyokap ? Tidur diatas kasur yang tergenang ditengah air. Belum lagi kalo ada tokai yang tanpa assalammualaikum masuk kerumah dan mengelilingi ranjang. Bayangin dah gelinya kayak apa itu ? Bawaannya mau banana bout-an aja kalo ngeliat tokai masuk ke dalem rumah. Itu masih mending kalo cuma tokai yang diusir nggak bakal ngelawan. Gue pernah lagi maen-maen air waktu kecil pas banjir juga, tiba-tiba ada ular menggeliat dilantai rumah gue. Gue yang panik langsung sekilat mungkin ngambil sapu. Plak! Ulernya nggak mati. Plak! Ulernya mulai keliyengan. Plak! Ulernya tidur untuk selama-lamanya. Itu yang gue takutin, apa-apa lagi enak-enaknya tidur tanpa disadari ditengah nyokap dan bokap udah ada uler sambil bersis-sisss ria.

Sampai akhirnya dua hari banjir baru surut. Selama dua hari itu banjir kadang surut, kadang naik. Tergantung intensitas hujannya. Seharian ini untungnya hari menampakkan sinar yang cerah. Senyuman matahari mampu menggiring gue ke rumah menggantikan bokap yang kerja untuk membersihkan kotoran sampah, lumpur, kecoa dari dalam rumah.

Ketika sedang menyeret lumpur dan sampah keluar rumah. Lalu menyiramnya dengan air. Terlintas dipikiran gue bayangan seorang cewek. Mantan. Kenapa disaat ini mantan harus datang mengganggu gue ? dan kenapa anak umur 13 tahun udah punya mantan pacar ? Laporin kak seto juga nih!

Gue memandangi lumpur yang tergenang air. Mengendap didalamnya seperti sedang berpelukan. Gue menopang gagang serokan banjir ini di dagu gue sambil berpikir. Ternyata hujan dan banjir sama pacaran itu nggak jauh beda ya. Bahkan sama.

Pacaran itu layaknya hujan. Kadang  ada yang menanti dan kadang juga tidak ada yang benar-benar menginginkannya dengan segala macam alasan tertentu. Ketika hujan datang selalu tercipta banjir yang meluapkan segala amarah dari dalam hati. Puncaknya pacaran akan teruji ketika banjir datang. Apa itu banjir ? Banjir bisa dibilang sebuah bentuk masalah di tengah sebuah hubungan.

Saat banjir datang, gue akan bergegas menyelamatkan apapun yang bisa gue selamatkan supaya tidak tertangkap oleh genangan air. Begitu juga saat kita pacaran. Ketika masalah datang seharusnya kita tahu apa yang akan kita selamatkan dan apa yang harus kita pertahankan. Apa ? Ya, hubungan kita dengan pasangan. Mungkin akan banyak cercaan seperti tokai yang mampir kedalam rumah merusak ketenangan hati kita. Disitu lah masalah akan semakin menguji kita.

Didalam permasalahan sudah sepatutnya kita mengerti bagaimana menanganinya. Kalau sudah tidak menemukan jalan keluar yang menuju pada kesepakatan yang menggembirakan. Pada akhirnya kita akan menuju suatu garis yang berujung di titik yang bernama ‘Merelakan’. Seperti nyokap dan bokap gue yang merelakan gue dan adik gue untuk mengungsi ketempat yang lebih nyaman. Mereka tahu apa yang baik buat gue dan apa yang buruk buat gue. Buruknya jika gue tetap berada di rumah, gue akan semakin sulit mejalankan aktifitas gue. Tetapi mereka merelakan itu demi gue yang mereka sayangi.


Kaitkan dengan pacaran, merelakan bukanlah keputusan yang selamanya buruk. Selama kita punya tujuan baik untuk merelakan orang yang kita sayangi, setidaknya orang yang kita sayang tidak merasakan kesulitan yang kita rasakan ketika bersama-sama. Meski sakit, merelakan lebih baik daripada selamanya terasa sesak

Selasa, 15 Desember 2015

Tikus Kecil Pencipta Ruang Nostalgia



Gresekk…gresekk...gresekk…breekk..

Benda aneh daritadi mengganggu leher gue. Berkali-kali ada sentuhan tajam yang hinggap di leher. Setiapkali gue usir benda aneh itu justru terus menerus menyerang. Mata gue masih tertutup untuk mencoba pergi ke alam mimpi serta dibantu lantunan musik via earphone yang gue gantungkan dikedua telinga. Apaan sih nih ? Kecoa! Pasti Ini kecoa!! Kamprettt….sialan bedebah !!!

Gue membuka mata lalu meraba leher berharap tidak ada bau yang melekat dari gerakan usil kecoa tadi. Gue berdiri memeriksa bagian belakang bantal. Betapa kagetnya gue ketika melihat wujud kecoa berubah menjadi seekor tikus ABG. Iya, tikus ABG, nggak gede nggak kecil juga. Bodoamat lah mau ABG kek, remaja, pubertas kek, intinya gue langsung panik dan teriak sejadi-jadinya.

“TIKUUSSSSS….BANGKEKK…ANJING..SIALAN !!! BANGUN DO BANGUN AWAS ADA TIKUS “ Gue menggoncang-goncangkan tangan adek gue supaya cepat terbangun dari tidur karena tikus tersebut sudah berada di atas kepalanya “BURUAN GOBLOK BANGUN ITU ADA TIKUS TOLOL LU AH BURUAN!!”

Mendengar teriakan gue yang seperti banci pembawa bass betot, adek gue terbangun dengan mata keriyep-keriyep dan seperti tak peduli dengan apa yang terjadi. Namun dia sempat terlonjak kaget melihat tikus yang sudah berada disampingnya.

‘Disamping lu itu!!’ gue menunjuk tikus yang berada disamping adek gue. Dengan cepat dia berdiri dan memukulnya dengan guling. Sayangnya pukulan adek gue nggak terlalu berarti. Karena masih ngantuk dan tidak ingin berurusan dengan hal tikus-tikusan, ia pun meluncur ke kasur nyokap-bokap.

Tikus itu justru naik ke kasur gue dan berkeliling menguasai kasur. Seperti sedang lari pagi di car free day tikus itu sangat menikmati keberadaannya di atas kasur gue. Nyokap gue yang mendengar keributan segera masuk kekamar dan melihat tikus itu sedikit terkejut.

‘Ahhh…tikus sialan!’ nyokap langsung memukul tikus itu dengan sapu lidi yang gue pegang.

Pukulan nyokap cukup membuat tikus itu kehabisan tenaga. Kayaknya kekuatan emak-emak lebih heroik dibanding pukulan anak muda. Gue menoleh kearah nyokap yang tampak geram melihat tikus itu. Tikus yang dipukul nyokap tadi nggak langsung keluar kamar, justru berlari ke belakang buffet yang berdiri di pojok kamar. Shit!! Ngapa harus mojok nih tikus.

Perang dimulai. Nyokap nyuruh gue mengambil kayu yang ada di dapur. Gue bingung menatap nyokap yang seperti pembunuh berdarah dingin. Raut wajahnya mengkerut, rada berminyak, bibir bagian bawahnya ia gigit, nafasnya ngos-ngosan tidak stabil. Harum minyak wangi Casablanca pink sangat menusuk kedamaian hidung gue.

‘Kayu ? Buat apaan ?’ tanya gue heran dengan kerutan di dahi.

‘Ambil buruan!’ Nyokap menoleh kearah gue dengan tatapan tajam seperti golok pitung, serta keringat yang mengucur dari sudut dahi.

‘I…iyaaa..iyaaa’ Gue segera meluncur ke dapur dan mengambil sebatang kayu yang biasa dipakai untuk menyodok sampah di kali samping rumah lalu memberikannya ke nyokap.

Nyokap menyodok-nyodok tikus tersebut dengan kayu lewat bagian bawah buffet. Gue disuruh berjaga disamping buffet supaya jika nanti tikus itu keluar dari tempat persembunyiannya bisa segera dimatiin. DIMATIIN. Iya, DIMATIIINNNN!!! Nyokap gue serem banget, langsung nyuruh gue matiin tikus itu.

Dengan segala perjuangan sodokan kayu nyokap ke sudut buffet membuahkan hasil. Tikus keluar dari pojokan buffet, gue yang bertugas menjaga tikus justru mundur ketika tikus itu keluar. Gue geli. Sumpah demi allah dah gue geli banget sama tikus beginian. Tikus tom and jerry doang yang nggak gue takuti. Lebih ngeselinnya lagi, tikus itu juga takut karena melihat gue ketakutan dan balik ke tempat persembunyian awal. Karena gagalnya gue mendekap tikus itu, nyokap marah.

‘Et gimana sih ?! Malah takut sama tikus, balik lagi kan tuh tikusnya. Ah cemen banget lo’ Nyokap gue mencoba sekali lagi menyodok tikus itu ‘Langsung pukul aja! Matiin sekalian!’

‘Geli mak. Jangan dimatiin lah. Dia juga makhluk hidup ciptaan tuhan. Kita nggak boleh membunuh’ gue malah membela tikus.

‘Biarin aja tikus pengganggu kayak gini harus dimatiin!!!’ Nyokap gue bener-bener berdarah dingin.

‘Okedeh’ gue udah nggak bisa apa-apa lagi. Daripada gue yang disodok-sodok pake kayu yang dipegang nyokap, lebih baik gue nurut aja dah.

Percobaan demi percobaan selalu gagal. Karna sempitnya celah antara tembok dengan buffet membuat gue dan nyokap sulit untuk menyergap (Nyokap: Membunuh) tikus itu. Celah antara buffet dan tembok harus lebih diperluas. Akhirnya gue menurunkan segala isi barang-barang yang ada di buffet supaya lebih enteng ketika menggeser buffet. Kebanyakan barang-barang yang berada di buffet itu adalah buku. Semua buku bekas, novel yang masih kepake dan belom dibaca semuanya gue turunin dari buffet. Adapula barang-barang yang dari dulu gue anggap hilang ternyata ketemu, seperti hadiah dari mantan, foto sama mantan juga ternyata ada, foto sd, foto perpisahan smp, sampe kertas ulangan kimia dengan nilai 4 pun ternyata masih ada. Gue pun terjebak nostalgia. Suara imut-imut unyu Raisa diam-diam menyelinap masuk kedalam telinga gue dan turun ke relung hati ‘Ku terjebak, di ruang nostalgiaaaaaaaa’. Benda ini sungguh membuat gue melupakan tikus sialan itu.

‘Buruan yo !!!’ Gumam nyokap kesal menyuruh gue yang sedang ngelamunin barang-barang kenangan itu. Barang-barang yang bagi gue itu sangat penting, gue letakkan di tempat yang aman.

Setelah buffet bersih dan tak ada barang apapun yang masih tersisa. Gue menggeser buffet tersebut berdua dengan nyokap. Cukup berat buffet ini karena terbuat dari kayu jati asli. Celah antara tembok dan buffet pun menjadi lebih lebar. Dengan senter, gue sorot cahaya terang itu kearah tikus yang tergeletak tak berdaya. Ini sepertinya akal-akalan si tikus supaya tidak disiksa oleh gue dan nyokap karena sudah tak bisa melakukan perlawanan. Gue yang anaknya terlalu baik dan dermawan sekecamatan jagakarsa, mencoba berdiskusi ke nyokap supaya nggak dimatiin.

‘Mak, jangan dimatiin. Tangkep aja terus buang keluar, kasihan tikusnya’ ucap gue mencoba bernegosiasi.

‘Matiin!!’

‘Mak, dosa mak, dosaaa membunuh makhluk allah’ gue terus memohon.

‘MATIIN!!’ Buset ini nyokap batu juga yak.

‘Yaudah matiin dah matiin ’ gue lagi-lagi nyerah. Kayaknya emak-emak emang selalu benar.

Disaat perundingan gue dengan nyokap, tikus itu memanfaatkan kelengahan kami berdua. Tikus itu lari lagi ke kasur gue. Kali ini dia mojok di kasur gue. Gue yang lagi megang sapu lidi mengambil alih peperangan. Menyuruh nyokap untuk mundur. Gue nggak mau nyokap mukul tikus itu dengan kayu lalu daging dan darah tikus muncrat ke atas kasur.

Gue melangkah perlahan sambil berjinjit kearah kasur. Menggenggam sapu lidi di tangan kanan dan tangan kiri memberikan aba-aba kebelakang tubuh supaya nyokap tidak mendeket. Gue geser kasur langsung gue pukul-pukul pojokan kasur itu. Berharap tikus itu kena tapi berharap juga tikus itu cuma keliyengan nggak sampai mati. Kasian juga kalo sampai mati. Takutnya dia masih punya utang yang belom bisa dibayar.

Pruk…prukk…prukk

Tikus itu akhirnya pergi keluar kamar dan keluar rumah dengan kepanikan yang tidak bisa dijelaskan. Semoga saja tikus itu tidak memanggil sahabat-sahabatnya untuk balas dendam. Jika tikus itu membawa pasukan, gue nggak tau betapa gaharnya nyokap buat ngelawan segerombolan tikus tersebut. Bisa-bisa nyokap nyewa tank TNI.

Setelah kepergian tikus dari kamar, gue masih bertugas membereskan buku-buku kembali ke dalam buffet. Sambil membereskan barang-barang yang masih digunakan dan memisahkan barang-barang yang dianggap harus dibuang. Gue lagi-lagi menemukan surat kecil yang luntur dan rusak disekeliling kertas. Ada bekas gigitan tikus juga. Sebenarnya tikus tuh omnivora apa karnivora sih ? Kertas aja juga dimakan. Suka bingung sendiri dah.

Kertas itu merupakan ucapan selamat ulang tahun yang sebenarnya udah nggak gue inget-inget lagi. Akibat tikus begundal tadi gue harus rela mengingat kenangan indah ini lagi. Sial. Lagi-lagi suara Raisa datang meneror telinga gue ‘Ku terjebak di ruang nostalgiaaaa…’.

Gue meletakkan surat tersebut bersama dengan barang-barang yang penting tadi. Setelah membereskan semua barang ke tempatnya semula di buffet. Gue merapihkan barang-barang nostalgia ini kedalam sebuah kardus sepatu. Gue letakkan secara rapih satu per satu. Setiap kali meletakkan barang-barang itu ada kilatan kenangan yang mampir di pikiran gue. Kenangan yang hinggap sebentar tapi menyesakkan hati. Ucapan indah di secarik kertas usang tiba-tiba menghentikan detak jantung gue (bangkek lebay banget sampe detak jantung berhenti. Kayak orang mati).

Gue yang bersila didepan kardus sedikit tersenyum. Luapan kenangan ini sunggu menyiksa gue. Kenapa tikus tadi datang mengganggu tidur gue ? dan karena kedatangan tikus itu gue jadi di ganggu oleh kenangan ini. Seharusnya ini nggak terjadi.

Gue menutup kardus tersebut. Perlahan kenangan itu seperti menyembul dari sela-sela kardus. Menusuk cepat kedalam otak gue. Mengeroyok pikiran gue, menggantikannya dengan memory masa lalu. Rekaman masa lalu pun dengan jelas tertera disana.

Gue tersenyum merasakan aliran kenangan ini. Namun…nyokap menepuk pundak gue.

‘Adzan subuh noh!! Solat sono ke masjid’ ujar nyokap lalu beranjak ke kamar mandi untuk wudhu.

Gue pun beranjak dari lantai. Mengangkat kenangan yang tersimpan di dalam kotak sepatu. Meletakkannya diatas buffet. Sesekali kardus itu gue buka jika gue kangen nanti. Supaya jika suatu hari gue rindu dengan kenangan itu, gue nggak perlu capek-capek mencari.

Ternyata tikus yang tadi mengganggu sangat berperan besar menghadirkan kenangan lama ini. Kehadiran tikus tadi ketika gue mau tidur awalnya merupakan gangguan. Tapi setelah gangguan itu gue usir, ada serpihan keindahan yang hadir ditengah prosesnya. Kini gue yakin kalau setiap gangguan dan ketika gue mencoba untuk mengusir gangguan tersebut akan hadir hadiah kecil yang mampu menggambarkan senyuman dan sesak dihati.

Kamis, 10 Desember 2015

Van Gaal Cinta yang Gagal


Awal minggu ini memang tidak terlalu menonjolkan perbedaan yang signifikan di hidup gue sampai akhirnya ketika rabu dinihari, meski pagi belum menunjukkan senyuman indahnya lewat matahari. Gue merasa kalut saat melihat skor akhir 3-2 untuk kemenangan Wolfsburg. Manchester United kalah !! Fix MU harus berlaga di kompetisi kasta kedua eropa, liga eropa.

Tidur gue jadi nggak nyenyak. BBM terus sepi nggak ada yang nge-chat. Maen PES pake MU jadi kalah mulu. Seakan permainan MU sungguh-sungguh pindah ke dunia digital.

Sebagai mancunian sejak ciki ciko masih prestisius di zamannya, gue sangatlah sedih dengan hasil yang kurang baik ini. Lebih tepatnya hasil yang sangat buruk! Permainan MU tidaklah menunjukkan bahwa mereka tim yang patut di segani. Padahal waktu MU masih dinahkodai oleh opa Sir Alex Ferguson, MU adalah tim yang sangat di takuti oleh lawan-lawannya. Lebih menakutkan dibanding bertemu pocong feat genderuwo dan kuntilanak dimalem jumat lagi boncengan naik motor mio modifan, knalpot racing, sambil teriak-teriak ‘yeayy…yeayyy’.

Banyak yang menduga bahkan menyalahkan Louis Van Gaal lah yang patut bertanggung jawab atas kegagalan MU ini. Komentar pedas dilancarkan bertubi-tubi dari  beberapa pihak seperti fans, tak luput juga mantan pemain MU seperti Rio Ferdinand, Paul Scholes, dan bahkan mantan pelatih Sir Alex. Gue sendiri kalo punya bbm-nya Van gaal langsung gue maki-maki tuh orang. Lagian apa-apaan sih dalam keadaan tertinggal 3-2, pemain yang masih bermain bagus justru ditarik keluar digantikan pemain muda. Gue tau apa yang dilakukan Van Gaal ini semata-mata untuk memberikan pengalaman untuk para pemain muda yang minim jam terbang. Tapi, ini keadaan genting Gall!! Buset dah Van gaal, iya sih gue memang nggak sejenius Van Gaal dalam meracik strategi, tapi kalo diliat dari permainan kemarin saat melawan Wolfsburg, Van Gaal seperti tidak memberikan formasi yang selayaknya diberikan untuk tim raksasa inggris, gue rasa kalo tanding PES lawan gue, kalah tuh bocah.

Pada sedih tuh pemain MU. Ditambah smalling cedera


Udah gitu bukannya memberikan semangat atau sekedar menyampaikan intruksi dipanggir lapangan. Justru Van Gaal hanya sibuk di bench dengan catatan kecilnya yang ia sayangi. Entah dia nulis-nulis apa, gue nggak tau. Yang pasti bukan surat cinta atau surat  pengunduruan diri jadi pelatih.

Menurut berita yang dilansir di bola.net, para pemain MU sangat tertekan dengan catatan yang ditulis Van Gall tersebut. Aneh memang, seorang pelatih bukannya memberikan intruksi dipinggir lapangan justru membuat catatan yang malah menjadikan beban para pemain dilapangan. Mungkin catatan yang ditulis itu adalah sebuah perintah yang mengharuskan pemain MU untuk bermain lebih baik atau menjaga pemain lawan lebih ketat. Entah lah seketat apa pemain MU harus menjaga pemain lawan, apakah seketat sempak Van Gaal ? Nggak tau juga, sih, Van Gaal pake sempak atau tidak.

Van sedang membawa catatannya untuk bekal uts-nya


Kalo dikaitkan seperti sebuah hubungan cinta, Van Gaal merupakan sosok dari sebuah kerusakan hubungan. Seperti layaknya kasih sayang antara dua insan mahluk hidup bernama manusia, pasti akan adanya sebuah pertengkaran. Disini lah sosok Van Gaal muncul, ia menjadi sekelebat pertikaian dalam hubungan.

Tidak ada chemistry antara pasangan tersebut. Sebuah aksara yang tertulis dilembaran kertas polos tak akan bisa meredakan pertikaian itu. Setiap hubungan perlu adanya komunikasi visual bukan hanya komunikasi verbal lewat suatu tulisan.

Untuk meredakannya berilah sebuah aksi yang saling memberi satu sama lain. Bukan hanya satu pihak yang memberi. Jika kita memberikan kasih sayang ke pasangan, ya, seharusnya pasangan juga harus memberikan pula kasih sayang yang sama. Cinta setengah kasih tak akan bertahan lama jika hanya satu sisi yang lebih menonjol. Cinta bukan lah sesuatu yang harus ditonjolkan dari sisi lain, tapi sesuatu yang harus disatukan dengan dua hati yang saling mencintai.

Schweinteiger sangat terpukul dengan hasil yang diraih MU

Coba kembali kita ulas masalah yang dialami pemain MU dengan Louis Van Gaal. Mereka layaknya seperti sebuah pasangan. Perlu adanya komunikasi yang intens ditengah hubungan mereka. Salahnya adalah Van Gaal hanya bisa menghubungkan dirinya dengan pemain lewat sebuah catatan yang mengerikan. Bagi para pemain catatan itu adalah sebuah bencana jika nama mereka ada didalamnya. Saat bertanding pun pemain tidak bisa konsentrasi karena catatan itu terus menghantui kepala mereka selama bertanding. Coba seandainya Van Gaal dengan tegas memberikan arahan di pinggir lapangan, pastinya para pemain tak akan memikirkan catatan itu selama bertandingan berlangsung.

Van Gaal memang belum gagal. Tapi Van Gaal adalah cinta yang gagal. Hubungannya dengan pemain tidaklah seperti romansa indah  di film romeo & Juliet. Mereka layaknya sebuah hubungan LDR. Merasa jauh dihadang lautan lepas, dihadang samudera luas, dihadang hutan belantara dan tak bisa memberikan apa-apa lewat jarak dekat. Van Gaal sangat lah dekat ketika pemain sedang bertanding namun ia justru menjauhkan jarak itu dengan catatan ditangannya. Coretan di kertasnya menjadi suatu pesan yang menunjukkan dirinya telah gagal menjalin hubungan yang kuat dengan pemain. Mulutnya masih ada tapi hanya bisa menggambarkan mimik kekecewaan yang sebenarnya ia rancang sendiri.

Pemain MU butuh sosok yang bisa memberikan semangat yang kuat. Semangat api membara. Semangat prajurit dalam peperangan. Semangat pemain dalam pertandingan. Semangat kemenangan dan pantang menyerah.

Tinggal sekarang semua nasib ada ditangan Van Gaal. Mundur atau membuat MU kembali ke jalur kemenangan. Oke kalo kemenangan sangat sulit, cukup berilah kami para fans sebuah permainan berkelas. Itu sudah cukup menghibur kita. MU memang tidak segesit barca yang memiliki Lionel Messi atau seganas Real Madrid yang punya manusia robot, Ronaldo. Tapi, MU punya jiwa juara yang kuat. Sir Alex telah membuktikannya di tahun 2013, dengan materi pemain yang biasa saja, Sir Alex mampu membawa MU ke pucuk singgah sana tertinggi liga Inggris.

7 tahun yang lalu. Dramatis. Sekarang juga nggak kalah dramatisnya. Yakan ? iyakan ?


Postingan ini memang tak akan membuat Van Gaal berubah atau membuat MU lolos ke 16 besar liga Champions. Namun, setidaknya kekalutan gue tentang kinerja sang pelatih bisa terluapkan disini. Van Gaal juga nggak akan baca postingan ini. Lagian kalo beliau nemuin postingan ini, dia juga nggak akan peduli. Apalah arti sebuah postingan ini untuk dia.

Eiittss, tapi jika kalian yang baca postingan ini juga mancunian seperti gue, bisa komen-komen. Kita senasib kok. Dan mungkin kalian punya Pin BBM Louis Van Gaal atau Account Line-nya. Bisa di copy-paste postingan ini lalu terjemahin ke bahasa belanda, terus kirim ke beliau. Biar dia baca postingan ini!! Gue masih berharap MU bisa melakukan yang terbaik kedepannya. Dan melupakan kegagalan dikancah eropa ini. Jadikan sebuah kegagalan ini sebagai penyulut api semangat. GGMU!!!

Senin, 07 Desember 2015

Review Buku : Between Us

Judul Buku : Between Us ( Is It Chemistry or love ? )

Penulis : Fahrul Khoerussani

Penerbit : Bukune

ISBN :602-220-162-4

Synopsis :

Kata orang, sih hidup itu urusan duniawi, tapi bagi Fahrul---seorang chemist yang sok higienis---juga harus kimawi. Kalo lapar, makanan mesti bebas mikroba dan teruji. Waktu haus, dia cuma mau minum dari H2O murni. Bahkan, nih…bernapas pun harus udara steril tanpa kontaminasi kentut bau terasi.

Boleh jadi Fahrul ahli banget kimia, tapi nggak dengan cewek. Makhluk satu itu dianggapnya ribet, eksplosif, dan sangat korosif terhadap uang. Namun setelah menerap ilmu yang dimiliki, usahanya dalam mengerti cewek mulai membentuk ikatan yang lebih kuat dari kovalen; daya tarik-menarik antara keduanya menyebabkan suatu senyawa.
Kini, tinggal satu pertanyaan yang belum terjawab, Between us; Is it Chemisrty or Love ?

Yuk mari…

“Cinta adalah proses senyawa kimia yang bereaksi ketika hati menemukan chemistry”

Between Us buku hasil karangan sekaligus diciptakan melalui proses kimia di laboratorium oleh abang Fahrul Sani. Buku ini menceritakan tentang chemisty Fahrul dengan teman, keluarga, kerjaan, dan cinta. Pekerjaannya sebagai seorang chemist sekaligus sebagai leader di tempatnya bekerja, membuat ia pusing tujuh keliling dengan kerjaan yang tidak sesuai standart yang dilakukan oleh salah satu staff-nya bernama Gugun. Belum selesai dengan  masalahnya di kantor, ia mendapati masalah yang tak kunjung kelar di dalam hidupnya, yaitu pasangan. Dia amat tertinggal dengan teman-temannya yang sudah memiliki pacar bahkan juga sudah ada yang menikah. Sekali pun ia mendapat seseorang yang ia cintai dan berharap akan mendapatkan cinta dari cewek itu. Ia harus menerima kenyataan yang pahit, kalau cewek yang ia dekati bernama Lucy masih sayang dengan mantannya. Perih sekali bukan ?

Kenapa harus diruntuhkan ? Kenapa gue nggak nyari jalan lain ke balik temboknya, ketemu Lucy, lalu jadiim tembok tadi dinding rumah kami ?

INHIBITOR adalah saingan yang nggak bisa dihindari. Dalam reaksi enzim,        INHIBITOR akan menghalangi substrat untuk bereaksi dengan Enzim

Kehidupan setelah ditinggal Lucy, gebetan barunya membuat Fahrul gundah gulana. Galaunya berdampak pada pekerjaan yang memicu dirinya menjadi bahan amarah Bos-nya di kantor, Mr Woong. Proses move-on Fahrul dimulai ketika dirinya mendapati bahwa salah satu followersnya di Twitter bernama Nadia, cewek cantik berdarah Arab mem-followback account-nya. Dengan modus, gombal dan sifat humorisnya yang membuat Nadia selalu terhibur, akhirnya Fahrul mendapat kesempatan untuk jalan dengan  Nadia. Merasa kedekatannya sudah berada di ujung kebahagiaan. Fahrul menembak Nadia, namun Nadia hanya menjawab ‘Kita jalani aja dulu ya kak’. Meski jawaban yang tidak pasti itu, Fahrul mengartikan bahwa itu sebagai jawaban ‘Iya’.  Kedekatannya dengan Nadia membuatnya terlelap dalam buaian cinta.

Ternyata, orang yang jatuh cinta adalah orang yang paling gampang terjebak oleh perasaan sendiri dan ragu

Cerita yang lucu dan menarik ini akan dipertemukan pada satu bab yang membuat hati kita terenyuh ketika membacanya. Fahrul mengajak kita untuk larut dalam ceritanya di masa ia kuliah dan mengalami konflik hebat dengan Ibunya sendiri. Fahrul marah karena ibunya meminjamkan uang ke sodaranya sehingga membuat keluarganya di kejar-kejar oleh rentenir. Sampai di akhir bab, Fahrul akhirnya sadar bahwa Ibunya amatlah sayang dan peduli kepadanya. Nangis. Beneran deh, nangis lo kalo baca.

Ya Allah, jagalah Ibu. Jangan jadikan hamba kesulitan bagi ibu, jadikan hamba orang yang akan mempermudah hidupnya. Jadikan Ibu sebagai doa-doa yang berkepanjangan. Amin

            Entah kenapa gue nggak tau pengen banget nge-review novel ini. Menurut gue novel ini sangat recommended banget buat lo yang suka novel komedi. Apalagi buku ini nggak melulu pada komedi yang garing. Komedinya begitu gurih ketika di baca, selalu ada tawa ketika membacanya. Gue udah sampe dua kali baca buku ini dan pasti ketawa. Novel humor yang dibalut dengan ilmu kimia, romansa percintaan, kesedihan, galau, pekerjaan, dan keluarga sangatlah harus berada ditangan lo. Lo pasti nggak akan bisa meletakkan sedetik pun buku itu karena sangat penasaran dengan cerita dari satu bab ke bab selanjutnya.

Between Us ini juga akan memberi lo banyak pelajaran tetang ilmu kimia. Membuat lo yang sebel sama kimia jadi pengen buka-buka buku pelajaran kimia lagi. Istilah-istilah dan senyawa kimia yang berada di buku ini akan membuat kita seperti sedang berada di kelas kimia. Cocok buat lo yang males bawa buku paket kimia ke sekolah, bisa bawa buku Between Us aja. Sama aja kok, ada kimia-kimianya juga.

Ternyata chemistry itu nggak perlu jauh-jauh dicari. Dia ada dan sangat dekat, tinggal bagaimana gue menemukannya.

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Pages

Super Stars

Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Post

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

Friendzone