Review #CurhatSambilGalau
19
Desember 2015 Hari sabtu pagi, Jakarta diguyur hujan. Dingin. Basah. Butuh
kehangatan. Kangen mantan. Kangen kamu. Kangen kenyamanan di bonceng gojek.
Yaampun..Ngapa jadi nggak jelas gini. Udah kelamaan tenggelam di muara
kejomloan gini nih!!
Sabtu siang sorotan sinar matahari begitu terik usai
hujan di pagi hari yang masih gelap tadi sangat menyilaukan mata. Gue meluncur
ke Kebayoran Baru dari rumah mengunakan motor di temani fitur google maps di smarphone gue. Gue menghadiri pertemuan yang diadakan oleh penulis
buku GALAU PASTI BERLALU yaitu Nadia Wow. Wow sekalehhhh.
Kehadiran gue ke Coffe Institute melainkan bukan
hanya nongkrong-nangkring biasa seperti anak-anak sevel yang suka gadoin
slurpee pake sambal. Gue datang kesini berkat undangan karena gue berhasil
terpilih sebagai salah satu dari tiga pemenang lomba yang diadakan oleh Nadia
Wow sendiri. Meski awalnya rada tidak percaya dengan kenyataan bahwa tulisan
gue terpilih, akhirnya gue mulai yakin kalau Nadia lagi sakaw pas baca tulisan
gue sampai bisa khilaf milih tulisan gue untuk duduk di tiga besar.
Berkat tuntunan yang pasti dari google maps, gue diarahkan dan dibimbing selama perjalanan ke Coffe
Institute. Meskipun gue sudah tahu daerah kebayoran baru tempat Coffe Institute
berada, gue belom yakin keberadaan pastinya Coffe Institute berdiri.
Tak perlu waktu lama. Jalan yang tidak macet, cuaca
yang mendukung, dan sekali lagi tidak lepas dari andil keahlihan google maps menjadi Tour Guide dadakan, gue pun tiba dengan ganteng di lahan parkir Coffe
Institute.
Gue masuk ke dalam cafe. Sebelum ke ruangan utama cafe,
gue diharuskan menyusuri tangga lalu mata gue jelalatan melihat desain interior
yang gokil abis. Dengan konsep atap rumah, beberapa rak buku, dan mural
bergambar buku disalah satu bagian dinding membawa gue kedalam suasana
perpustakaan di atap rumah. Pelayannya ramah serta kursi yang ditata rapih,
sofa-sofa yang empuk kayak kue bantal, dan mainan-mainan yang disediakan untuk
pelanggan yang datang menambah keasikan café ini. Dari semua kegokilan desain,
konsep, dan tambahan fitur yang disediakan oleh Café Coffe Institute yang
paling penting untuk jomlo seperti gue hanya satu. Cukup dengan FREE WIFI.
Wifi pun merubah pandangan gue terhadap cafe ini. Yang awalnya gue tampak takjub melihat-lihat keseluruhan cafe, karena adanya Free Wifi akhirnya gue memutuskan lebih asyik menatap layar handphone sejenak sampai acara dimulai.
Wifi pun merubah pandangan gue terhadap cafe ini. Yang awalnya gue tampak takjub melihat-lihat keseluruhan cafe, karena adanya Free Wifi akhirnya gue memutuskan lebih asyik menatap layar handphone sejenak sampai acara dimulai.
Gue bersapa salam dengan Kak Nadia yang sudah sampai
terlebih dahulu dan sedang santai bersandar di sofa sambil membaca buku. Gue
juga tidak sengaja datang berbarengan dengan Qincus, salah satu pemenang
#CurhatSambilGalau
Tak lama gue datang. Iir menyusul dengan kegirangan
lalu cipika-cipiki dengan Nadia. Gue lihatin. Gue pikir-pikir. Nih orang girang
amat yaa hahaha. Disusul lagi kedatangan Kak Any (Editor Gagasmedia) dengan
pacarnya yang penampilannya Vintage
klimis dengan kostum hitam seperti
abis nyelawat dan membawa bunga.
Setelah semua berkumpul, gue disodorkan daftar menu.
Mata gue menelusuri segala macam nama yang semuanya terasa asing di otak gue.
Biasa juga makan nasi uduk, sekarang gaya-gayaan ke café beli makanan yang
harganya sama dengan sepuluh bungkus nasi uduk. Sekali lagi gue perhatiin satu
per satu nama makanan dan minuman. Berharap ada salah satu tulisannya Nasi Goreng Pete. Harapan gue sirna
setelah melihat bahwa tidak ada makanan semacam itu di café sekelas Coffe
Institute ini. Akhirnya tidak berlama-lama lagi karena kalau dituruti bisa
sepuluh abad gue milih makanan di daftar menu ini. Pilihin gue akhirnya tertuju
pada Coffe Latte anget dan Chicken Wings. Bukan karena gue memang suka dengan
makanan yang gue pilih itu, melainkan itu semua berkat nama menu yang gue
anggap paling keren daripada nama-nama makanan dan minuman lainnya.
Serangkaian #CurhatSambilGalau dimulai dengan
membahas secara lisan tulisan yang dilombakan. Dimulai dari gue, gue
menceritakan secara detail satu per satu kronologis kegalauan gue dengan
seseorang, mulai dari kenalan, coba deket, ngerasa deket, udah mulai baper,
sampai ditolak gue paparkan secara gamblang dengan beberapa kali gelak tawa
terselip di tengah-tengah kalimat. Dilanjutkan lagi oleh Iir dan Qincus.
Bukan hanya para pemenang yang membagi cerita
galau-galau rianya. Nadia juga membeberkan secara asik dan gokil
cerita-ceritanya yang sarat akan kesedihan. Penuh kesendirian, kesakitan, dan
kegalauan yang sangat dalam seperti tenggelam di tengah lautan antartik Nadia
amat sangat galau di kisah percintaannya. Jadi nggak tega ngedenger
cerita-ceritanya.
Dalam pertemuan tersebut, gue lah yang paling muda
dan paling cute. Cute meski terlihat Beast.
Dibalik kedewasaan mereka gue mendapat banyak pelajaran tentang menyikapi galau
di dunia percintaan. Yang paling gue antusias mendengarnya adalah ketika mereka
pernah ditinggal nikah sama mantan. Seperti tidak di undang atau pun di undang
untuk datang ke pernikahan mantan. Gue yang sewajarnya masih anak piyik baru
lulus sekolah, sama sekali belum pernah merasakan hal yang katanya perih itu.
Mereka bercerita secara bergantian. Gue doang yang kurang pengalaman dalam hal nikah-nikahan.
Gue cuma bisa diem dan dengerin kegalauan mereka yang di tinggal kawin.
Ditengah curhatan mereka tentang sakitnya "tidak di
undang" atau "di undang" mantan untuk datang ke pernikahannya. Kata Nadia, Di
undang nggak di undang rasanya sama-sama sakit. Tiba-tiba secara mendadak terbesit
di pikiran gue, jika nanti gue udah punya pacar lagi, kayaknya gue harus
buru-buru nikah. Jangan sampe kejadian pahit seperti mereka itu juga ikut gue
rasakan. Jangan sampe!!!
Selain curhat dan ketawa-ketawa bareng. Gue juga
dapet banyak pelajaran berharga yang nggak bisa gue dapetin di sekolah. Mungkin
ada di sekolah, tapi gue kebetulan lagi nggak merhatiin saat itu. Gue
nanya-nanya tentang teknis penulisan. Bagaimana cara membuat outline yang baik
dan benar ataupun dari segi non teknis saat penulisan. Kak Any pun memberi
beberapa penjelasan yang langsung gue simpan baik-baik di otak untuk kemajuan
penulisan gue. Selain menulis, banyak-banyaklah membaca. Baca.Baca.Dan Baca.
Serangkaian pertemuan ini terus berlalu sampai senja
cemburu lalu menangis. Hujan turun begitu deras. Memaksa gue, Kak Nadia. Iir
dan Qincus yang masih berada di Coffe Institute untuk menunggu tangisan senja mereda.
Hujan berlalu, kita akhirnya menyudahi pertemuan berharga yang diselimuti
romansa melankolis hari ini. Meskipun singkat banyak cerita galau dan pelajaran
yang bisa gue arsipkan dalam otak gue. Menjadi pengalaman gue ngumpul bareng
penulis sekaligus editornya. Seneng ? Banget. Sampai gue sempat berfikir ingin
sekali berada di posisi Kak Nadia dan membuat acara seperti ini juga. Mungkin
nanti. Nanti ketika gue sudah siap. Dan waktu yang akan membuktikan itu semua.
Thanks buat semuanya, Kak Nadia, Kak Any, pacarnya Kak Any yang gokil abis
klimis gileeee (Beli dimana pomadenya ?) , Iir dan Qincus. Mudah-mudahan bisa
ketemuan lagi dengan cerita yang lebih menyenangkan tanpa harus melupakan
kegalauan.
Weitts… Pepatah mengatakan Tak ada pertemuan tanpa berfoto. Jadi, pastinya kami nggak akan
lupa dengan ritual mainstream ini.
Selain foto-foto yang digunakan untuk menjadi stok dp bbm, Line, dan WA. Sekaligus sedikit pamer sama
nyokap dirumah kalo anaknya abis ngongkow-ngongkow di cafe. Norak bat dah ah
Hahahay.
Jangan heran dan jangan kaget jika kebanyakan foto gue tidak terlihat karena gue perlu menyesuaikan arah sinar dengan wajah gue yang hitam legam kayak semiran sepatu
Empat manusia yang berfikir jadi jomblo harus yang tawakal. Jomlo yang banyak akal.
0 komentar:
Posting Komentar