Tikus Kecil Pencipta Ruang Nostalgia
Gresekk…gresekk...gresekk…breekk..
Benda aneh daritadi mengganggu leher gue.
Berkali-kali ada sentuhan tajam yang hinggap di leher. Setiapkali gue usir
benda aneh itu justru terus menerus menyerang. Mata gue masih tertutup untuk
mencoba pergi ke alam mimpi serta dibantu lantunan musik via earphone yang gue
gantungkan dikedua telinga. Apaan sih nih ? Kecoa! Pasti Ini kecoa!! Kamprettt….sialan
bedebah !!!
Gue membuka mata lalu meraba leher berharap tidak
ada bau yang melekat dari gerakan usil kecoa tadi. Gue berdiri memeriksa bagian
belakang bantal. Betapa kagetnya gue ketika melihat wujud kecoa berubah menjadi
seekor tikus ABG. Iya, tikus ABG, nggak gede nggak kecil juga. Bodoamat lah mau
ABG kek, remaja, pubertas kek, intinya gue langsung panik dan teriak
sejadi-jadinya.
“TIKUUSSSSS….BANGKEKK…ANJING..SIALAN !!! BANGUN DO
BANGUN AWAS ADA TIKUS “ Gue menggoncang-goncangkan tangan adek gue supaya cepat
terbangun dari tidur karena tikus tersebut sudah berada di atas kepalanya “BURUAN
GOBLOK BANGUN ITU ADA TIKUS TOLOL LU AH BURUAN!!”
Mendengar teriakan gue yang seperti banci pembawa
bass betot, adek gue terbangun dengan mata keriyep-keriyep dan seperti tak
peduli dengan apa yang terjadi. Namun dia sempat terlonjak kaget melihat tikus
yang sudah berada disampingnya.
‘Disamping lu itu!!’ gue menunjuk tikus yang berada
disamping adek gue. Dengan cepat dia berdiri dan memukulnya dengan guling.
Sayangnya pukulan adek gue nggak terlalu berarti. Karena masih ngantuk dan
tidak ingin berurusan dengan hal tikus-tikusan, ia pun meluncur ke kasur
nyokap-bokap.
Tikus itu justru naik ke kasur gue dan berkeliling
menguasai kasur. Seperti sedang lari pagi di car free day tikus itu sangat menikmati keberadaannya di atas kasur
gue. Nyokap gue yang mendengar keributan segera masuk kekamar dan melihat tikus
itu sedikit terkejut.
‘Ahhh…tikus sialan!’ nyokap langsung memukul tikus
itu dengan sapu lidi yang gue pegang.
Pukulan nyokap cukup membuat tikus itu kehabisan
tenaga. Kayaknya kekuatan emak-emak lebih heroik dibanding pukulan anak muda.
Gue menoleh kearah nyokap yang tampak geram melihat tikus itu. Tikus yang
dipukul nyokap tadi nggak langsung keluar kamar, justru berlari ke belakang buffet
yang berdiri di pojok kamar. Shit!! Ngapa harus mojok nih tikus.
Perang dimulai. Nyokap nyuruh gue mengambil kayu
yang ada di dapur. Gue bingung menatap nyokap yang seperti pembunuh berdarah
dingin. Raut wajahnya mengkerut, rada berminyak, bibir bagian bawahnya ia
gigit, nafasnya ngos-ngosan tidak stabil. Harum minyak wangi Casablanca pink
sangat menusuk kedamaian hidung gue.
‘Kayu ? Buat apaan ?’ tanya gue heran dengan kerutan
di dahi.
‘Ambil buruan!’ Nyokap menoleh kearah gue dengan
tatapan tajam seperti golok pitung, serta keringat yang mengucur dari sudut
dahi.
‘I…iyaaa..iyaaa’ Gue segera meluncur ke dapur dan
mengambil sebatang kayu yang biasa dipakai untuk menyodok sampah di kali
samping rumah lalu memberikannya ke nyokap.
Nyokap menyodok-nyodok tikus tersebut dengan kayu
lewat bagian bawah buffet. Gue disuruh berjaga disamping buffet supaya jika
nanti tikus itu keluar dari tempat persembunyiannya bisa segera dimatiin.
DIMATIIN. Iya, DIMATIIINNNN!!! Nyokap gue serem banget, langsung nyuruh gue
matiin tikus itu.
Dengan segala perjuangan sodokan kayu nyokap ke
sudut buffet membuahkan hasil. Tikus keluar dari pojokan buffet, gue yang
bertugas menjaga tikus justru mundur ketika tikus itu keluar. Gue geli. Sumpah
demi allah dah gue geli banget sama tikus beginian. Tikus tom and jerry doang
yang nggak gue takuti. Lebih ngeselinnya lagi, tikus itu juga takut karena
melihat gue ketakutan dan balik ke tempat persembunyian awal. Karena gagalnya
gue mendekap tikus itu, nyokap marah.
‘Et gimana sih ?! Malah takut sama tikus, balik lagi
kan tuh tikusnya. Ah cemen banget lo’ Nyokap gue mencoba sekali lagi menyodok
tikus itu ‘Langsung pukul aja! Matiin sekalian!’
‘Geli mak. Jangan dimatiin lah. Dia juga makhluk
hidup ciptaan tuhan. Kita nggak boleh membunuh’ gue malah membela tikus.
‘Biarin aja tikus pengganggu kayak gini harus
dimatiin!!!’ Nyokap gue bener-bener berdarah dingin.
‘Okedeh’ gue udah nggak bisa apa-apa lagi. Daripada
gue yang disodok-sodok pake kayu yang dipegang nyokap, lebih baik gue nurut aja
dah.
Percobaan demi percobaan selalu gagal. Karna
sempitnya celah antara tembok dengan buffet membuat gue dan nyokap sulit untuk
menyergap (Nyokap: Membunuh) tikus itu. Celah antara buffet dan tembok harus
lebih diperluas. Akhirnya gue menurunkan segala isi barang-barang yang ada di
buffet supaya lebih enteng ketika menggeser buffet. Kebanyakan barang-barang
yang berada di buffet itu adalah buku. Semua buku bekas, novel yang masih
kepake dan belom dibaca semuanya gue turunin dari buffet. Adapula barang-barang
yang dari dulu gue anggap hilang ternyata ketemu, seperti hadiah dari mantan,
foto sama mantan juga ternyata ada, foto sd, foto perpisahan smp, sampe kertas
ulangan kimia dengan nilai 4 pun ternyata masih ada. Gue pun terjebak
nostalgia. Suara imut-imut unyu Raisa diam-diam menyelinap masuk kedalam telinga
gue dan turun ke relung hati ‘Ku
terjebak, di ruang nostalgiaaaaaaaa’. Benda ini sungguh membuat gue
melupakan tikus sialan itu.
‘Buruan yo !!!’ Gumam nyokap kesal menyuruh gue yang
sedang ngelamunin barang-barang kenangan itu. Barang-barang yang bagi gue itu
sangat penting, gue letakkan di tempat yang aman.
Setelah buffet bersih dan tak ada barang apapun yang
masih tersisa. Gue menggeser buffet tersebut berdua dengan nyokap. Cukup berat
buffet ini karena terbuat dari kayu jati asli. Celah antara tembok dan buffet
pun menjadi lebih lebar. Dengan senter, gue sorot cahaya terang itu kearah tikus
yang tergeletak tak berdaya. Ini sepertinya akal-akalan si tikus supaya tidak
disiksa oleh gue dan nyokap karena sudah tak bisa melakukan perlawanan. Gue
yang anaknya terlalu baik dan dermawan sekecamatan jagakarsa, mencoba
berdiskusi ke nyokap supaya nggak dimatiin.
‘Mak, jangan dimatiin. Tangkep aja terus buang
keluar, kasihan tikusnya’ ucap gue mencoba bernegosiasi.
‘Matiin!!’
‘Mak, dosa mak, dosaaa membunuh makhluk allah’ gue
terus memohon.
‘MATIIN!!’ Buset ini nyokap batu juga yak.
‘Yaudah matiin dah matiin ’ gue lagi-lagi nyerah.
Kayaknya emak-emak emang selalu benar.
Disaat perundingan gue dengan nyokap, tikus itu memanfaatkan
kelengahan kami berdua. Tikus itu lari lagi ke kasur gue. Kali ini dia mojok di
kasur gue. Gue yang lagi megang sapu lidi mengambil alih peperangan. Menyuruh
nyokap untuk mundur. Gue nggak mau nyokap mukul tikus itu dengan kayu lalu
daging dan darah tikus muncrat ke atas kasur.
Gue melangkah perlahan sambil berjinjit kearah kasur.
Menggenggam sapu lidi di tangan kanan dan tangan kiri memberikan aba-aba
kebelakang tubuh supaya nyokap tidak mendeket. Gue geser kasur langsung gue
pukul-pukul pojokan kasur itu. Berharap tikus itu kena tapi berharap juga tikus
itu cuma keliyengan nggak sampai mati. Kasian juga kalo sampai mati. Takutnya
dia masih punya utang yang belom bisa dibayar.
Pruk…prukk…prukk
Tikus itu akhirnya pergi keluar kamar dan keluar rumah
dengan kepanikan yang tidak bisa dijelaskan. Semoga saja tikus itu tidak
memanggil sahabat-sahabatnya untuk balas dendam. Jika tikus itu membawa
pasukan, gue nggak tau betapa gaharnya nyokap buat ngelawan segerombolan tikus
tersebut. Bisa-bisa nyokap nyewa tank TNI.
Setelah kepergian tikus dari kamar, gue masih
bertugas membereskan buku-buku kembali ke dalam buffet. Sambil membereskan
barang-barang yang masih digunakan dan memisahkan barang-barang yang dianggap
harus dibuang. Gue lagi-lagi menemukan surat kecil yang luntur dan rusak
disekeliling kertas. Ada bekas gigitan tikus juga. Sebenarnya tikus tuh omnivora
apa karnivora sih ? Kertas aja juga dimakan. Suka bingung sendiri dah.
Kertas itu merupakan ucapan selamat ulang tahun yang
sebenarnya udah nggak gue inget-inget lagi. Akibat tikus begundal tadi gue
harus rela mengingat kenangan indah ini lagi. Sial. Lagi-lagi suara Raisa
datang meneror telinga gue ‘Ku terjebak
di ruang nostalgiaaaa…’.
Gue meletakkan surat tersebut bersama dengan
barang-barang yang penting tadi. Setelah membereskan semua barang ke tempatnya
semula di buffet. Gue merapihkan barang-barang nostalgia ini kedalam sebuah kardus
sepatu. Gue letakkan secara rapih satu per satu. Setiap kali meletakkan
barang-barang itu ada kilatan kenangan yang mampir di pikiran gue. Kenangan
yang hinggap sebentar tapi menyesakkan hati. Ucapan indah di secarik kertas usang
tiba-tiba menghentikan detak jantung gue (bangkek lebay banget sampe detak
jantung berhenti. Kayak orang mati).
Gue yang bersila didepan kardus sedikit tersenyum.
Luapan kenangan ini sunggu menyiksa gue. Kenapa tikus tadi datang mengganggu
tidur gue ? dan karena kedatangan tikus itu gue jadi di ganggu oleh kenangan
ini. Seharusnya ini nggak terjadi.
Gue menutup kardus tersebut. Perlahan kenangan itu
seperti menyembul dari sela-sela kardus. Menusuk cepat kedalam otak gue.
Mengeroyok pikiran gue, menggantikannya dengan memory masa lalu. Rekaman masa
lalu pun dengan jelas tertera disana.
Gue tersenyum merasakan aliran kenangan ini. Namun…nyokap
menepuk pundak gue.
‘Adzan subuh noh!! Solat sono ke masjid’ ujar nyokap
lalu beranjak ke kamar mandi untuk wudhu.
Gue pun beranjak dari lantai. Mengangkat kenangan
yang tersimpan di dalam kotak sepatu. Meletakkannya diatas buffet. Sesekali
kardus itu gue buka jika gue kangen nanti. Supaya jika suatu hari gue rindu
dengan kenangan itu, gue nggak perlu capek-capek mencari.
Ternyata tikus yang tadi mengganggu sangat berperan
besar menghadirkan kenangan lama ini. Kehadiran tikus tadi ketika gue mau tidur
awalnya merupakan gangguan. Tapi setelah gangguan itu gue usir, ada serpihan
keindahan yang hadir ditengah prosesnya. Kini gue yakin kalau setiap gangguan
dan ketika gue mencoba untuk mengusir gangguan tersebut akan hadir hadiah kecil
yang mampu menggambarkan senyuman dan sesak dihati.
0 komentar:
Posting Komentar