123, Example Street, City 123@abc.com 123-456-7890 skypeid

Selasa, 15 Desember 2015

Tikus Kecil Pencipta Ruang Nostalgia



Gresekk…gresekk...gresekk…breekk..

Benda aneh daritadi mengganggu leher gue. Berkali-kali ada sentuhan tajam yang hinggap di leher. Setiapkali gue usir benda aneh itu justru terus menerus menyerang. Mata gue masih tertutup untuk mencoba pergi ke alam mimpi serta dibantu lantunan musik via earphone yang gue gantungkan dikedua telinga. Apaan sih nih ? Kecoa! Pasti Ini kecoa!! Kamprettt….sialan bedebah !!!

Gue membuka mata lalu meraba leher berharap tidak ada bau yang melekat dari gerakan usil kecoa tadi. Gue berdiri memeriksa bagian belakang bantal. Betapa kagetnya gue ketika melihat wujud kecoa berubah menjadi seekor tikus ABG. Iya, tikus ABG, nggak gede nggak kecil juga. Bodoamat lah mau ABG kek, remaja, pubertas kek, intinya gue langsung panik dan teriak sejadi-jadinya.

“TIKUUSSSSS….BANGKEKK…ANJING..SIALAN !!! BANGUN DO BANGUN AWAS ADA TIKUS “ Gue menggoncang-goncangkan tangan adek gue supaya cepat terbangun dari tidur karena tikus tersebut sudah berada di atas kepalanya “BURUAN GOBLOK BANGUN ITU ADA TIKUS TOLOL LU AH BURUAN!!”

Mendengar teriakan gue yang seperti banci pembawa bass betot, adek gue terbangun dengan mata keriyep-keriyep dan seperti tak peduli dengan apa yang terjadi. Namun dia sempat terlonjak kaget melihat tikus yang sudah berada disampingnya.

‘Disamping lu itu!!’ gue menunjuk tikus yang berada disamping adek gue. Dengan cepat dia berdiri dan memukulnya dengan guling. Sayangnya pukulan adek gue nggak terlalu berarti. Karena masih ngantuk dan tidak ingin berurusan dengan hal tikus-tikusan, ia pun meluncur ke kasur nyokap-bokap.

Tikus itu justru naik ke kasur gue dan berkeliling menguasai kasur. Seperti sedang lari pagi di car free day tikus itu sangat menikmati keberadaannya di atas kasur gue. Nyokap gue yang mendengar keributan segera masuk kekamar dan melihat tikus itu sedikit terkejut.

‘Ahhh…tikus sialan!’ nyokap langsung memukul tikus itu dengan sapu lidi yang gue pegang.

Pukulan nyokap cukup membuat tikus itu kehabisan tenaga. Kayaknya kekuatan emak-emak lebih heroik dibanding pukulan anak muda. Gue menoleh kearah nyokap yang tampak geram melihat tikus itu. Tikus yang dipukul nyokap tadi nggak langsung keluar kamar, justru berlari ke belakang buffet yang berdiri di pojok kamar. Shit!! Ngapa harus mojok nih tikus.

Perang dimulai. Nyokap nyuruh gue mengambil kayu yang ada di dapur. Gue bingung menatap nyokap yang seperti pembunuh berdarah dingin. Raut wajahnya mengkerut, rada berminyak, bibir bagian bawahnya ia gigit, nafasnya ngos-ngosan tidak stabil. Harum minyak wangi Casablanca pink sangat menusuk kedamaian hidung gue.

‘Kayu ? Buat apaan ?’ tanya gue heran dengan kerutan di dahi.

‘Ambil buruan!’ Nyokap menoleh kearah gue dengan tatapan tajam seperti golok pitung, serta keringat yang mengucur dari sudut dahi.

‘I…iyaaa..iyaaa’ Gue segera meluncur ke dapur dan mengambil sebatang kayu yang biasa dipakai untuk menyodok sampah di kali samping rumah lalu memberikannya ke nyokap.

Nyokap menyodok-nyodok tikus tersebut dengan kayu lewat bagian bawah buffet. Gue disuruh berjaga disamping buffet supaya jika nanti tikus itu keluar dari tempat persembunyiannya bisa segera dimatiin. DIMATIIN. Iya, DIMATIIINNNN!!! Nyokap gue serem banget, langsung nyuruh gue matiin tikus itu.

Dengan segala perjuangan sodokan kayu nyokap ke sudut buffet membuahkan hasil. Tikus keluar dari pojokan buffet, gue yang bertugas menjaga tikus justru mundur ketika tikus itu keluar. Gue geli. Sumpah demi allah dah gue geli banget sama tikus beginian. Tikus tom and jerry doang yang nggak gue takuti. Lebih ngeselinnya lagi, tikus itu juga takut karena melihat gue ketakutan dan balik ke tempat persembunyian awal. Karena gagalnya gue mendekap tikus itu, nyokap marah.

‘Et gimana sih ?! Malah takut sama tikus, balik lagi kan tuh tikusnya. Ah cemen banget lo’ Nyokap gue mencoba sekali lagi menyodok tikus itu ‘Langsung pukul aja! Matiin sekalian!’

‘Geli mak. Jangan dimatiin lah. Dia juga makhluk hidup ciptaan tuhan. Kita nggak boleh membunuh’ gue malah membela tikus.

‘Biarin aja tikus pengganggu kayak gini harus dimatiin!!!’ Nyokap gue bener-bener berdarah dingin.

‘Okedeh’ gue udah nggak bisa apa-apa lagi. Daripada gue yang disodok-sodok pake kayu yang dipegang nyokap, lebih baik gue nurut aja dah.

Percobaan demi percobaan selalu gagal. Karna sempitnya celah antara tembok dengan buffet membuat gue dan nyokap sulit untuk menyergap (Nyokap: Membunuh) tikus itu. Celah antara buffet dan tembok harus lebih diperluas. Akhirnya gue menurunkan segala isi barang-barang yang ada di buffet supaya lebih enteng ketika menggeser buffet. Kebanyakan barang-barang yang berada di buffet itu adalah buku. Semua buku bekas, novel yang masih kepake dan belom dibaca semuanya gue turunin dari buffet. Adapula barang-barang yang dari dulu gue anggap hilang ternyata ketemu, seperti hadiah dari mantan, foto sama mantan juga ternyata ada, foto sd, foto perpisahan smp, sampe kertas ulangan kimia dengan nilai 4 pun ternyata masih ada. Gue pun terjebak nostalgia. Suara imut-imut unyu Raisa diam-diam menyelinap masuk kedalam telinga gue dan turun ke relung hati ‘Ku terjebak, di ruang nostalgiaaaaaaaa’. Benda ini sungguh membuat gue melupakan tikus sialan itu.

‘Buruan yo !!!’ Gumam nyokap kesal menyuruh gue yang sedang ngelamunin barang-barang kenangan itu. Barang-barang yang bagi gue itu sangat penting, gue letakkan di tempat yang aman.

Setelah buffet bersih dan tak ada barang apapun yang masih tersisa. Gue menggeser buffet tersebut berdua dengan nyokap. Cukup berat buffet ini karena terbuat dari kayu jati asli. Celah antara tembok dan buffet pun menjadi lebih lebar. Dengan senter, gue sorot cahaya terang itu kearah tikus yang tergeletak tak berdaya. Ini sepertinya akal-akalan si tikus supaya tidak disiksa oleh gue dan nyokap karena sudah tak bisa melakukan perlawanan. Gue yang anaknya terlalu baik dan dermawan sekecamatan jagakarsa, mencoba berdiskusi ke nyokap supaya nggak dimatiin.

‘Mak, jangan dimatiin. Tangkep aja terus buang keluar, kasihan tikusnya’ ucap gue mencoba bernegosiasi.

‘Matiin!!’

‘Mak, dosa mak, dosaaa membunuh makhluk allah’ gue terus memohon.

‘MATIIN!!’ Buset ini nyokap batu juga yak.

‘Yaudah matiin dah matiin ’ gue lagi-lagi nyerah. Kayaknya emak-emak emang selalu benar.

Disaat perundingan gue dengan nyokap, tikus itu memanfaatkan kelengahan kami berdua. Tikus itu lari lagi ke kasur gue. Kali ini dia mojok di kasur gue. Gue yang lagi megang sapu lidi mengambil alih peperangan. Menyuruh nyokap untuk mundur. Gue nggak mau nyokap mukul tikus itu dengan kayu lalu daging dan darah tikus muncrat ke atas kasur.

Gue melangkah perlahan sambil berjinjit kearah kasur. Menggenggam sapu lidi di tangan kanan dan tangan kiri memberikan aba-aba kebelakang tubuh supaya nyokap tidak mendeket. Gue geser kasur langsung gue pukul-pukul pojokan kasur itu. Berharap tikus itu kena tapi berharap juga tikus itu cuma keliyengan nggak sampai mati. Kasian juga kalo sampai mati. Takutnya dia masih punya utang yang belom bisa dibayar.

Pruk…prukk…prukk

Tikus itu akhirnya pergi keluar kamar dan keluar rumah dengan kepanikan yang tidak bisa dijelaskan. Semoga saja tikus itu tidak memanggil sahabat-sahabatnya untuk balas dendam. Jika tikus itu membawa pasukan, gue nggak tau betapa gaharnya nyokap buat ngelawan segerombolan tikus tersebut. Bisa-bisa nyokap nyewa tank TNI.

Setelah kepergian tikus dari kamar, gue masih bertugas membereskan buku-buku kembali ke dalam buffet. Sambil membereskan barang-barang yang masih digunakan dan memisahkan barang-barang yang dianggap harus dibuang. Gue lagi-lagi menemukan surat kecil yang luntur dan rusak disekeliling kertas. Ada bekas gigitan tikus juga. Sebenarnya tikus tuh omnivora apa karnivora sih ? Kertas aja juga dimakan. Suka bingung sendiri dah.

Kertas itu merupakan ucapan selamat ulang tahun yang sebenarnya udah nggak gue inget-inget lagi. Akibat tikus begundal tadi gue harus rela mengingat kenangan indah ini lagi. Sial. Lagi-lagi suara Raisa datang meneror telinga gue ‘Ku terjebak di ruang nostalgiaaaa…’.

Gue meletakkan surat tersebut bersama dengan barang-barang yang penting tadi. Setelah membereskan semua barang ke tempatnya semula di buffet. Gue merapihkan barang-barang nostalgia ini kedalam sebuah kardus sepatu. Gue letakkan secara rapih satu per satu. Setiap kali meletakkan barang-barang itu ada kilatan kenangan yang mampir di pikiran gue. Kenangan yang hinggap sebentar tapi menyesakkan hati. Ucapan indah di secarik kertas usang tiba-tiba menghentikan detak jantung gue (bangkek lebay banget sampe detak jantung berhenti. Kayak orang mati).

Gue yang bersila didepan kardus sedikit tersenyum. Luapan kenangan ini sunggu menyiksa gue. Kenapa tikus tadi datang mengganggu tidur gue ? dan karena kedatangan tikus itu gue jadi di ganggu oleh kenangan ini. Seharusnya ini nggak terjadi.

Gue menutup kardus tersebut. Perlahan kenangan itu seperti menyembul dari sela-sela kardus. Menusuk cepat kedalam otak gue. Mengeroyok pikiran gue, menggantikannya dengan memory masa lalu. Rekaman masa lalu pun dengan jelas tertera disana.

Gue tersenyum merasakan aliran kenangan ini. Namun…nyokap menepuk pundak gue.

‘Adzan subuh noh!! Solat sono ke masjid’ ujar nyokap lalu beranjak ke kamar mandi untuk wudhu.

Gue pun beranjak dari lantai. Mengangkat kenangan yang tersimpan di dalam kotak sepatu. Meletakkannya diatas buffet. Sesekali kardus itu gue buka jika gue kangen nanti. Supaya jika suatu hari gue rindu dengan kenangan itu, gue nggak perlu capek-capek mencari.

Ternyata tikus yang tadi mengganggu sangat berperan besar menghadirkan kenangan lama ini. Kehadiran tikus tadi ketika gue mau tidur awalnya merupakan gangguan. Tapi setelah gangguan itu gue usir, ada serpihan keindahan yang hadir ditengah prosesnya. Kini gue yakin kalau setiap gangguan dan ketika gue mencoba untuk mengusir gangguan tersebut akan hadir hadiah kecil yang mampu menggambarkan senyuman dan sesak dihati.

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Recent Posts

Unordered List

Pages

Super Stars

Diberdayakan oleh Blogger.

Recent Post

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

Friendzone