Belajar Dari Segelas Milkshake
Sore sepulang dari rutinitas bekerja di sebuah
perusahaan yang menaungi bidang asuransi, gue mampir ke sebuah kafe dibilangan
senayan. Kafe yang menyediakan berbagai minuman dan makanan anak muda banget. Desain interior yang
modern dan gaul dengan berbagai gambar mural di dindingnya mampu mengajak anak
muda hanyut dalam dunia kafe yang terkenal dengan milkshake-nya ini.
Gue duduk setelah celingak-celinguk mencari kursi
yang kosong. Tak lama salah seorang pelayan wanita lengkap dengan seragam
coklat dan topi bertuliskan ‘Makan,
minum, nongkrong enjoy’. Entah apa arti dari tiga kata tersebut. Apa
mungkin tiga kata itu adalah jimat yang mampu membuat kafe ini banyak
dikunjungi orang-orang. Oke, lupakan tentang topi yang dipakai oleh pelayan,
setelah memesan satu gelas milkshake lalu gue merogoh tas punggung untuk
mengambil laptop dan meletakannya di atas meja.
Gue buka laptop lalu mencari koneksi wifi yang disediakan oleh kafe ini
secara cuma-cuma. Selain milkshakenya yang terkenal, kafe ini juga terkenal
dengan free wifi-nya yang sangat
cepat. Tak heran banyak anak gaul sevel yang berpaling ke kafe ini, nggak jajan
tapi bawa laptop, bawa mouse, bawa headset, dan maen pointblank. Ingin rasanya
ikut seperti mereka tapi untungnya gue nggak punya ID pointblank.
‘Milkshake coklatnya’ ucap mbak-mbak pelayan dengan
nada panjang khas pelayan-pelayan di tivi sambil meletakkan milkshake yang gue
pesan.
‘Terima kasih mbak’ ujar gue senantiasa memberikan
senyum manis yang gue punya dari lahir.
Belum sempat mbak-mbak pelayan menjauh.
‘Mbak tunggu sebentar!’ Ujar gue dengan lambaian
tangan seperti ingin memberhentikan angkot.
‘Iya kenapa mas ?’ sahutnya seraya memeluk nampan
warna coklat dan bercorak kayu di dadanya.
‘Boleh minta password wifi-nya ?’ bisik gue supaya
pelanggan lain tidak ada yang mendengar. Gue takut kalau mereka mendengar,
mereka akan menganggap gue sebagai pelanggan wifi gratisan, cuma beli milkshake segelas tapi nongkrongnya sampe
kafe tutup. Meskipun itu memang faktanya. Setidaknya nggak boleh ada yang tahu.
Pelayan itu mendekati gue. Diawali dengan senyuman
ala shizuka lalu dia sambil berbisik di telinga gue ‘Kepo lu!’
‘Hah ?’ jidat gue mengkerut, bibir gue tiba-tiba
manyun seperti donal bebek, otak gue mulai kacau balau dengan jawaban mbak-mbak
pelayan ini. Rasanya ingin mengikat mbak-mbak pelayan kurang ajar ini di
genteng kafe. ‘Kok kepo mbak ? ’ lanjut gue.
‘Emang, kepo lu!’ mbak-mbak pelayan mulai membuat
gue emosi. Saat ini juga gue ingin membeli tali rapia dan mengikatnya dileher
pelayan kampret ini.
‘Buset dah si mbak bercanda aja daritadi’
‘Mas, paswordnya itu ‘Kepo lu’ ke e ke p o po kepo
lu’
‘MBAK SAYA NGGAK KEPO!!’ kesal gue karena disangka
kepo melulu padahal gue cuma minta password
wifi bukan minta dia ngasih nomer kancut yang dia pake.
Mbak-mbak pelayan itu segera berlalu dari gue dengan
meninggalkan ucapan ‘Gila!’. Yang gila siapa yang dibilang gila siapa. Emang
mbak-mbak disini udah mulai pada nggak waras.
Saat asik menikmati milkshake dan menulis beberapa
laporan pekerjaan. Gue menoleh ke sudut kafe. Pandangan gue tiba-tiba tersorot
*ZOOM IN* *AUTOFOKUS* tertangkap objek menarik dibola mata gue. Sebuah objek
indah yang tak dapat dideskripsikan. Tiba-tiba seperti ada lem yang membuat gue
tidak bisa lepas dari objek tersebut. Terus menempel dan tak bisa pergi
meninggalkan objek itu.
Seorang cewek manis. Rambutnya pendek menjuntai
sampai hampir menyentuh bahunya yang lemah. Lekukan bibirnya seperti ombak di
pantai kuta. Matanya yang bulat memancarkan seberkas cahaya hingga menyilaukan mata
gue yang melihatnya, gue bisa buta karena ini. Pipinya yang rada chubby membuat
gue ingin menendang-nendang dengan sepatu boots meski ada titik tahi lalat di
tengah pipi itu, sama sekali tidak mengotori raut wajahnya yang manis gula jawa.
Dari jauh gue memandangi dia. Menikmati setiap
obrolannya yang dari tempat duduk gue tidak terdengar apapun. Canda tawanya
dengan dua temannya membuat gue tersenyum seperti orang gila. Apa ini yang
disebut ‘Tergila-gila karena cinta ?’ . Menjadi gila karena aliran cinta yang
merusak saraf otak. Menjadi racun karena merusak organ kasih sayang. Merubah
sejenak pola pikir dari pekerjaan menjadi cinta. Rasa penasaran lama kelamaan
mulai timbul dalam hati. Mencari cara untuk mengetahui siapa namanya.
Mengetahui dimana rumahnya. Mengetahui apa merk sepatu yang dia pakai sekarang.
Gue bergumam sendiri, melukis sebuah harapan baru meski masih dalam bentuk
sketsa.
Gue nikmati perlahan aliran milkshake yang melewati
sedotan dari gelas kedalam mulut gue, mengalir deras sampai tenggorokan dan
terjun ke dalam lambung. Bergetar jantung gue ingin meledak. Sorot mata gue
masih fokus ke wajah manis itu. Lekukan bibirnya yang bergerak dan kadang
diselingin gelak tawa membuatnya semakin seperti gula jawa. Ada pancaran
menyilaukan dari matanya. Seperti mengandung banyak makna dan penuh dengan
kemisteriusan. Tiba-tiba wajahnya berubah mendung. Raut mukanya menekuk, berantakan
seperti koran bekas. Bola matanya ikut menjadi gelap gulita, bibirnya bergetar
hebat seperti ledakan petir. Digigitnya bibir bawah dan mendung dimatanya
berubah menjadi hujan deras. Dia memeluk sahabatnya yang berada disampingnya.
Dia terlihat sedih. Bukan terlihat sedih lagi,
memang sedang menangis. Gue menyedot sekali lagi milkshake sampai habis lalu
menengok kearah cewek manis itu yang sudah menyeka aliran deras dari pupil
matanya. Tak lama cewek manis itu pergi dengan meninggalkan tisu yang
digunakannya sebagai penghapus air hujan dimatanya. Setiap langkahnya menuju
pintu kafe, gue masih setia memperhatikan. Sampai dia keluar dan gue terkejut
ketika gue membalikkan badan tiba-tiba didepan gue sudah ada seorang pria kurus
dengan wajah ingusan dan jidat penuh dengan jerawat.
‘Bill-nya Mas’
ucap mas-mas ingusan itu.
‘Nih mas’ gue mengeluarkan uang sepuluh ribuan. ‘Ambil
aja kembaliannya’
Gue pergi meninggalkan kafe dan mas-mas pelayan. Ada
yang terlupakan ketika gue meninggalkan kafe. Bukan laptop, tas juga bukan,
apalagi celana dalam. Tetapi gue meninggalkan rasa penasaran tentang si cewek
manis yang tadi gue mata-matai. Cewek yang masih penuh dengan tanda tanya.
Teka-teki dimana rumahnya dan sedang apa dia saat ini. Mudah-mudahan rasa yang
tertinggal itu besok masih disana, berada tepat dihadapan gue sehingga gue
tidak perlu jauh-jauh untuk merengkuhnya. Mudah-mudahan.
*
Memang sudah jadi kebiasaan gue kalo pulang kerja
pasti mampir dulu ke kafe milkshake favorit gue. Sambil berharap bertemu dengan
cewek manis yang kemarin, setelah mendapat duduk yang kosong gue duduk tepat di
kursi yang kemarin cewek manis itu duduki. Pengin gue cium permukaan kursi ini
dengan penuh gairah. Gue jilat, gue cupang, gue kecup, namun niat itu gue
urungkan karena sangat berbahaya. Di kafe ini banyak anak kecil.
‘Mas, milkshake coklatnya ya satu’ ujar gue ke
seorang pelayan yang sedang sibuk membereskan meja disamping gue.
‘Oke mas’
Gue membuka kunci hape. Lalu Masuk ke dunia maya
yang bernama instagram. Melihat-lihat berbagai postingan dengan bermacam gaya
foto dan bermacam kegalauan disana. Memasang foto yang ditambahkan tulisan
seperti : Jomblo itu pilihan bukan takdir
, Temen tuh ? Kok nikung dari belakang BY : Temen lo!! , Harus berapa lama aku
menunggu ?. Nah, yang terakhir itu
postingan yang gue bikin. Gue bikin dari hati gue yang paling merana. Hari ini
gue antara kebiasaan dan sengaja datang kesini untuk melihat lebih tepatnya
bertemu cewek manis yang kemaren. Kok dia nggak dateng-dateng ya. Otak gue
tiba-tiba penuh dengan pertanyaan dari diri gue sendiri. Bagaimana ini ? Gue
bertanya ke diri gue sendiri tetapi gue harus menjawabnya juga.
Gue mengaduk milkshake yang baru saja datang. Lalu
menyedotnya. Melihat sekitar kafe berharap pelangi yang gue tunggu muncul.
Indahnya masih redup. Belum ada tanda-tanda kalau dia akan datang kesini. Apa
mungkin dia tidak datang. Gue menoleh ke arloji melihat waktu semakin bergulir
hingga mentari menutup mata dan menyelimuti dirinya dengan selimut kegelapan
malam.
Sudah satu jam setengah gue menunggu si cewek manis
itu. Akhirnya tekad gue yang menggebu-gebu pun layu seketika. Luntur terhapus
kekecewaan. Gue pun beranjak dari kursi, membayar milkshake lalu pergi.
Sedang asyik menyaksikan video di instagram, gue
keluar sambil menunduk. Tidak sadar ada cewek didepan gue dan gue menabraknya
hingga tubuh kami bersamaan mendarat ke tanah, hape gue terbang bebas dan
berlandas di permukaan rumput. Gue segera berdiri lalu membatu cewek yang tidak
sengaja gue tabrak untuk berdiri.
‘Maaf mbak. Maaf mbak. Saya nggak sengaja’ Gue menggenggam
tangan cewek itu. Sejenak ada mode mute
disitu. Gue terdiam memandangi cewek itu. Cewek yang gue tunggu-tungu daritadi
ternyata datang. Bahkan sekarang gue menggenggam tangannya. Tangannya dingin,
lebut seperti kue cubit. Halus telapak tangannya si cewek manis harus rela
dirusak oleh telapak tangan kasar milik gue.
Dia berdiri lalu membersihkan kotoran di celana
levis yang ia pakai. Kemudian dia menoleh ke arah gue. Gue sudah siap jika dia
akan marah. Gue sudah siap ditampar dan di caci maki sama dia ‘DASAR COWOK
BRENGSEK. PUNYA MATA NGGAK LO!!’ Jujur gue udah sangat siap di caci maki
seperti itu. Namun dugaan gue salah 180 derajat. Dia justru melempar senyum
simpul yang membuat gue terikat disebuah ruangan hampa nan gelap dan bingung
harus bilang apa lagi supaya dia tidak menganggap gue sebagai cowok nggak punya
mata.
‘Sumpah gue minta maaf ya. Maaf banget. Gue nggak
sengaja suwer dah’ gue menunduk dan menyatukan kedua telapak tangan ke arahnya.
‘Iya nggak apa-apa kok’ lagi-lagi dia tersenyum
untuk sekian kalinya gue terlena dengan senyumannya yang manis. Seketika dia
pergi dan meninggalkan aroma vanilla dihidung gue. Gue hirup aroma vanilla tersebut
yang membuat hidung gue tersenyum. Hati pun ikut tersenyum ketika aroma vanilla
itu bercampur dengan senyuman manis yang cewek itu miliki.
Gue pulang kerumah dengan tabungan harum vanilla
dihidung. Gue simpan aroma ini baik-baik. Tidak akan gue hilangkan, gue resapi
bau ini supaya suatu saat nanti ketika gue mencium bau vanilla ini, berarti cewek
manis itu sedang ada didekat gue. Dengan kata lain naluri anjing helder dalam
diri gue sangatlah berguna saat ini.
Gue membanting punggung ke kasur lalu menatap
langit-langit. Seolah langit-langit itu merekam kejadian di depan kafe barusan.
Gue melangkah keluar dengan tidak sengaja menabrak cewek manis itu. Cewek manis
itupun tersungkur ke tanah. Tanpa ada marah dari wajahnya ia begitu jelas
terlihat manis. Hampir tidak ada celah yang bisa untuk memakinya karena kecantikan
wajahnya. Bau vanilla tiba-tiba mampir ke hidung gue. Menyelinap kedalam lubang
hidung tanpa salam kepada bulu hidung. Menyusuri jalur hidung hingga berujung
di lubuk hati. Sepertinya vanilla ini mulai menjadi komposisi rasa cinta yang
gue ramu. Sekejap mata gue perlahan menyerah untuk terus menatap memori singkat
dengan cewek manis itu. Mata gue izin untuk istirahat, meregangkan otot-otot
dari aktivitas yang menguras tenaga serta menguras rasa penasaran yang semakin
lama tumbuhlah sebuah keberanian untuk mencoba lebih dekat dengan cewek manis
itu.
*
Seperti biasa gue memesan segelas milkshake dingin. Namun
tidak seperti biasanya gue habiskan milkshake tersebut dengan cepat. Sebelumnya
kalau mesen milkshake atau minum milkshake gue tidak pernah menghabiskannya.
Karena seringkali gue menikmati milkshake dan lupa menghabiskannya. Akhirnya
bongkahan es yang berguna untuk mendinginkan milkshake lama kelamaan mencair.
Jadi ketika milkshake yang bongkahan es-nya sudah habis, rasa yang terdapat di
milkshake hanyalah hambar. Tetapi saat ini tumben-tubenan langsung habis.
Bahkan gue sudah memesan satu gelas milkshake coklat lagi.
Gue memutar-mutar sedotan di segelas milkshake yang
gue pesan untuk kedua kalinya. Mata gue memandangi pusaran milkshake yang
menimbulkan busa dan bunyi ‘Kletek-kletek’ dari bongkahan es yang saling
beradu. Mata gue menelusuri sekeliling kafe. Berharap cewek manis itu datang
lagi. Kali ini gue bertekad untuk menunggunya sampai malam. Sampai kafe ini
tutup, apapun yang terjadi gue harus bertemu dengan dia. Menghampiri dia,
kenalan, nanya ID Line atau pin BBM. Minimal dia tahu nama gue.
Detik demi detik bergulir. Jarum semakin cepat
berputar diperaduannya. Orang-orang semakin ramai berdatangan dengan
pasangannya. Gue hanya berdua dengan milkshake coklat yang tinggal setengah
gelas. Pertanyaan mulai timbul dan menerkam diri gue sendiri. Kemana cewek
manis itu. Apa mungkin hari ini dia tidak kesini. Atau bisa juga dia sakit.
Kalau sakit, apa mungkin gue menjenguknya dan datang kerumahnya sambil bawa
buah ? Tidak. Tidak.
Gue menggelengkan kepala seperti obat iklan panadol.
Ketika gue menengadahkan kepala lalu melempar pandangan ke pintu kafe. Pintu
kafe terbuka, hawa sejuk tiba-tiba berhamburan di sekeliling ruangan kafe.
Cewek manis itu datang dengan mengenakan dress
pendek warna merah yang membuat gue leluasa melihat dengkulnya yang tanpa koreng.
Wajahnya tidak berbeda seperti hari-hari sebelumnya. Rambutnya dicepol indah,
alisnya meliuk gesit diatas matanya. Matanya yang bulat membuat gue ingin
menendangnya seperti bola. Langkah kakinya sangat gemulai. Gue berdiri dan
ingin menghampirinya. Tidak ada janji memang antara gue dengan cewek manis itu
malam ini. Namun setidaknya gue percaya kalo semesta menjodohkan gue dengan
cewek manis ini.
Namun harapan gue sirna. Disetiap langkahnya justru
membuat gue seperti diterpa topan. Dihujani anak panah tanpa henti. Sampai
akhirnya perasaan itu tersapu oleh tsunami yang membuat hati gue terombang
ambing dalam kehancuran.
Telapang tangannya yang sempat gue pegang itu
ternyata sudah dimiliki orang lain. Telah dipatenkan dengan surat resmi supaya tak
ada lagi yang bisa menggenggamnya. Hati gue yang telah gue perjuangkan
lama-kelamaan mencair lalu menghilang. Menyisakan genangan harapan yang mulai mengering
karena tersorot cahaya penyesalan yang panas.
Cewek manis itu dengan senyuman manis yang biasa ia
tebarkan ke dunia, duduk berhadapan dengan seseorang yang gue simpulkan kalo dia
adalah pacarnya. Gue cemburu ? IYAK! Gue pengen nangis ? IYAK! Gue pengen
datengin ke cewek manis itu lalu bilang, ‘Kok kamu tega pacaran sama dia ?!!’
Tapi gue tersadar kalo gue bukan siapa-siapa. Mau gue nangis kek, mau gue bunuh
diri lompat dari monas, atau menabrakan diri ke angkot pun dia juga nggak
peduli. Rasa sakit ini juga nggak akan mempengaruhi hidup dia. Lagipula gue nya
aja yang terlalu gampang jatuh cinta. Terlalu mudah menaruh hati tanpa
sepengetahuan cewek manis itu.
Gue terlalu lugu dalam hal ini. Jadi secret admirer tapi memposisikan diri
gue sebagai orang yang sangat penting bagi hidup si cewek manis. Padahal kenal
aja nggak. Meski pernah pegangan tangan, bukan semata-mata itu adalah tanda
pengenalan. Mungkin itu hanyalah sebuah takdir yang diciptakan oleh semesta
untuk mempertemukan si cewek manis sama gue.
Gue nggak tau takdir apa lagi yang akan dibuat oleh
semesta ke gue. Saat ini gue hanyalah sebuah milkshake yang dihiraukan oleh
pemesannya. Diam tak bisa berbuat apa-apa. Lama kelamaan hati gue seperti
bongkahan es didalam milkshake yang lupa diminum. Mencair dimakan oleh waktu.
Serta perlahan perasaan itu mulai menghilang dan lenyap. Milkshake pun rasanya
menjadi hambar. Nggak manis dan nggak pahit. Begitu lah perasaan gue saat
ini. Hambar. Nggak ada si cewek manis di samping gue. Meski gue menyimpan sisi
pahit dihati. Namun hambar lebih tepat menggambarkan perasaan yang aneh ini.
END.
0 komentar:
Posting Komentar